Wisata

Tan Ek Tjoan, Roti Legendaris Bogor

Sabtu, 6 Maret 2021, 14:15 WIB
Dibaca 1.098
Tan Ek Tjoan, Roti Legendaris Bogor
roti klasik produksi tan ek tjoan

Pas mau berangkat ngantor, liat tukang roti nongkrong dekat masjid di seputaran stasiun kereta Cilebut. Bukan sembarang roti, tapi Tan Ek Tjoan, roti legendaris Bogor. Segera saya beli roti gambangnya, cemilan favorit masa kecil saya.

TAN EK TJOAN adalah salah satu merek roti paling tua di Indonesia. Pendirinya, adalah pemuda keturunan Tionghoa bernama; Tan Ek Tjoan. Usaha ini dirintis sejak 1921 di kawasan Surya Kencana, Bogor. Dengan cepat merk roti ini populer di Jakarta dan Bogor. Andalannya adalah roti bertekstur keras; Roti Gambang.

Di Bogor, dulu banyak tinggal orang-orang Belanda. Usaha roti jadi dapat berkembang cepat. Tahun 1953 Tan Ek Tjoan sudah buka cabang di Jakarta. Banyak orang Belanda berpendapat bahwa roti Tan Ek Tjoan adalah satu-satunya toko roti yang rasanya bisa disandingkan dengan bakery di negerinya.

Sebenarnya tahun 1950, Tan Ek Tjoan meninggal dunia. Justru saat istrinya meneruskan usaha itu, toko rotinya berkembang pesat. Phoa, istrinya juga yang memutruskan melebarkan sayap bisnisnya ke Jakarta. Daerah Cikini, kawasan elite yang dihuni banyak orang Belanda, jadi pilihan.

Phoa Lin meninggal dunia pada 1958. Tan Bok Nio dan seorang anak laki-laki bernama Kim Tamara alias Tan Kim Thay, kedua anaknya dari pernikahan dengan Tan Ek Tjoan, mewarisi bisnis keluarga. Tan Kim Thay memegang cabang Jakarta, Tan Bok Nio memegang Bogor. (sumber: Historia.id)

Tan Kim Thay atau biasa dipanggil Kim adalah pengusaha yang brilyan. DI tangannya Tan ek Tjoan terus berkibar. Sayang kemudian toko roti legendaris ini sempat nyaris bangkrut - atau mungkin bisa dikatakan bertahan bagaikan kerapu tumbuh di batu. Pasalnya Kim Menikah dengan seorang gadis Belanda bernama Elisabeth Tamara. Dari perkawinan ini, Kim memperoleh dua anak: Robert dan Alexandra Salinah Tamara. Karena tumbuh di Negeri Belanda, anak-anak Kim tak berminat meneruskan bisnis roti keluarga.

Kim wafat 2007, dan Tan Ek Tjoan pun nyaris mati. Tahun 2010, Alexandra meminta teman sepermainan masa kecilnya, Josey R. Darwin dan Kennedy Sutandi, untuk mengurus Toko Roti Itu.

Josey kemudian pontang-panting berusaha mengembalikan kejayaan roti Tan Ek Tjoan. Dengan masih mengandalkan gerobak sebagai ujung tombak penjualan, pelanggannya sekarang kebanyakan berasal dari kalangan menengah ke bawah. Mesin-mesin di pabrik Tan Ek Tjoan juga sudah uzur, sehingga produksinya hanya sekitar 9000an roti per hari.
Josey bercerita, meski produksi roti kalah jauh dari perusahaan roti modern, masih ada pelanggan yang setia pada roti Tan Ek Tjoan. Ia bahkan pernah kena omel karena mengubah resep roti gambang. Roti yang terbuat dari gula aren ini identik dengan tekstur kerasnya. Pelanggan itu marah karena Josey justru membuat roti gambang jadi lebih empuk. (news.detik.com)

Josey tetap berusaha mempertahankan rasa dan resep asli Tan Ek Tjoan sebisanya. Terkadang takaran memang terpaksa diubah agar perbandingan harga jual dan biaya produksi tidak jomplang. Rasa diusahakan setepat mungkin dengan Tan Ek Tjoan di masa jayanya.
Walau sekarang hanya hidup di kalangan menengah ke bawah, tapi toh Tan Ek Tjoan adalah sebuah produk yang terlanjur punya nama dalam kenangan banyak orang. Seperti saya yang pernah mencicipi Tan Ek Tjoan di masa kecil, dan masih menganggap rasa Roti gambang Tan Ek Tjoan sebagai standar rasa roti gambang.

Entah sampai kapan Roti Legendaris ini bisa bertahan. Kalau Pabrik Roti ini bangkrut, jangan jangan anak-anak kita nanti tak tau rasa roti gambang yang sebenar-benarnya...

***