Misteri Manusia Ikat Kepala Merah
Pada tahun 2018 saya meneliti Budaya Dayak Dalam Novel Sejarah Ngayau Misteri Manusia Kepala Merah. Alasan saya meneliti novel Ngayau Misteri Manusia Kepala Merah karya R.Masri Sareb Putra sebagai objek penelitian adalah sebagai berikut. Pertama, judul novel Ngayau Misteri Manusia Kepala Merah bisa memotivasi bagi pembaca agar mau mempelajari sejarah kebudayaan Dayak. Kedua, novel Ngayau Misteri Manusia Kepala Merah karya R.Masri Sareb Putra dilatarbelakangi oleh budaya ngayau dan evolusinya dari masa ke masa, dari zaman baheula, kerusuhan sosial 1967 yang melibatkan Dayak vs Tionghoa karena adanya provokasi. Ketiga novel Ngayau Misteri Manusia Kepala Merah, juga memberikan pelajaran sejarah kepada pembaca mengenai kondisi sosial masyarakat dayak yang ada di Kalimantan Barat. Keempat, dari segi kualitas pengarang R.Masri Sareb Putra merupakan penulis yang sudah terkenal, beliau tercatat sebagai salah satu tokoh Dayak kategori penulis yang telah menerbitkan 58 buku. R. Masri Sareb Putra oleh kritikus sastra Korrie Layun Rampan dicatat sebagai salah satu pendukung sastra Indonesia dalam Leksikon Susastra Indonesia.
Novel Ngayau Misteri Manusia Kepala Merah adalah sebuah novel yang berisi cerita fiksi sejarah dengan berlatar belakang Budaya Dayak, perjalanan dari ribuan waktu di masa lalu ke masa depan. Walaupun berupa novel tapi menceritakan kejadian-kejadian yang merupakan tradisi lisan dan sejarah suku Bangsa Dayak di Kalimantan secara umum dan Kalimantan Barat secara khusus. Sangat penting bagi generasi muda mengenali terlebih dahulu budaya lokal Kalimantan Barat, dengan mengenal dan melestarikan kebudayaan lokal dapat membuat suatu perubahan yang baru di lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat yang akan sangat berguna untuk negara, jika generasi muda dapat melestarikan kebudayaan lokal dan memperbaikinya menuju ke arah yang lebih baik dan positif.
Novel Ngayau merupakan sebagian kecil dari karya sastra yang berlatarkan sebuah realita sosial yang ada di Kalimantan Barat pada suatu zaman, kenyataan dalam interaksi masyarakat dan manusia tidak banyak diungkapkan oleh pemerintah. Pada ranah pendidikan, terutama pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia di sekolah, sangat penting sekali mempelajari kebudayaan masyarakat di Kalimantan Barat melalui kajian karya sastra novel sejarah Ngayau Misteri Manusia Kepala Merah. Pembelajaran sastra dapat membangkitkan keindahan, kepekaan, interaksi, bahkan sampai cara pandang hidup serta kondisi sosial yang ada di dalam masyarakat. Dengan melakukan penelitian ini, saya berharap analisis budaya dayak dalam novel sejarah Ngayau Misteri Manusia Kepala Merah bisa dijadikan pelajaran dalam kehidupan, baik dalam lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat sehingga setiap orang dapat mengenal aktualisasi dan transformasi budaya dayak sesuai dengan perubahan zaman.
Pendekatan yang saya gunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan sosiologi sastra. Menurut Damono (1978:6) memberikan definisi sosiologi sastra sebagai telaah yang objektif dan ilmiah tentang manusia dalam masyarakat. Sosiologi sastra berhubungan dengan masyarakat dalam menciptakan karya sastra tentunya tak lepas dari pengaruh budaya tempat karya sastra dilahirkan. Teknik yang digunakan dalam menganalisis data adalah teknik analisis deskriptif, yaitu dengan mendeskripsikan data mengenai budaya dayak yang berkaitan dengan kepercayaan, adat istiadat dan mesianisme dalam masyarakat dayak.
Berkaitan dengan kepercayaan masyarakat dayak yang sudah diperoleh dalam novel Ngayau Misteri Manusia Kepala Merah menggambarkan sistem kepercayaan dalam masyarakat Dayak pada masa di mana masyarakat Dayak masih mempercayai roh-roh seperti sangiang nayu-nayu (roh baik) dan Taloh-kambe (roh jahat), kekuatan gaib atau mistis serta kepercayaan yang telah dihayati secara turun temurun. Masyarakat dayak percaya pada roh-roh dan tanda-tanda alam sehingga melestarikan alam adalah hal yang mutlak harus dilakukan oleh setiap orang dayak dimasa lampau, sekarang dan dimasa yang akan datang.
Berkaitan dengan adat istiadat dan tradisi seperti “Ngayau” yang pernah terjadi dalam masyarakat Dayak adalah merupakan sejarah kelam manusia Dayak yang perlu diketahui oleh generasi penerus Dayak karena telah banyak memakan korban bahkan sesama manusia Dayak itu sendiri yang sebetulnya sudah dilarang sejak perjanjian damai di Tumbang Anoi pada tahun 1894, namun seiring perkembangan zaman dari waktu ke waktu budaya “ngayau” telah mengalami evolusi yang pada intinya bagaimana manusia Dayak menjaga eksistensi klan, bagaimana mempertahankan diri dari serangan luar dalam berbagai bentuk termasuk perlakuan yang kurang adil oleh penguasa, politik adu domba serta bagaimana menjaga keseimbangan sosial dan ekosistem.
Berkaitan dengan mesianisme, tokoh-tokoh masa lalu seperti Macatn Gaikng, Panglima Burung, Damakng Bunso, Domia, Eunomia Mae Kola Jora, Putri Dara Juanti adalah sosok yang sangat dinanti oleh masyarakat Dayak untuk menyelamatkan manusia Dayak dari ketertinggalan. Sedangkan tokoh Mesianisme bagi masyarakat Dayak yang sangat dinanti di era sekarang sudah mulai muncul seperti Eunomia Mae Kola Jora, Agustinus Teras Narang, Alue Dohong, Masri Sareb Putra, Emilius Pangalajo Sudirjo, Paulus Florus, Alexius Akim, Adrianus Asia Sidot,Munaldus, Masiun, Mecer, Mgr. Agustinus Agus,Pr, Daud Cino Jordan,Yansen Tipa Padan, pendiri-pendiri CU,aktivis lingkungan hidup dan masih banyak tokoh Dayak lainnya yang tampil sebagai “mesiah(s)” bagi etnik Dayak dari berbagai bidang.