Filosofi

Air Mata

Senin, 27 Juni 2022, 07:49 WIB
Dibaca 928
Air Mata
Air mata (Foto: liputan6.com)

Pepih Nugraha

Penulis senior

Kapan terakhir kamu menitikkan air mata? Saat ditinggal pergi kekasihmu? Saat orangtuamu, anakmu, keluarga terdekatmu pergi untuk selamanya? Atau saat kamu terantuk kegagalan?

Banyak yang menjadi penyebab orang menitikkan air mata. Bahkan tertimpa bahagia tanpa sengaja pun bisa membuat orang menangis.

"Lacrima" atau menangis dalam bahasa Latin adalah semacam pelarian dari kepedihan yang menekan, khusus air yang menitik akibat rasa sedih yang dalam.

Menangis adalah salah satu cara agar bilik jiwa tidak tertikam sedimikian dalam dan menyakitkan.

"Air mata datang dari hati dan bukan dari otak," kata seniman besar Leonardo Da Vinci yang menunjukkan bahwa menangis bukan hasil kerja otak, melainkan hati yang tergores. Jarang orang mengatakan pikiran tergores kemudian menangis.

"Air mata adalah senjata utama kaum perempuan, apabila mereka dikhianati oleh senyuman," bisik Blaise Pascal menyimpan puisi dalam kata-katanya.

Senjata utama? Menangis dan air mata yang dihasilkannya dengan demikian "milik" kaum perempuan dan karenanya lelaki tidak pantas menumpahkan air matanya. Bagi lelaki, air mata sekadar senjata sampiran saja.

"Air mata kadang punya kekuatan seperti kata-kata," teriak Joseph Roux. Artinya, kaum laki-laki harus paham makna air mata perempuan yang menitik, meleleh di pipi atau deras bagai hujan yang turun dari langit. 

Tidak perlu bertanya, "Kenapa kamu menangis, sayang?" Terbiasalah dengan air mata perempuan yang tanpa kata-kata.

Dan, "Air mata wanita dapat melembutkan hati lelaki," ungkap Jaques Audiberti. Maknanya, air mata perempuan adalah pelembut segala hal yang bisa keras atau mengeras pada kaum laki-laki. Jangan sebaliknya, melihat perempuan menangis kamu malah mengeras.

Tapi di sini lagi-lagi "lacrima" itu hegemoni kaum perempuan dan karenanya hanya perempuanlah yang pantas menangis, meski kenyataannya tidaklah demikian.

Lagu yang dinyanyikan Bunga Abriyal secara ekspresif dan melankolis ini berjudul "Air Mata" yang aslinya dinyanyikan oleh Lilis Suryani dengan setengah menjerit, merobek-morobek hati yang mendengarnya. Dengan cengkok Melayu yang mendayu-dayu, nona manis ini menyenandungkannya dengan penuh perasaan dan penghayatan.

Maafkan aku yang telah membuatmu menangis, Bunga!