Sastra

Lepas dari Permainan Ular Naga| Puisi Masri Sareb Putra

Selasa, 27 September 2022, 14:58 WIB
Dibaca 579
Lepas dari Permainan Ular Naga| Puisi Masri Sareb Putra
Permainan anak kampung. Ide Ilustrasi Masri/divisualkan oleh Bonjon,

Seorang bocah bertelanjang dada dan kaki memisahkan diri dari permainan ular naga yang sedang mengepung mangsanya.

"Ular naga panjangnya bukan kepalang/ Menjalar-jalar selalu kian kemari/ Umpan yang lezat itulah yang dicari/ Ini dianya yang terbelakang...."

Karena badannya mungil mudah saja ia melepaskan diri dari sergapan sang naga yang panjangnya bukan alang kepalang. Ia pun berlari setelah lepas dari mulut naga ke arah sawah yang pematangnya baru dibikin petani di kampung itu dengan cangkul bermerek Crocodile.

 “Lepas. Lolos aku,” katanya dalam hati. “Hore......!”
Sembari mengejar layang-layang. Sorot matanya melihat lurus ke muka. Ke arah sasaran yang ada di kepalanya. Tiba-tiba kakinya yang tidak dialasi apa-apa menginjak tai kebo. Sekejap ia rasakan hangat. Nyaman juga di antara kubangan lumpur yang didinginkan oleh air.

Tak ada layang-layang putus. Yang ia lihat melayang-layang di atas angkasa adalah pikirannya! Si bocah terus berlari mengejarnya. Ia harus mendapatkan layang-layang itu. Kalau dapat, akan ia serahkan kepada emaknya untuk membeli sekaset belacan untuk bikin sambal kesukaan ayahnya.

Sepanjang pengejaran layang layang bayang bayang itu si bocah sudah tiga kali merasa kakinya menginjak bongkahan yang terasa panas. Ia menikmatinya sebagai kenikmatan. Ngeri ngeri sedap. Ada gatal-gatalnya sedikit.

Seminggu kemudian. Badannya panas. Emaknya yang tidak berhasil dibawakannya layang-layang serta bapanya yang tidak jadi makan sambal belacan membawanya ke Mantri.

“Ada apa dengan anak ini?” Mantri bertanya.

“Panas badannya selepas seminggu lalu mengejar layang-layang putus di pematang sawah!” emaknya menjawab.

“Mungkin setan alas di ujung sawah penunggu pohon beringin marah!” sela bapanya.

“Ada kebo dilepas di sana?”

“Banyaaak!’ serempak ayah ibu anak itu menjawab.

Mantri, “O...........................!”

Mantri kesehatan kampung itu memberinya obat setelah berkata “O...........................!”

“Ini obat penurun panas. Makan 3 kali sehari!”

Ayah ibu dan anak menerimanya. Mereka pamit. Tapi lupa mengucapkan terima kasih.

Sampai di rumah, obat itu diminum. 3 sekaligus. Pikir mereka: sekali minum 3 butir. Dan anehnya, tidak sampai subuh, anak itu: sembuh!

“Setan alas penunggu pohon beringin itu takut sama obat Pak Mantri!” kata sang ayah.

“Benar katamu!” timpal si ibu.

Setelah berkata “O...........................!” Sang Mantri tahu obat mustajab bagi sang bocah adalah Diazepam. Penangkal racun bakteri Clostridium tetani yang mengakibatkan badan demam dan kejang-kejang.

Kaki si bocah yang ada sedikit luka di tapaknya menginjak tahi kebo. Untung ada Mantri kampung mengusir setan alas yang masuk kakinya, lewat luka.

Jangkang, September 2022