Napak Tilas Perjalanan "Kisah Keluaran" Samuel Tipa Padan dan Keluarganya (1970)
Napak tilas Perjalanan Samuel Tipa Padan dan Keluarganya (1970) mulai jejak langkah pertama dari Malinanau - Ba' Binuang pada pukul 07.30 waktu setempat pada 6 April 2024.
Menempuh medan berat, dan topografi yang ekstrem, rombongan yang terdiri atas keluarga besar Samuel Tipa Padan (STP) menempuh waktu 8 jam dan 30 menit baru tiba di Batu Ruyud, Ba' Binuang, Krayan.
Namun, kelelahan dan kejenuhan di perjalanan terbayarkan manakala konvoi 10 mobil gardan telah menundukkan medan terberat. Yakni puncak bukit di atas sungai semamu yang selain terjan juga licin karena cuaca hujan.
Yansen pemimpin rombongan
Sebagai anak laki-laki tertua pasangan Tipa Padan dan Roeslin Betung, Yansen adalah pemimpin rombangan napak tilas 54 tahun perjalanan Tipa Padan membawa keluarga intinya pindah dari Krayan ke Malinau. Migrasi dari tempat terpencil ke kota, yang identik dengan fasilitas pendidikan yang lebih baik.
"Ayah selalu mencanagkan agar kami, anak-anaknya, sekolah setinggi-tingginya. Sebab dengan tahu banyak (pendidikan), kita bisa melakukan banyak hal yang baik," kenang Yansen pada inti pesan dari sang ayah tercinta.
Pada tahun 1970, Samuel Tipa Padan, seorang guru visioner yang berasal dari Krayan, memutuskan untuk merelokasi keluarganya ke Malinau, sebuah kota yang menawarkan lebih banyak peluang, khususnya di bidang pendidikan.
Keputusan penting itu diambil bukan tanpa pertimbangan berat, karena memindahkan keluarga dari tempat yang telah lama menjadi rumah mereka di Binuang menuju daerah yang baru tentu mengandung risiko dan tantangan.
Perjalanan darat yang mereka tempuh cukup melelahkan dan penuh dengan ketidakpastian. Dengan membawa Flora, anak bungsu yang baru berusia tiga bulan yang masih "merah", serta Yansen dan saudara-saudaranya.
Peristiwa "Keluaran dari Kayan" itu membawa segala yang bisa diangkut. Termasuk baban rotan yang menjadi simbol dari kehidupan yang akan mereka tinggalkan.
"Saya usia 10 tahun ketika itu. Yang saya bawa, ya memikul rotan itu," kenang Yansen.
Mereka bergerak perlahan, melintasi jalan-jalan berdebu dan berbatu, menyusuri jalan yang belum sempurna infrastrukturnya.
Lima hari berlalu, mereka akhirnya tiba di Tanjung Lapang, Malinau. Keluarga itu disambut dengan hangat oleh kerabat yang telah lebih dulu menetap di sana. Setelah menginap beberapa waktu, Samuel dan keluarganya kemudian menempati rumah dinas yang disediakan untuknya sebagai guru di sekolah dasar yang letaknya tak jauh dari gereja setempat. Di sini, di tanah baru, diharapkan semua anak-anaknya akan mendapatkan pendidikan yang lebih baik dan masa depan yang lebih cerah.
Perjalanan Kembali ke Krayan oleh Anak-Anak dan Cucu-cucu Samuel (2024)
Lima puluh empat tahun kemudian, di tanggal 6 April 2024, anak-anak dan cucu-cucu Samuel Tipa Padan memutuskan untuk melakukan perjalanan kembali (napak tilas) ke Krayan, tempat asal mula keluarga mereka. Perjalanan ini dilakukan dengan menggunakan jalur darat dari Malinau ke Bunuang, sebuah simbol penghormatan terhadap perjalanan yang pernah dilakukan oleh Samuel dan generasi sebelumnya.
Mereka memulai perjalanan dengan penuh semangat, ingin merasakan kembali rute yang pernah ditempuh oleh nenek moyang mereka. Kali ini, mereka membawa lebih sedikit barang fisik, namun lebih banyak kenangan dan cerita untuk dibagikan. Perjalanan mereka berlangsung selama empat hari, menunjukkan bahwa meskipun zaman telah berubah, tantangan dari jalur darat masih tetap ada.
Dimulai sejak SBY
Menurut Yansen, jalan darat yang memutus isolasi Krayan dari Malinau ini sudah dimulai sejak pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono. Maka kelirulah narasi yang dibangun, seolah-oleh jalan yang memakan banyak biaya ini baru dimulai tahun-tahun terakhir ini.
Apa yang kini berubah setelah 54 tahu? Banyak! Dua di antaranya adalah jalan tembus ini dan jembatan Semamu yang air sungai di bawahnya bisa ekstrem yang mengancam jika musim hujan.
Maka setibanya di Semamu (Long Seraban), rombongan konvoi 10 mobil sempar berhenti sejenak. Mereka disambut dengan suasana yang telah banyak berubah sejak Samuel pertama kali meninggalkan daerah itu. Meskipun infrastruktur telah berkembang dan kehidupan telah modern, esensi dari Krayan—kekuatan komunitas dan kekayaan budaya—masih terasa kuat.
Infrastruktur yang berkembang baik adalah adanya jembatan di Semamu. Jembatan adalah sumbol penghubung antar-wilayah.
Meski demikian, jalan menanjak di Semamu yang tinggi, dan karena cuaca hujan, membuat rombongan yang konvoi dengan 10 mobil --semuanya diuble gardan-- sempat menunggu 4 jam. Untuk kemudian ditarik oleh Exavator untuk sampai di puncak bukit.
Perjalanan dari Malinau - Batu Ruyud (Binuang) ditempuh dari pukul 07.30 (tanggal 6) baru tiba subuh pukuk 04.00 (hari berikutnya).
Suatu perjalanan napak tilas yang bukan-biasa.
Perjalanan ini bukan hanya sebuah pengulangan sejarah, melainkan sebuah penghormatan terhadap keberanian dan visi Samuel yang memilih untuk maju demi kesejahteraan generasi mendatang. Kini, anak-anak dan cucu-cucunya kembali ke akar mereka, mengisi kembali kenangan lama dengan pengalaman baru, menghubungkan masa lalu dengan masa depan, dan terus menjaga warisan Samuel Tipa Padan.
Perjalanan puang kembali lebih mudah
Perjalanan pulang kembali rombongan napak tilas 54 tahun Samuel Tipa Pada dan keluarganya dari Ba' Binuang - Malinau, sesungguhnya adalah rute perjalanan 5 hari 54 tahun silam.
Banyak jalan darat yang asli telah berpintas, naik turun gunung dan ngarai ang dahulu landai kini cukup tegak lurus, serta banyak ruas jalan lama telah dipotong.
Karena cuaca cerah, sementara jalan kering, maka perjalanan pulang rombongan napak tilas dilalui penuh berkat Tuhan. Di banyak tempat yang indah dan strategis, karena semua tempat adalah indah, rombongan berhenti untuk mengabadikan keindahan dan nuansa alam. Tidak sedikit yang mrencanakan menjadikan hasil jepretannya konten media. Ada pula yang selfie.
Di bawah jembatan Semamu, rombongan makan siang dengan lahap.
Kemudian mereka meneruskan perjalanan kembali ke Malinau. Tetap singgah di mana suka. Sembari sesekali, Yansen yang menyetir sendiri mobil, mendinginkan mesin sejenak, kemudian jalan lagi.
Suatu perjalanan napak tilas yang penuh arti. Bukan sekadar nostalgia. Lebih dari itu! Semua anggota keluarga besar STP masuk, dan menyelami, spirit "kisah keluaran" Samuel Tipa Padan dari dusun terpencil Krayan ke kota untuk meraih pendidikan setinggi-tingginya.