Wisata

Jelajah Kaltara [15] Ke Tanjung Selor, Jangan Lupa Ngopi di Warkop "Ria"

Senin, 14 Juni 2021, 04:35 WIB
Dibaca 938
Jelajah Kaltara [15] Ke Tanjung Selor, Jangan Lupa Ngopi di Warkop "Ria"
Aliong dan saya (Foto: dok. Pribadi)

Pepih Nugraha

Penulis senior

Seorang pria oriental dengan cekatan melayani permintaan tamunya di sebuah warung kopi. Ia selalu bertanya kopi apa yang dipesan para tamunya.

"Di sini rata-rata orang pesan kopi susu, itu yang paling top," katanya pada awal Juni 2021 saat kami untuk pertama kali mengunjungi warung kopi "Ria" yang terletak di Jalan Meranti, Tanjung Selor.

Tanjung Selor adalah kota yang menjadi ibukota Provinsi Kaltara maupun Kabupaten Bulungan. Sebuah tempat yang dipilih menjadi ibukota provinsi baru hasil pemekaran Provinsi Kaltim setelah menyisihkan Kota Tarakan.

Sebagaimana di kota lainnya, kopi menjadi primadona utama baik dijual di warkop berkipas angin maupun cafe berpendingin udara. Sama-sama kopi, tetap rupanya tempat dan namalah yang menjadikan kopi berkasta-kasta. 

Tetapi, Aliong si pemilik warkop, lebih suka menyebut warkopnya sebagai warung kopi saja dan tidak harus ber-AC. Ia tidak ingin menaikkan kasta kopi yang dijualnya dengan menyebut warungnya sebagai "cafe".

Aliong adalah pria Tionghoa yang energik dan ramah. Ia pemilik sekaligus pelayan bagi para tamunya, meski punya dua asisten yang siap mengantarkan seduhan kopi dan penganan ke meja-meja. Bakpao isi telur asin dan bakpia kacang merah merupakan penganan favorit yang cepat habis dibeli pelanggan.

Pria bertubuh besar ini bukan tipe "juragan" atau "kasir" yang hanya berurusan dengan pelanggan saat membayar, tetapi lebih sering bertindak sebagai bartender. Tidak jarang ia menghampiri meja tamunya sekadar menyapa. Warkop "Ria" buka pagi hari sampai pukul 13.00 WITA, setelah itu tutup.

"Saya pesan kopi susu, tapi Koko yang racik, ya," kata seorang tamu mengajukan permintaan. Dengan spontan Aliong pun membalas, "Ahaaa... siyappp!"

Kepada para tamunya, ia selalu menyapa dan bahkan membuka percakapan. Seperti saat kami "menghilang" dari Tanjung Selor karena harus bertualang ke Sebatik di Kabupaten Nunukan dan kembali ke warkop "Ria", Aliong bertanya, "Darimana saja bapak-bapak ini, baru kelihatan lagi?"

Ketika kami mengungkapkan bahwa selama tiga hari berada di Sebatik dan Nunukan, Aliong kemudian menyebut sebuah tempat di Kabupaten Malinau yang "wajib" dikunjungi. "Nunukan tidak ada apa-apanya, Bapak-bapak harus ke Pujungan," katanya. "Di sana ada banyak riam yang bagus."

Selain air terjun atau riam yang disebutnya, Aliong juga menceritakan bahwa ikan di sungai sangat berlimpah dan mudah ditangkap. "Bahkan untuk menangkap rusa hutan pun tidak sulit," katanya.

Begitulah cara Aliong melayani tamunya, bukan sekadar meracik kopi lalu menyorongkannya kepada pelanggan, tetapi dengan cara bercakap-cakap.

Sebuah papan nama legendaris bertuliskan "Warung Kopi Ria" terpajang di dinding cafe yang menurut Aliong dibuat 40 tahun lalu, persisnya tahun 1979.

Aliong mewarisi bisnis kopinya dari sang kakek bernama Ng Takeng yang datang untuk pertama kalinya di Tanjung Selor tahun 1901. Tentu saja tahun ini mengingatkan pada tahun kelahiran Soekarno, proklamator sekaligus Presiden RI pertama itu, meski tidak ada hubungannya sama sekali.

Saat "terdampar" di Tanjung Selor, Ng Takeng kemudian bekerja di Kerajaan Bulungan, menjadi pembantu Sultan dengan tugas melakukan apa saja, sesuai kemauan Sultan.

Menurut Aliong, di saat tidak sedang bertugas melayani Sultan, kakeknya itu mulai membuka kedai kopi kecil-kecilan di pinggir sungai Kayan di Tanjung Palas. Tidak disangka, kedai kopinya disukai banyak warga saat itu, baik pendatang maupun penduduk asli.

Dari hasil bisnis warkopnya itu Ng Takeng membeli beberapa lahan yang cukup luas di tempat yang kini menjadi kota Tanjung Selor itu, termasuk lokasi warkop "Ria" di jalan Meranti. "Ini dulunya tanah kakek juga, kakek saya kan tuan tanah juga hahaha..." tawa Aliong.

Sebelumnya, warkop "Ria" berada di samping kelenteng Toa Fe Kong yang menghadap Sungai Kayan, tetapi saat pandemi mulai menyerang Februari 2020, warkop itu kemudian ditutup dan baru buka lagi bulan September 2021 di lokasi baru.

"Di sini saya membuat warung kopi lebih terbuka," kata Aliong yang mengaku ilhamnya ia peroleh saat melihat warkop serupa di Sarawak, Malaysia. 

Jadi bagi penyuka kopi di seluruh dunia, jangan pernah bilang pernah ke Tanjung Selor kalau belum ngopi di warkop milik Aliong ini. 

Swearrr....

***