Wisata

Desa Wisata Itu Bernama Lumbis Pansiangan

Rabu, 2 Maret 2022, 07:09 WIB
Dibaca 783
Desa Wisata Itu Bernama Lumbis Pansiangan
Perjalanan sungai menuju Lumbis Pansiangan. (Dok pribadi)

Selama berada di Kalimantan Utara (Kaltara), saya memang sudah berkomitmen untuk ke semua kabupaten/kotanya. Dan alhamdulillah, sudah terwujud. Salah satu yang paling mengesankan adalah saat berkesempatan jalan-jalan ke Lumbis Pansiangan. Sebuah kecamatan di wilayah perbatasan Kabupaten Nunukan.

Saya pergi ke sana untuk meliput acara peresmian Desa Wisata di Kecamatan Lumbis Pansiangan oleh Pemkab Nunukan, pertengahan November 2021 lalu.

Kami berangkat bersama rombongan gubernur dan dinas pariwisata provinsi. Perjalanan di mulai dari Mensalong. Dari sana, kami naik perahu mesin (warga setempat menyebutnya long boat) dan melalui perjalanan sungai selama 3 jam. Ya 3 jam saudara-saudara! Mayoritas transportasi antar daerah di Kaltara memang menggunakan jalur air.

Dua jam pertama perjalanan, permukaan sungai cenderung tenang. Tapi makin ke hulu, ternyata banyak giramnya. Alhasil kami sudah seperti main arung jeram. Karena perahu mulai oleng ke kanan dan ke kiri melawan giram. Suara riuh rendah mesin perahu jadi penanda. Ketika menemui arus giram yang deras, kadang perahu mesin dimatikan. Dibiarkan perahu mengikuti arus giram, lalu digas kembali. Yang malah membuat saya parno, karena saya pikir perahu mati dan kami akan terbawa arus sungai.

Spot giramnya memang bikin naik turun sport jantung. Seperti menaiki roller coaster. Kencang, tenang lagi. Kencang, tenang lagi. Begitu seterusnya sampai ke tempat tujuan. Bagi teman-teman yang punya adrenalin tinggi sih itu pasti menyenangkan. Tapi buat saya, yang parnoan karena tidak bisa berenang, setiap melewati giram, saya merasa itu adalah hari terakhir. Karena saya pikir perahu akan terbalik dan kami semua akan hanyut di sungai tanpa ada yang menyelamatkan.

Selama perjalanan 3 jam itu, kita akan melihat keindahan alam Kaltara. Di sisi kanan-kiri sungai adalah hamparan hutan belantara yang lebat sekali. Yang dalam bayangan saya, malah terlintas film Warkop DKI yang edisi mereka terdampar di hutan lalu ditangkap masyarakat adat. Atau film Anacondas: The Hunt for the Blood Orchid yang mereka cari anggrek di pedalaman hutan Kalimantan. Selama 3 jam perjalanan itu juga membuat saya sempat berfantasi, bagaimana kalau beneran ada anaconda di bawah sungai yang kami lalui. Lalu dia muncul dan makan kepala kami satu-satu. Huaaaa.

Tapi Alhamdulillah, Allah memberkahi perjalanan kami. Dan kami sampai dengan selamat. Perahu meski oleng hebat, tidak sampai terbalik seperti pikiran saya.  

Akhirnya kami sampai di Kecamatan Lumbis Pansiangan. Ini adalah salah satu kecamatan di perbatasan Nunukan. Yang berbatasan sungai dengan daerah Pagalungan, Malaysia. Mayoritas desa di Kecamatan Lumbis Pansiangan berada di tepi tebing-tebing sungai yang kami lewati tadi. Meski di tepi sungai, perkampungannya cantik. Tidak kumuh. Rumah-rumahnya di cat warna-warni dan ada jembatan kayu panjang menghadap sungai.

Karena kami datang bersama rombongan gubernur, jadi ada tari-tarian sambutan. Malamnya, kami makan malam bersama yang disediakan masyarkat desa. Keesokan harinya, adalah acara seremonial peresmian desa wisata. Dan momen yang paling membahagiakan, saya bisa foto selfie akrab bersama Bu Laura, Bupati Nunukan hehe. 

  • Sejak datang ke Kaltara, saya memang baru tahu ada bupati perempuan muda keren di sini. Ini kan ikonik banget yaa. Sosok pemimpin perempuan muda kan jarang banget di Indonesia.
  • Karena dunia politik didominasi oleh laki-laki. Jadi menurut saya, Bupati Nunukan ini merepresentasikan dua hal. Perempuan dan pemuda. Nunukan harus bangga punya sosok seperti Bu Laura. Dan yang begini ini, harusnya bisa lebih terekspos ke dunia luar.Jadi referensi kepala daerah yang keren-keren itu ga mostly hanya di pulau Jawa. Selain Anies Baswedan, Ganjar Pranowo, dan Ridwan Kamil, kita juga punya, Laura Hafid. Hehe.

Sehabis acara seremoni desa wisata, rangkaian kegiatan dilanjutkan ke PLBN (Pos Lintas Batas Negara) Labang. PLBN ini menurut saya adalah salah satu prestasi pemerintahan Jokowi. Perhatian ke perbatasan mulai jadi prioritas. Setelah peninjauan dari PLBN Labang, di sore hari, kami bermain arung jeram di Sungai Lumbis. Dimana saya sempat terjebur giram dan terputar arus hidrolik sungai.

Pengalaman once in a lifetime yang tidak akan saya lupakan. Karena selama tenggelam beberapa detik itu, saya udah berpikir "apa saya akan mati di sini?" Tapi alhamdulillah, ternyata masih diberi kesempatan hidup oleh Allah. Dari situ lah saya merasa bahwa anugerah masih diberi umur itu, besar sekali dan patut disyukuri setiap detiknya. 

Minggu pagi, akhirnya kami bersiap pulang. Alam sana seperti sedih melepas kepergian kami, sehingga hujan turun dengan deras. Hujan belum sepenuhnya reda, tapi karena perahu sudah siap, kami tetap pergi. Hujan-hujanan. Kami sudah seperti refugees yang mencari suaka ke perbatasan. Perjalanan balik, yang seharusnya berasa lebih cepat. Ternyata sama saja. Ya 3 jam juga, tidak kurang, tidak lebih.

Kami memulai perjalanan darat dari Malinau pukul 4 sore. Dan melalui perjalanan darat selama kurang lebih 6 jam menuju Tanjung Selor, Bulungan. Dan sampai di Tanjung Selor, pukul 10 malam.

Pagi harinya, saya merasa badan remuk redam. Hidung sulit bernapas dan terasa mampet. Mungkin efek tenggelam dan mengngirup air sungai. Lalu kaki terasa keram dan kecengklok. Efek batuk-pileknya bahkan masih terasa sampai seminggu kemudian. Tapi tak masalah. Itu sebanding dengan pengalaman ke Lumbis Pansiangan yang eksotis dan menegangkan.

Suatu saat, ingin bisa kembali ke sana lagi. Bahkan, kalau memang akan menetap di Kaltara. Sepertinya bagus punya villa di Lumbis Pansiangan hehe. Jadi bisa healing kapan pun kalau lagi stress hidup di kota. Hehe. Mimpi saja dulu. . .

 Yuk bisa yuk, ke destinasi lain di Kaltara!

 --Khajjar RV--