Sosok

Tenunan Cantik Susi Susanti

Sabtu, 9 Juli 2022, 12:25 WIB
Dibaca 933
Tenunan Cantik Susi Susanti
Susi Susanti: Love All (Sim F, 2019)

“Susi Susanti Love All” (Sim F, 2019) adalah biopik tentang atlet legenda bulutangkis Susi Susanti, peraih medali emas di Olimpiade Musim Panas 1992 Barcelona. Film ini mulai tayang di bioskop pada 24 Oktober 2019, dan kemudian ditayangkan di Disney+ Hotstar mulai 1 Januari 2021.

 “Susi Susanti Love All” sukses menenun isu dunia olahraga, politik, nasionalisme, patriotisme, dan rasisme secara rapi, lembut, tapi kuat menohok. Ada pula jelujuran kisah cinta, yang tidak hanya tempelan, tetapi terkait erat dengan isu-isu tadi. Sungguh solid untuk sebuah karya debut.

 Tidak seperti “Bebas” yang melipir menghindari pembicaraan isu politik lebih jauh, film ini melenggang dengan luwes memperbincangkan aneka isu di atas dan mengemasnya jadi adukan emosi yang membuat kita terayun-ayun: tegang, haru, geram, jenaka, bangga, tercekat, tertegun.

 Kalau sekadar film olahraga, barangkali film ini akan berpuncak pada kemenangan di Barcelona yang melahirkan "pengantin Olimpiade" itu. Namun, kita masih disuguhi kisah hidup Susi hingga memasuki era Reformasi dan, dengan begitu, mendapatkan paparan lebih lengkap tentang sebagian wajah negeri ini: betapa rasis kita memperlakukan minoritas yang menjadi korban konflik politik masa lalu.

 Dan, ketika film usai, kita jadi tercenung: Setelah Reformasi berlangsung dua dekade lebih, apa yang sudah berubah?

 Sinematografi dan tata artistik film ini amat memikat. Latar 80-an dan 90-an tampil detail dan hidup. Adegan saat Susi remaja diantar ayahnya di kantor PB Jaya Raya, misalnya, dipotret dari aula latihan yang sedang sepi sehingga kantor yang benderang dan berada di lantai dua itu terlihat seperti kokpit pesawat ruang angkasa: Susi bersiap menjelajahi petualangan ke wilayah yang menembus batas-batas terjauh impiannya.

 Atau, seperti dicatat Cinemalinea @cinemalinea dalam cuitannya di Twitter pada 18 April 2022, simaklah “rangkaian shot ketika Susi melupakan kalung salib ibunya sebagai jimat bertanding. Kemudian ia menemukan pengganti jimat tersebut di lapangan. Sim F cerdik, ia membuat garis lapangan sebagai simbol salib.”

Para pemain tampil menawan. Laura Basuki lebur sebagai Susi Susanti, sebuah penampilan yang layak diganjar dengan Piala Citra. Dayu Wijanto dan Izsur Muchtar amat mengesankan sebagai orangtua Susi. Layar terasa hangat tiap kali mereka muncul. Bahkan Delon, yang acakadut dalam "Vina Bilang Cinta", dan meskipun di sini hanya muncul sekilas, toh tidak terkesan cuma numpang lewat. Ia kebagian mengucapkan sebuah kalimat gugatan pedas.

Ini film penting dan layak ditonton ramai-ramai untuk merayakan Hari Kemerdekaan atau hari-hari ketika kita perlu mengingat kembali soal nasionalisme. Salah satu film Indonesia terbaik dalam satu dekade terakhir!

***