Sastra

CERPEN| Prek dengan Teori! Yang Penting: Menyentuh

Minggu, 18 April 2021, 22:46 WIB
Dibaca 3.935
CERPEN|  Prek dengan Teori! Yang Penting: Menyentuh
Semoga Anda menang!

Apakah yang dimaksudkan dengan cerita pendek (cerpen)?

Banyak definisi tentangnya. Namun, semua sepakat bahwa: cerpen habis dibaca sekali duduk, pelaku cerita tidak banyak (kadang tunggal), frame-time (kerangka waktu) setting peristiwanya tidak loncat terlalu jauh dan berkali-kali,  dan kisahannya tidak kompleks.

Namun, rasa-rasanya tidak ada yang tidak bersetuju dengan Edgar Allan Poe. Cerpenis hebat dunia itu menyatakan cerpen sebagai "a prose tales and could be read in a single sitting” (kisahan prosa yang dibaca dalam tempo sekali duduk).

Rata-rata orang sanggup duduk manis maksimal 15 menit. Sedemikian rupa, sehingga “sekali duduk” setara dengan membaca 3-5 halaman.

Dengan kata lain, apabila satu halaman terdiri atas rata-rata 335 kata maka panjang sebuah cerpen antara 900 - 1.600 kata. Panjang cerpen ini hampir sama seperti yang ditulis Wikipedia bahwa cerpen “…no longer than 20,000 words and no shorter than 1,000.”

Menurut Edgar Allan Poe: cerpen habis dibaca sekali duduk.

Prek dengan semua teori menulis cerpen! Jika Anda mau menulis cerpen, ya mulai saja!

Cerpen memiliki beberapa elemen formal yang tidak sama dengan novel. Tantangan bagi penulis cerita pendek ialah bagaimana mengembangkan unsur-unsur utama fiksi (karakter, alur, tema, sudut pandang, dan sebagainya) dengan bahasa singkat dan bernas.
Menurut sebuah situs http://www.shortstoryarchive.com/stories_index.html, terdapat banyak genre cerpen, antara lain:

Animal stories (cerita binatang)
Children’s stories (cerita anak)
Crime stories (cerita criminal)
Fables stories (cerita fabel)
Fairy stories (dongeng)
Fishing stories (cerita tentang ikan)
Funny stories (cerita lucu)
Ghost stories (cerita hantu)
Horror stories (cerita horror)
Humorous stories (cerita humor)
Love stories (cerita/kisah cinta)
Mythological stories (cerita mitologi)
Native stories (cerita rakyat)
Old age stories (cerita zaman dulu)
Romance stories (cerita roman)
Sad stories (cerita sedih)
Sentimental stories (cerita sentimental)
Sport stories (cerita sport)
True stories (kisah sejati)
Vampire stories (cerita vampire)
War stories (cerita perang)

Sebagai pengetahuan, baiklah dikenal hal yang berikut ini.

13 Elemen dalam Cerita
Sastra juga ada elemen-elemennya, yakni isi atau komprehensi yang mencirikan apakah suatu karya tulis mengandung nilai sastra atau tidak. Karya sastra terbentuk oleh struktur yang solid, termasuk harmonisasi antarhubungan semua elemennya dalam bangun sebuah cerita. Ibarat bangunan, masing-masing elemen saling mendukung membentuk cerita sebagai satu kesatuan.
Dalam karya sastra, elemen-elemen tersebut ialah
1. Plot (alur)
Semua karya fiksi mengandung konflik, dipresentasikan dalam bentuk terstruktur yang disebut plot. Sedemikian penting plot dalam cerita sebab plot merupakan aransemen ide-ide atau peristiwa yang memberikan cita rasa keindahan pada cerita. Di dalam plot, terdapat kausalitas, yakni munculnya suatu peristiwa sebagai akibat dari sebab peristiwa yang lain. Plot ialah apa yang terjadi dan bagaimana hal itu terjadi dalam bentuk naratif.


Plot haruslah dibangun sedemikian rupa, sehingga peristiwa satu dengan peristiwa lain terjalin indah dan sambung menyambung. Di sinilah pentingnya logika, yakni terampil merangkai dan menghubungkan peristiwa satu dengan yang lain. Bukan sekadar jejeran peristiwa, namun juga di dalamnya terkandung elemen-elemen sastra. Terdapat empat teknik plotting:

2. Ketegangan (suspense, excitement atau tension)
3. Foreshadowing (latar depan)
Memberikan gambaran ke depan mengenai apa yang akan terjadi, meski secara samar.
4. Flashback (sorot belakang), menginterupsi kejadian sekuens normal yang mengisahkan mengenai apa yang terjadi di masa lampau.
Akhir yang mengejutkan (surprise ending), yakni konklusi yang tidak disangka-sanga oleh pembaca. Plot yang baik ialah yang bagian akhirnya terkandung surprise ending.

5. Exposition (eksposisi)
Eksposisi ialah pengantar cerita yang memberikan setting. Setting menunjuk pada waktu atau tempat peristiwa. Setting menyediakan konteks kultural dan historikal bagi karakter. Kerap berupa pernyataan simbolik emosional dari karakter. Eksposisi juga berfungsi menciptakan tone/mood, memaparkan karakter, dan menyajikan fakta lain yang penting untuk memahami cerita.
6. Inciting Force (daya yang memicu)
Peristiwa, atau karakter, yang memicu konflik. Pelatuk untuk membuat cerita menjadi seru.
7. Conflict (konflik)
Konflik ialah esensi dari karya fiksi. Mengapa? Sebab, konflik menciptakan plot. Sebuah cerita yang baik, pasti mengandung konflik. Segala sesuatu ada proses, lika liku, duka, perjuangan, bahkan pengorbanan. Lewat konflik inilah hikmah (message) suatu peristiwa dapat dipetik. Orang jangan hanya melihat hasil akhir, atau kesuksesan, tanpa melihat prosesnya. Dan proses itu terjalin dalam konflik.
Konflik biasanya terdiri atas empat macam:
Man versus…Man (manusia lawan manusia)
Man versus… Nature (manusia lawan alam)
Man versus… Society, (manusia lawan masyarakat)
Man versus… Self (manusia lawan diri sendiri)

8. Suspense (ketegangan)
Yaitu rasa tegang (sense of worry) yang dimunculkan pengarang sehubungan dengan apa yang akan terjadi dan siapa melakukan apa. Biasanya, suspense ini muncul ketika cerita semakin meninggi.
9. Rising Action (aksi meninggi)
Rangkaian peristiwa atau kejadian yang dibangun dari konflik. Dimulai dengan daya pemicu dan berakhir dengan klimaks.
10. Crisis (krisis)
Konflik akan sampai pada titik balik (turning point). Pada titik balik ini, kekuatan lawan dari cerita bertemu dengan konflik menjadi sangat intensif. Krisis ini dapat muncul sebelum atau bersamaan waktunya sebagai klimaks.

11. Climax (klimaks)
Klimaks ialah hasil atau puncak dari krisis. Klimaks adalah puncak dari cerita. Biasanya, menjadi pusat perhatian pembaca yang sangat menggugah emosi. Jika pembaca adalah orang yang “pintar”, ia dapat menebak klimaks dari konflik yang sudah dibangun.

12. Falling Action (aksi menurun)
Peristiwa, atau kejadian, sesudah klimaks yang paling dekat dengan cerita disebut ‘aksi menurun’.
13. Resolution/ dénouement (peleraian)
Simpulan, atau titik dari aksi. Bagian struktur alur sesudah mencapai klimaks yang menunjukkan perkembangan lakuan ke arah penyelesaian.

***

Prek dengan semua teori menulis cerpen di atas!

Pabila Anda mau menulis cerpen, ya mulai saja! Jika terpaku pada teori, cerpen Anda gak akan jadi-jadi. Namun, utuk sederhananya, sebuah cerita pendek kadang hanya menampilkan sekitar empat hal yang berikut:

1. Penampilan (appearance). Memberikan pembaca Anda pemahaman visual karakter.

2. Tindakan (action). Tunjukkan pada pembaca orang macam apa karakter Anda, dengan menjelaskan tindakan bukan sekadar daftar kata sifat.

3. Ucapan (Speech). Ucapan dari sang pelaku cerita. Untuk mengembangkan karakter, sedemikian rupa, sehingga pembaca ingat ucapan pelaku kisah itu.

4. Pemikiran (thought). Membawa pembaca ke pikiran karakter cerita Anda bangun. Untuk menunjukkan karakter yang kuat, yang diingat; dapat dalam deskripsi ketakutan, harapan, dan sebagainya.

Gampang, kan, menulis cerpen? Karena itu, mulailah!

Sekarang juga!

***