Budaya

Pesan Budaya Batik Malinau

Sabtu, 2 Juli 2022, 07:27 WIB
Dibaca 433
Pesan Budaya Batik Malinau
Batik malinau (Foto: dok. Pribadi)

Pepih Nugraha

Penulis senior

Dua kemeja lengan pendek yang saya kenakan dalam kesempatan berbeda ini berbahan kain batik. Batik malinau, persisnya.

Malinau adalah salah satu kabupaten di Provinsi Kalimantan Utara di mana etnis Dayak Lundayeh dominan. Wajar jika budaya luhur mereka tercermin dalam motif batik dengan ciri khas pewarnaannya yang berani, tegas, dan berkarakter ini.

Saya bangga mengenakan batik malinau, karena menurut mantan pacar, batik malinau yang saya kenakan ini membuat saya lebih ganteng dari biasanya (bisa aja kalau ada maunya).

Batik adalah pakaian kebanggaan bangsa Indonesia, ikon negeri khatulistiwa ini, meski negara tetangga Malaysia mengklaim batik sebagai miliknya (silakan ketawa), sampai-sampai untuk memantapkan klaim tersebut sejumlah pembatik Indonesia didatangkan ke Kualalumpur untuk menunjukkan kebolehannya. 

Tetapi dunia tidak buta. Mereka melihat. Melek. Batik itu ya Indonesia. Eh, kok jadi ngomongin negara tetangga.

Baik, kembali ke batik. Batik malinau.

Dalam berbagai kesempatan menyampaikan materi penulisan dan jurnalisme, baik daring maupun luring, juga dalam rapat terkait penulisan buku, selalu saya kenakan batik berbagai motif, dari berbagai daerah di Tanah Air. Seolah-olah menjadi ciri khas saya bahwa dengan mengenakan batik saya "sedang bekerja", padahal aslinya saya pensiunan.

Bagi saya, khususnya batik malinau, motif serta corak yang terkandung di dalamnya, yang tidak lepas dari alam pikiran masyarakat malinau, memberi pesan kedamaian sekaligus perdamaian kepada dunia luar. 

Alam malinau yang berhutan perawan menyimpan kedamaian itu sendiri. Motif tanaman, satwa, mitos, legenda adalah pesan yang disampaikan betapa kayanya malinau dengan keragaman budaya.

Pewarnaan yang berani, tegas dan menggoda mata itu masih menjadi misteri tersendiri, yang membuat decak kagum yang melihat, "kok bisa begitu, ya?"

Saya tidak ingin bercerita batik malinau yang berpotensi menjadi pengungkit ekonomi setempat bahkan secara luas provinsi paling bontot ini, sebab itu pasti, melainkan lebih kepada pesan budaya yang tersemat dalam batik malinau yang menjadi busana kebanggaan saya saat ini.

Adalah mantan bupati malinau dua periode Yansen TP dan istri, Ibu Ping Yansen yang rajin mempromosikan kekuatan serta kekhasan batik malinau dengan cara mengenakannya dalam berbagai kesempatan resmi, khususnya saat bersinggungan dengan orang-orang penting.

Pasangan ini seolah-olah kapstok berjalan dengan batik malinau melekat pada tubuh mereka. Dan, itu sangat efektif membuka mata siapapun yang melihatnya. Dari sini pulalah perlahan-lahan batik malinau dikenal dan kini menjadi ikon busana Kaltara

Ada tiga kemeja bermotif batik malinau yang belum saya rilis atau saya ceritakan. Tetapi mengawali pagi, cukuplah kamu menikmati dua kemaja yang saya kenakan ini.

Tetapi, mohon jangan terlalu lama memandang wajah saya, kamu bisa terhanyut, dan bahkan terjerembab ke sumur tanpa dasar.

Selamat pagi...

***