Budaya

Toleransi Puasa di Semarang Tengah

Kamis, 29 April 2021, 21:15 WIB
Dibaca 550
Toleransi Puasa di Semarang Tengah
KONSISTEN adalah salah satu karakter kepemimpinan. Tanpa konsistensi, kepemimpinan tak ubahnya balon kosong.

Kalau Anda ingin belajar toleransi terkait puasa, datanglah ke Semarang Tengah, tepatnya di Jl. Karang Anyar, Brumbungan.

Berselang sepuluhan hari sebelum umat Muslim menjalankan ibadah puasa, orang-orang Katolik lebih dulu berpuasa dan berpantang selama 40 hari. Cukup banyak orang Katolik di Jalan Karang Anyar, itu tampak dari selalu penuhnya--bahkan sampai di halaman--pengunjung misa mingguan (sebelum covid) di kapel SMA Loyola. Pantang dan puasa yang wajib dilakukan oleh umat Katolik di sekitar Karang Anyar, tak menghalangi para pedagang makanan di jalanan itu untuk tetap berdagang. Dari mulai warung tegal, ayam penyet, angkringan, asem-asem Koh Liem sampai leker Paimo yang legendaris itu. Semua tetap buka seperti biasa dan tidak ada protes apalagi penutupan oleh umat Katolik di situ.


Sebaliknya, ketika umat Muslim mulai menjalankan ibadah Puasa 12 April lalu; semua warung tadi juga tetap buka seperti biasa. Tanpa penutup kain sedikit pun. Warung tegal di mana saya sesekali makan siang di situ, dilayani oleh mbak-mbak berjilbab. Warung sate yang persis berada di samping warung tegal bahkan mengepulkan asap dan bau sedap khas minyak kambing ke mana-mana. Siapa pun yang menghirup aroma sate itu dijamin akan langsung merasa lapar. Anehnya, umat muslim di jalanan atau di sekitar Karang Anyar juga adem ayem. Tidak protes. Semua woles saja.


Toleransi

Toleransi (Latin: tolerare) berarti menahan diri, sabar atau membiarkan sesuatu terjadi. Orang-orang Katolik di Karang Anyar menahan diri untuk tidak perlu meminta para pedagang makanan di seputar tempat itu tutup dengan alasan umat Katolik sedang berpuasa. Sebaliknya, umat Muslim di sekitar tempat tersebut juga menahan diri dari godaan bau sate, pajangan makanan warung tegal, atau bayangan daging empuk asem-asem Koh Liem. Mereka tidak meminta warung-warung itu tutup.

Toleransi (Latin: tolerare) berarti menahan diri, sabar atau membiarkan sesuatu terjadi. Toleransi lebih merupakan sikap ke dalam daripada ke luar. Toleransi lebih menuntut mengekang diri daripada menuntut pihak lain mengerti atau menghormati diri kita.

Itulah toleransi yang sesungguhnya. Toleransi lebih merupakan sikap ke dalam daripada ke luar. Toleransi lebih menuntut mengekang diri daripada menuntut pihak lain mengerti atau menghormati diri kita. Semoga toleransi yang asli seperti di Karang Anyar Semarang tetap terawat dan syukur-syukur menjadi life style masyarakat yang lebih luas; di tengah-tengah kita dihantui perpecahan dan perseteruan agama.