Budaya

Perusak Hutan

Senin, 2 Agustus 2021, 08:11 WIB
Dibaca 458
Perusak Hutan
Recep Tayyip Erdogan (Foto: Facebook.com)

Pepih Nugraha

Penulis senior

Tentu saja yang Anda lihat di foto ini adalah Recep Tayyip Erdogan, Presiden Turki, yang negaranya sedang mendapat musibah; kebakaran hutan. Mengapa foto Erdogan yang dipasang dan bukan peristiwa kebakaran hutan itu sendiri? Jawabannya sederhana: suka-suka.

Kemarin diwartakan, kebakaran hutan yang menerjang Turki selatan menjadikan kebakaran hutan ini sebagai terburuk dalam satu dekade ini. Data menunjukkan, 95.000 hektar lahan terbakar sepanjang tahun ini. Dibanding 2008 hingga 2020, misalnya, lahan yang terbakar rata-rata 13.516 hektar.

Kebakaran hutan kemarin selain menghanguskan sejumlah tempat wisata, juga menewaskan 6 orang, melukai 330 orang dan menjadikan ribuan orang pengungsi. Tidak kurang dari 4.000 wisatawan dievakuasi. Angka dan data ini sekadar menunjukkan betapa dahsyatnya bencana kebakaran di negeri yang "eksotis" ini.

Sebagai kepala negara, Erdogan tentu tidak tinggal diam melihat hutan di negerinya terbakar dan rakyatnya menderita akibat bencana itu.

Namun demikian, oposisi menyerang Erdogan setelah sebuah video menunjukkan Presiden itu tengah melemparkan teh kepada penduduk di daerah yang terkena dampak kebakaran. Pada video lain, Erdogan melempar teh kepada orang-orang di pinggir jalan dari bus.

"Teh! Luar biasa. Mereka yang kehilangan rasa malu, juga kehilangan hati," kata juru bicara oposisi utama Partai Rakyat Republik (CHP), Faik Oztrak meledek Erdogan. Oposisi juga mengeritik Pemerintah karena kurangnya pesawat pemadam kebakaran. Akibatnya, Turki terpaksa menerima bantuan dari Azerbaijan, Iran, Rusia, dan Ukraina.

Perubahan iklim sejauh ini dianggap penyebab terjadinya kebakaran hutan. Data Uni Eropa menunjukkan, Turki diterjang 133 kebakaran hutan pada 2021 sehingga isu yang menggelepar di Turki, tidak tertutup kemungkinan adanya teror asing atau dalam negeri sendiri sebagai pembakar hutan.

Kebakaran hutan di Turki ini mengingatkan saya tentang hutan Kalimantan -khususnya Kalimantan Utara- yang masih demikian lebat. Di beberapa bagian Kalimantan lainnya memang rusak parah akibat penambangan dan pembabatan hutan untuk dikonversi menjadi "hutan sawit", tetapi usaha "recovery" atau penyembuhan hutan (reboisasi) tetap harus dilakukan demi mencegah kerusakan hutan yang lebih parah.

Dulu ada anggapan -mungkin sekarang masih dipercayai sebagian orang- bahwa penduduk asli setempat, yaitu Dayak, adalah para pelaku utama perusak hutan. Salah satunya akibat budaya ladang berpindah dengan membakar hutan.

Tetapi, kalau tidak memahami "filosofi" manusia Dayak dalam memanfaatkan hutan untuk mempertahankan kehidupannya, orang-orang yang tidak paham ini cenderung menyalahkan etnis terbesar asli Pulau Kalimantan ini sebagai perusak hutan.

Padahal, setelah saya bergaul dengan beberapa etnis Dayak -setidak-tidaknya di Krayan (Nunukan) dan Malinau- dan berbekal pengetahuan yang saya baca dari sejumlah buku, mereka tidaklah "sejahat" yang digambarkan orang selama ini.

Mereka, orang-orang Dayak itu, justeru memperlakukan hutan seperti memperlakukan kekasih atau anak kesayangannya dengan kearifannya tersendiri.

Mereka tahu kapan harus membakar, membiarkannya sementara waktu untuk ditanam dan setelah itu "menyembuhkannya" secara alamiah, dituntun oleh intuisi dan naluri mereka sebagai etnis lokal penjaga hutan Kalimantan.

Tahukah Anda siapa perusak hutan Kalimantan atau pulau-pulau berhutan lainnya di negeri ini?
Industri.

***