Budaya

Tanggapan terhadap Tulisan Penduduk Kalimantan: Kayalah dengan Sawit di Tanah Sendiri!

Jumat, 7 Mei 2021, 13:38 WIB
Dibaca 784
Tanggapan terhadap Tulisan Penduduk Kalimantan: Kayalah dengan Sawit di Tanah Sendiri!
Foto: Ilustrasi fakta sawit, pemanasan global, Greenland dan pencairan es kutub utara

Bengkayang, 7 Mei 2021

Nama saya Norman Jiwan. Saya tergerak berbagi pendapat dan memberi catatan kritis terhadap artikel dari penulis senior bapak Masri Sareb Putra dalam laman ini berjudul: Penduduk Kalimantan: Kayalah dengan Sawit di Tanah Sendiri! (1 Mei 2021).

Pertama, terima kasih dan apresiasi atas pandangan dan pendapat dari penulis senior Bapak Masri Sareb Putra yang memberikan pencerahan tentang fakta menarik produktivitas hasil buah sawit dibandingkan komoditas tanaman lemak nabati lainnya. Sungguh suatu ulasan yang menarik, namun sudah pasti menjadi kaya karena sawit itu ditentukan lahan tertanam harus belasan, ratusan bahkan ribuan hektar bukan sebagai petani plasma atau petani swadaya 1 atau 2 hektar.

Jelas mustahil menjadi kaya dari sawit seluas 2 ha atau petani plasma.

Kedua, saya pribadi cukup aktif mengikuti dinamika dan diskursus industri sawit di Indonesia, regional dan internasional termasuk ikut menyusun standar produksi minyak sawit berkelanjutan (RSPO). Antara tahun 2004 mulai aktif di RSPO dan bahkan pernah pula aktif sebagai Executive Board RSPO (2008-2012); ikut menyusun panduan FPIC Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (UN FAO); 1 dari 10 pembahas (lead discussant) draf kebijakan internasional sektor sawit Bank Dunia (The World Bank Group Framework and IFC Strategy for Engagement in the Palm Oil Sector);  aktif di juga di beberapa kelompok kerja (Pokja) multipihak internasional termasuk Anggota Pokja Hak Asasi Manusia RSPO; Anggota Pokja Greenhouse Gas Emission RSPO; dan Co-coordinator Smallholder Task Force RSPO; Anggota Pokja New Planting Procedures RSPO, dll. 

Ketiga, dengan sedikit pengalaman di atas, walaupun belum final dan paripurna, saya dapat menyimpulkan sementara bahwa "dengan sistem sawit [oligarki dan kapitalis] saat ini Penduduk Kalimantan akan semakin miskin. Menjadi kaya dengan komoditas sawit berapa pun tinggi produktivitas hasilnya per hektar adalah misi mustahil dan hanya mimpi, apabila dan jika Penduduk Kalimantan dan lingkungannya menjadi subordinat dan objek dari akumulasi primitif sistem produksi dan konsumsi minyak sawit konvesional dan modern.

Saya lebih memilih, bahkan agak percaya Penduduk Kalimantan bisa menjadi agak 'kaya' tanpa perlu buka kebun sawit baru lagi di areal sisa-sisa lahan milik mereka yang ada, yang dan apabila ditanami berbagai jenis tanaman komoditas dengan pola kebun skala kecil seperti Lada, Karet, Pinang, Kratom, Porang, dll. Tanaman yang bersahabat dengan dan ramah bagi petani.

Silakan bandingkan harga sawit saat ini dengan per kilogram harga dari buah tanaman Pinang, daun Kratom, Porang, dll. yang lebih memerlukan lahan relatif sempit dan manageable oleh bagi para petani Kalimantan.

Siapa yang kaya dari sistem sawit hari ini? Jelas para taipan sawit nasional, regional dan internasional. Bapak Masri Sareb Putra silakan baca kajian lembaga Transformasi untuk Keadilan Indonesia (TuK INDONESIA), terbagi dua, kajian awal tahun 2014 dan pemuktahiran data tahun 2018 versi revisi:

2018: https://www.tuk.or.id/wp-content/uploads/2019/11/kuasa-taipan-kelapa-sawit-di-indonesia-bhs-Indonesia.pdf

2014: https://www.tuk.or.id/wp-content/uploads/2015/03/Buku-Saku-Kuasa-Taipan-Kelapa-Sawit-di-Indonesia-final-banget.pdf

 

Saya ingin menambahkan data dan informasi, berikut tambahan dan sedikit paparan, penjelasan konteks dan realitas disertai sejumlah bahan referensi, literatur dan publikasi berupa buku dan bahan dapat akses online yang kiranya terkait menjadi data dan informasi tambahan:

 

6. Deforestasi: saya tidak sependapat dengan pandangan bapak Masri Sareb Putra soal ini. Fakta menunjukkan deforestasi benar-benar terjadi di Indonsia di mana salah satu penyebabnya konversi untuk lahan pertanian skala besar terutama sawit dan hutan tanaman industri. Solusinya Indonesia harus bertanggung jawab bukan ditepis tapi dihentikan dan diselesaikan faktor dan penyebab serta penegakkan hukum terhadap aktor penyebab deforestasi terutama korporasi sawit.

 

7. Hak Guna Usaha: sistem hak guna usaha saat ini, jika diteruskan dan status quo dapat dan akan terus menghilangkan hak-hak adat dan ulayat masyarakat adat karna menurut UUPA setelah HGU berakhir tanah-tanah tersebut tidak kembali kepada masyarakat pemilik tanah. Celakanya lagi, saat UU Penanaman Modal mengalami revisi, sempat klausul masa berlaku HGU ini bisa sampai berlaku 90 tahun dan diperpanjang dimuka. Sebelum mengalami Judicial Review di MK, beberapa group besar sawit sudah mengantongi HGU perkebunan kelapa sawit 90 tahun.

 

8. Perizinan: Batas maksimum per grup perusahaan 100,000 ha tapi banyak group sudah menguasai di atas ambang batas pengusahaan lahan sawit di Indonesia oleh group AAL, FR, GAR, IAR-LSIP, KPN-GAMA, MM, PTPN, SDP, Wilmar International, dll.

 

9. Tata kelola: Buruknya tata kelola pengawasan dan pemantauan perizinan sawit melahirkan banyak celah dan praktik korup yang melibatkan sektor sawit. Silakan baca dan periksa lagi data dan fakta dibalik kasus-kasus korupsi termasuk pelepasan hutan hampir 1 juta hektar di Kaltim; kasus suap pelepasan hutan oleh mantan Gubernur Riau; kasus suap izin di Kabupaten Buol (Sulteng); kasus suap pencemaran air di Kalteng; kasus suap di Kutai Kartanegara (Kaltim), dll. Silakan cek infograsi website KPK tentang Kepala Daerah Terjerat Rasuah di https://acch.kpk.go.id/images/tema/ragam/infografis/Jeja-kasus-rasuah-kepala-daerah.jpg

 

10. Gambut: krisis iklim dan pemanasan global akibat pengeringan lahan gambut untuk kelapa sawit melepaskan emisi gas rumah kaca secara terus-menerus sepanjang lahan kebun butuh keadaan layak tanam agak kering dengan water-table 50-60 cm. Semakin besar dan dalam kanal pengatur water-table, semakin besar pula emisi gas rumah kaca baik poetnsial maupun aktualnya yang dilepaskan setiap tahunnya.

 

11. Lingkungan: Pembukaan hutan dan lahan besar-besar sudah pasti menghancurkan bentang alam yang pasti merusak kualitas, sistem dan fungsi ekologi alami. Banjir semakin sering di sentra-sentra produksi sawit termasuk di Kabupaten Landak, Kabupaten Sanggau, Kabupaten Kapuas Hulu, Kabupaten Sintang, Kabupaten Bengkayang.

 

12. Penegakan hukum: Data menunjukan di Riau ada 1.2 juta ha kebun kelapa sawit berada dalam kawasan hutan. Silakan buka dan baca hasil Koordinasi dan Supervisi KPK terkait Perkebunan di Kalbar, Kaltim, dan Kalteng.

 

13. Krisis air: Studi kasus menunjukan terjadi krisis kuantitas dan kualitas air tanah dan permukaan disekitar perkebunan kelapa sawit bahkan memicu polusi dan degradasi ekosistem air dan hidrologis.

 

14. Bahan kimia pertanian (agrochemicals): dari luasan hampir 16 juta hektar perkebunan kelapa sawit sudah pasti akan secara reguler selama 25 memerlukan jutaan ton racun pestisida, herbisida dan fungisida yang sudah pasti mengandung B3 termasuk jenis paraquat yang berbahaya itu. Selain itu, ada jutaan ton pupuk kimia seperti urea yang dipakai setiap beberapa bulan sekali merupakan salah satu sumber emisi gas rumah kaca (nitrogen) buruk bagi ozon Bumi selama 25 tahun, tergantung umur sawit. Kalau pemupukan 2 kali setahun, silakan hitung berapa total pupuk kimia termasuk urea yang dipakai?

 

15. Konversi hutan dan lahan: Ini akibat kebijakan moratorium setengah hati akibatnya lahan-lahan pertanian dan tutupan hutan yang masih bagus tapi bukan kawasan hutan terus dibuka dan dikonversi menjadi industri pertanian khususnya perkebunan kelapa sawit. Baca dan simak artikel saya tentang moratorium di 'Deforestation moratorium is not panacea?' (The Jakarta Post) di https://www.thejakartapost.com/news/2010/07/01/deforestation-moratorium-not-panacea.html

 

BEBERAPA REFERENSI/BACAAN:

 

Atlas Deforestasi oleh CIFOR:

https://atlas.cifor.org/borneo/#en

 

Kontributor (penulis) buku The Palm Oil Controversy in Southeast Asia: A Transnational Perspective, judul sub-bab 3 - The Political Ecology of the Indonesian Palm Oil Industry (Norman Jiwan)

https://www.cambridge.org/core/books/palm-oil-controversy-in-southeast-asia/political-ecology-of-the-indonesian-palm-oil-industry/B05421FEBFFF1B6DFA34B0B9A865B9D2

 

Kebijakan Kelompok Bank Dunia sektor sawit:

https://www.ifc.org/wps/wcm/connect/d876e1ef-6fba-44cc-a1fa-1af450ff3c5c/WBG+Framework+and+IFC+Strategy_FINAL_FOR+WEB.pdf?MOD=AJPERES&CVID=lcUFZxb

 

Situasi dan cerita petani korban sistem sawit saat ini:

https://www.forestpeoples.org/sites/fpp/files/publication/2011/02/ghostsonourownlandtxt06eng.pdf

 

Kajian AMAN dan Human Rights Watch:

Perkebunan Kelapa Sawit dan Pelanggaran Hak Asasi Manusia di Indonesia

https://www.hrw.org/id/report/2019/09/22/333509

 

Hak Guna Usaha Versus Hak Asasi Manusia (Studi Kasus oleh Komnas HAM dan Sawit Watch)

http://www.database.sawitwatch.or.id/Publikasi%20SW/Data%20BUKU/Sawit%20Watch%20Book_eng/HGU_HAM_Eng_.pdf

 

Making Oil Well (Rudi Lumuru & Norman Jiwan)

OUR PLANET: The Magazine of United Nations Environment Programme - September 2008

https://wedocs.unep.org/bitstream/handle/20.500.11822/7771/-Our%20Planet_Living%20Legacy%20-%20The%20future%20of%20forests-2008823.pdf?sequence=5&isAllowed=y