Festival Aco Lundayeh Mempekokoh Identitas Dayak Lundayeh
Aco Lundayeh atau lebih dikenal Festival Aco Lundayeh merupakan sebuah kegiatan budaya Dayak Lundayeh. Di selenggarakan oleh Persekutuan Dayak Lundayeh (PDL). Dayak Lundayeh tersebar di tiga negara Indonesia, Malaysia, dan Brunei Darussalam.
Untuk Indonesia sendiri wilayah induk Lundayeh di Provinsi Kalimantan Utara. Festival ini merupakan ajang bagi masyarakat Dayak Lundayeh berpesta “budaya”. Mulai dari makanan, seni budaya, hingga kegiatan literasi.
Menarik menyimak festival budaya Lundayeh tahun ini (16-17 Juli 2021). Mengingat kegiatan ini diselenggarakan di tengah pandemi covid-19. Penyelenggaraan yang ke-2. Setelah sebelumnya dilaksanakan pada tahun 2018 festival. Festival ini diadakan setiap tiga tahun sekali. Kenapa tiga tahun sekali punya makna tersendiri.
Meski di tengah pandemi namun festival Aco Lundayeh tetap diselenggarakan. Dengan tantangan tak dapat berkumpul dalam jumlah besar dan kegiatan yang terpusat pada satu lokasi. Semua harus mengikuti protokol kesehatan. Namun begitu, tak mengurangi semarak festival kebanggaan masyarakat Dayak Lundayeh.
Ya, kegiatan di selenggarakan secara virtual. Meski untuk itu butuh komitmen besar dari setiap insan Dayak Lundayeh karena penyelenggaraan secara virtual dengan waktu seharian penuh. Dari pagi hingga sore hari. Ini menjadi merupakan sebuah tantangan tersendiri. Tetap saja animo besar masyarakat Dayak Lundayeh. Terbukti peserta dengan setia dan antusias mengikuti kegiatan ini via zoom sampai selesai.
Ini juga menunjukkan bahwa masyarakat Lundayeh juga mampu beradaptasi dengan perubahan zaman yang cepat. Masyarakat Lundayeh memiliki kemampuan intelektual yang maju. Tak lagi bisa dianggap tertinggal meski berada di wilayah yang terbatas akses sarana dan prasarana. Lundayeh berada di wilayah perbatasan – Malaysia dan Brunei Darussalam.
Satu hal yang menarik dalam penyelenggaraan Festival Aco Lundayeh tahun ini. Saya menangkap beberapa kata kunci.
Refleksi. Memaknai diri sebagai seorang Lundayeh. Refleksi merupakan gerakan, pantulan di luar kemauan (kesadaran) sebagai jawaban suatu hal atau kegiatan yang datang dari luar (https://kbbi.web.id/refleksi). Aco Lundayeh sebuah kegiatan yang kiranya (dari luar) menggugah dari dalam diri setiap insan Lundayeh.
Melihat diri dengan bertanya pada cermin (Aco Lundayeh). Apakah saya (baca: orang Dayak Lundayeh) sudah menjadi Lundayeh yang sesungguhnya? Dalam kata dan perbuatan. Berani berdiri di mana pun sebagai seorang Lundayeh yang tak lepas dari akar budayanya.
Ibarat pohon dengan akar yang kuat. Tetapi apakah pohon itu terus bertumbuh dan berbuah? Jawaban atas itu, kiranya hanya tiap insan Lundayeh sendiri yang mampu menjawabnya. Namun dengan keterlibatan dalam festival Aco Lundayeh hal itu sudah menjadi indikator bahwa pohon itu bertumbuh.
Kata kunci berikutnya tentulah “eksistensi” Dayak Lundayeh. Dayak Lundayeh ada dan akan tetap, ada sebagaimana ada. Lundayeh tak boleh lekang oleh zaman. Lundayeh ada untuk Indonesia dan dunia. Aco Lundayeh hanyalah salah satu pertunjukkan “eksistensi” tersebut. Dalam kerangka itu pula maka dalam acara virtual ini lebih memberi ruang semua kalangan Lundayeh untuk memberikan pandangannya dengan Dayak Lundayeh.
Dalam acara zoom meeting terdapat 3 sesi dengar pendapat (diskusi) yang nanti akan dibukukan sebagai warisan dan pedoman memahami Dayak Ludayeh. Tak tanggung-tanggung untuk membukukan hasil diskusi dan dengar pendapat ini panitia mendatangkan para penulis senior.
R. Masri Sareb Putra (dikenal juga sebagai penulis Dayak sekaligus pendiri Lembaga Literasi Dayak), Pepih Nugraha (pendiri Kompasiana, pepnews.com) dan Dodi Mawardi (pendiri sekolah menulis, asesor editor). Para penulis senior menjadi pendengar sekaligus moderator serta merangkum-mengembangkan menjadi tulisan yang dibukukan.
Tak sia-sia, sebab para peserta sangat antusias mulai dari DPP, DPW, DPC, para tokoh (masyarakat dan agama) sampai para peserta semua ingin memberikan pendapat dan pandangannya tentang Dayak Lundayeh. Antusiasme yang luar biasa. Meski waktu yang disediakan sangat terbatas.
Panitia membagi kegiatan tersebut menjadi tiga sesi dengan topik yang berbeda. Alhasil, waktu yang tersedia dirasa tak cukup. Namun, panitia memberikan ruang bagi yang belum sempat menyampaikan pendapat dengan mengirimkan tulisannya (artikel) kepada panitia atau langsung kepada para penulis senior.
Sebagai contoh pentingnya literasi Lundayeh dalam kesempatan ini dilaksanakan launching buku karya Putra terbaik Dayak Lundayeh, Alm. Dr. Samuel Tipa Padan. Di mana buku tersebut membahas tentang modal alam dalam pembentukan daerah otonomi baru. Samuel meneliti bahwa kekayaan Alam Lundayeh khususnya di Krayan adalah modal besar bagi pembentukan DOB dan kemakmuran masyarakat Krayan. Hal itu secara sekilas di sampaikan oleh R. Masri Sareb Putra dalam pengantar. Masri adalah sahabat dan penerbit (LLD).
Pada akhirnya, semua melihat bahwa Dayak Lundayeh terus berada seiring perkembangan peradaban. Kini, suka atau tidak, sadar atau tidak, Lundayeh adalah kekuatan Indonesia dan dunia dengan segala kekayaannya.
Mengangkat tema: Lundayeh Bersatu, Lundayeh Bekerja dan Memberi Kebaikan. Tema tak ringan namun juga tak juga sulit sebab tekad dan komitmen masyarakat Dayak Lundayeh telah nampak dari meriahnya Aco Lundayeh tahun ini. Persatuan adalah pertama dan utama dalam membangun suatu kaum. Namun bersatu juga tak cukup semua harus bekerja untuk kebaikan semua. Tema segaris lurus dalam perwujudannya. Harapannya tema ini biar terus menggema dalam sanubari insan Lundayeh yang pada akhirnya berdampak bagi kebesaran Dayak Lundayeh.
Dalam konteks nasional, festival Aco Lundayeh merefleksikan eksistensi Indonesia yang beragam suku dan budaya.
Festival Aco Lundayeh ditutup dengan ibadah sebagai bentuk syukur kepada Allah atas anugerah-Nya kepada Dayak Lundayeh.
Kegiatan Festival Aco Lundayeh tak bisa dilepaskan dari peran besar Persekutuan Dayak Lundayeh (PDL). Yang hari ini dipimpin oleh Wakil Gubernur Kaltara, Dr. Yansen TP. Kepengurusan PDL juga telah mencakup wilayah nasional dan internasional.
Salam!
Buiii… Buiii… Buiii…
***