Riset

The History of Dayak (2)

Kamis, 14 Januari 2021, 09:35 WIB
Dibaca 1.616
The History of Dayak (2)
dokpri

Michael Grant dalam "Greek and Roman Historians" (Routledge, 1995: 94) sambil mengutip pendapat Wilhelm Bauer,  mencatat bahwa sejarah sosial tidak berdiri sendiri.

Ketika sejarah belum ditulis, sulit untuk membedakan antara fakta dan bukan-fakta.

Akan tetapi, tatkala sejarah telah ditulis, ia fakta-sejarah. Memenuhi takdirnya, seperti dikemukakan Marcus Tullius Cicero (106-43 s.M.). Sejarah (historia) menurut sejarawan-penulis besar dunia itu, di dalam perutnya, terkandung 5 aspek yang berikut ini:

1. Historia: vero testis temporum --sejarah adalah saksi zaman.

2. Historia : lux veritatis --sejarah adalah seberkas cahaya kebenaran.

3. Historia: vita memoriae -- sejarah adalah kenangan (atas) kehidupan di masa lampau.

4. Historia: magistra vitae -sejarah adalah guru kehidupan.

5. Historia: nuntia vetustatis --sejarah adalah pesan dari masa silam.

Faktum yang terserak dan berserak lalu berproses, menyejarah dalam sebuah dinamika lingkaran hermeneutika. Meski tidak dapat disangkal, ia tidak terlepas dari si penulis dan penafsirannya (vorurteil). Dipengaruhi pula oleh  tanda-tanda yang dipakainya untuk berkomunikasi dengan pembaca, itulah cara kerja Hermes --dari sini etimologi hermeneutika (hermenuo) berasal, yang secara harfiah berarti: saya menafsirkan.

Dalam mitos, dikisahkan Hermes berhasil menjembatani gap antara "dunia atas" (unknown) dan dunia bawah (known), dalam sebuah horison dinamika ilmu pengetahuan. Hermeneutika sudah dikenal dalam mitologi Yunani lewat figur Hermes yang dikenal piawai menafsirkan pesan “dunia atas” untuk disampaikan kepada manusia.

Terminologi "hermeneutika", dipetik dari nama Hermes dalam epik karya Homeros yaitu Ililiad dan Odyssey. Seperti diketahui bahwa Homeros hidup sekitar abad 8 sebelum Masehi. Jika diakui sebagai karya Homeros maka Ililiad dan Odyssey diperkirakan lahir bersamaan waktunya dengan masa kehidupan sang penciptanya. Boleh dikatakan bahwa epik tersebut adalah awal mula dari literatur Barat yang selanjutnya sangat mempengaruhi sejarah dan dunia sastra.

Dikisahkan bahwa Hermes adalah utusan dewa, ia mengemban tugas membawa pesan Zeus dari dunia dewa kepada alam manusia, terutama agar “bahasa dewa” dapat dimengerti dan diterjemahkan ke dalam “bahasa manusia” (Palmer, 1999). Hermes dikisahkan sangat piawai menasfirkan tanda yang diberikan dewa-dewa dan memiliki kemampuan menerjemahkan pesan-pesan tersebut dalam bahasa yang dapat dimengerti oleh manusia.

Baca Juga: Migrasi Suku Bangsa Iban

Kemudian, hermeneutika dipraktikkan para pakar untuk menemukan makna hakiki sebuah teks Akitab. Sekolah Frankfurt kemudian mengembangkan metode hermeneutika sebagai cabang filsafat yang mencapai puncaknya pada Gadamer. Akan tetapi, hermeneutika baru menarik perhatian para pakar komunikasi Amerika pada 1976. Di Indonesia, hermeneutika belum banyak digunakan untuk studi rekonstruksi suatu teks (menafsirkan teks/dokumen); padahal hermeneutika dapat membongkar makna terdalam (sensus plenior) yang terselubung di balik teks dan wacana secara radikal.

Demikianlah sejarah (historia) "menjadi" dalam perspektif lingkaran hermeneutika: ada gap antara the past and the present. Jurang antara known dan unknown, yang coba dijembatani oleh Hermes  adalah jalan penulis dan peneliti yang diandaikan bekerja secara jujur lagi adil.

Demikianlah pendekatan hermeneutika. Suatu upaya rasional dan bertanggung-jawab menggali dan menafsirkan sejarah. Lewat jalan rekonstruksi fakta, menasfirkannya, dibimbing inter-teks (datum saling terkait) sebagai factum (potongan peristiwa) yang akan disambung-sambung menjadi sebuah narasi.

Kembali ke dialektika sejarah. Dan intro masuk topik kita: The History of Dayak.

Lebih lanjut Grant mencatat hal yang berikut ini, “Wilhelm Bauer explained ‘that the cult of objectivity presents serious drawbacks, since its object can never be achieved’. He considers that the historian should avoid with equal care tendentiousness and colourless impartiality.”

Sejarah wajib mempertanggungjawabkan setidaknya 3 hal berikut ini.

1. Setting yang menjadi locus (tempat) kejadiannya dan waktu terjadinya peristiwa. Sehingga "di mana?" dan "kapan peristiwanya?" harus dapat dibuktikan.

2. Tokoh. Siapa pelaku sejarah itu? Harus dapat disebutkan. Jika tidak, ia dongeng belaka.

3. Apa, What, peristiwa yang disebut sebagai sejarah. Jika bukan-fakta, ia fiksi.

Jadi, SEJARAH adalah FACTUM NON-FICTUM.

Sedemikian rupa, sehingga apa yang dipaparkan berikut ini mengenai asal usul dan SEJARAH DAYAK lebih mudah/ dapat dijelaskan. Daripada berhipotesis, berandai-andai, bahwa asal usul suku bangsa Dayak dari luar. Dengan kriteria 3-wajib di atas, uji saja: Siapa nama migran pertama yang datang ke Borneo? Di mana  tempat mendarat pertama kali? Bagaimana peristiwanya?

Kiranya, jawaban-pasti tentang awal mula sejarah atas asal usul Dayak dari luar ini, wilayah yang amat sangat musykil dilakukan ilmuwan mana pun. Entah seorang arkeolog, etnolog, antropolog, dan ilmuwan lainnya. Memilih "metodologi" penelitian saja, sudah sangat kesulitan untuk mulai. Mengapa? Sebab menentukan objek dan locus penelitian saja sudah tidak absah sebagai sebuah studi ilmiah.

Karena itu, saya mengusulkan: studi sejarah, sebaiknya mulai dari fakta-sejarah!

***

SEJARAH DAYAK, sebagai teks-tertulis, kini sedang ditulis dan dalam waktu singkat akan diterbitkan.

 Akan tetapi, sebagai teks (fakta), ia menyejarah. Teks-tertulis ini, mengacu kepada teori, hanya 5% saja. Yaitu pengetahuan yang diikat dengan rangkaian-kata dan tata kalimat berupa: data, informasi, dokumen, dan files. Sedangkan yang belum digali, tacit knowledge, porsinya lebih besar yakni: 95%. Terdiri atas: pengalaman, cara/hasil berpikir,  kompetensi, serta kearifan (kebijaksanaan) suatu klan/ komunitas nenek moyang di masa lampau.

Nenek moyang suku bangsa Dayak baru senoktah saja, baru 5% saja diteliti dan digali, baik “apa” dan “siapa”-nya. Terlebih pada masa  pra-sejarah (.6.000 tahun – 4.000 tahun sebelum Masehi). Harap serta merta diberikan catatan bahwa: apa yang belum/ tidak tertulis, bukan berarti: tidak ada! Inilah bagian terra incognito, wilayah yang tidak diketahui, yang perlu dijembatani gap hermeneutikannya dengan studi konstruksi dan interteks.

Selain itu, pada zaman Neolitikum (1.500 s.M.), data-fakta mengenai nenek moyang penghuni Borneo belum pula diketahui. Hanya secuil clue, dalam karya Moh. Yamin (6.000 Tahun Sang Merah Putih) dikisahkan bahwa pada zaman ini di pedalaman Kapuas/ Kalimantan Barat telah ada manusia penghuninya. Hal ini terbukti dari adanya sumber-sumber kehidupan yaitu sumber garam (zoute bronen) yang diperlukan oleh manusia. Sumber kehidupan itu diketahui ada di wilayah Nanga Balang dan Nanga Sepauk, wilayah hulu sungai Kapuas di Borneo Barat. Daerah yang tidak jauh dari perairan dan transportasi pada waktu itu, sehingga diperkirakan jauh sebelum Masehi wilayah Borneo telah dihuni manusia.

Bukti lain bahwa telah telah ada manusia di Borneo zaman sebelum Masehi, dijumpai beberapa gua batu. Antara lain terdapat di pedalaman Kalimantan Barat dan Kalimantan Utara. Gua-gua itu selain tempat tinggal juga merupakan pusat peradaban manusia pada era Neolitikum.

 ***

Orang/ sejarawan silau dengan artefak dan sejarah Kerajaan Mulawarman, Kalimantan Timur. Di wilayah lain, di Borneo, luput dari penelitian.

Pada zaman kuno, hasil penelusuran sejarah, menunjukkan data yang berikut ini.

1. Lingga (phallus) terdapat di Nanga Balang. Kabupaten Kapuas Hulu. Di bekas istana Sintang, ditemukan Batu Kundur, sebab bentuknya seperti buah kundur.

 2. Di Nanga Sepauk ditemukan Batu Kalbut yang menyerupai kopiah. Pada zaman neolitikum batu/lingga tersebut sering digunakan para pangeran untuk menaruh tutup kepala ketika menyabung ayam.

 3. Patung Syiwa dari perunggu ditemukan di kampung Temiang di hulu Sungai Sepauk. Oleh penduduk, digelari sebagai Patung Kempat, putri penduduk asli, istri seorang pangeran.

4. Sebuah munggu/ gundukan di sekitar Batu Kalbut (Nanga Sepauk). Dianggap sebagai bukti adanya pengaruh Hindu, sekitar tahun 977.

5. Di wilayah Ketapang, Sungai Pawan, dikenal kerajaan Tanjungpura yang merupakan salah satu kerajaan tertua yang bercorak Hindu. Diperkirakan abad XII – XIV.

6. Pengaruh Hindu-Budha telah masuk ke wilayah lain Borneo, selain wilayah Kalimantan Timur. Ditemukan peninggalan batu pahat zaman ini di kampung Pakit, kecamatan Nanga Mahap, Kabupaten Sanggau (saat penelitian).  Ditengarai tulisan dengan aksara Pallawa Cautha. Penyelidikan ini harus dilanjutkan, sebab ditengarai ada kaitannya dengan batu bersurat yang mirip dengan yang ditemukan di Sei Begawan, Sarawak, Malaysia.

Baca Juga: Mitos & Folklor Manusia Bumi Krayan

Sekali lagi, dan lagi sekali lagi, orang/ sejarawan silau dengan artefak dan sejarah Kerajaan Mulawarman, Kalimantan Timur. Di wilayah lain, di Borneo, luput dari penelitian. Locus lain, yang dapat menjadi clue sejarah Borneo, sebagai berikut.

1. Situs yang dianggap sebagai tempat pemandian putri Asu di Nanga Sepauk, diperkirakan pengaruh pada masa Hindu-Budha.

2. Batu Belian –sebongkah batu yang menyerupai manusia, ditemukan dekat batu Kalbut di Sepauk.

3. Lawang Kuwari di Sekadau. Konon kisahnya, situs ini adalah “Batu Sampai”, ada tulisan Pallawa di sana.

Ada pula satu locus penting lagi bernilai sejarah yang baru segelintir orang mafhum. Locus ini sangat berharga karena dapat membuktikan adanya kebudayaan batu (Neolitikum) di samping membuktikan --dalam horison sejarah-- adanya kehidupan dari sumber-sumber garam (zoute bronnen). Locus-nya berada di tepi Sungai Krayan, suatu peradaban nenek moyang zaman baheula sudah ada.

Kisah/ peristiwa penemuan sumber garam gunung Krayan salah satu clue yang menjadi anak-kunci untuk membuka pintu-sejarah peradaban seklaigus perikehidupan manusia penghuni wilayah Dataran Tinggi Borneo di masa lampau. Tokohnya bernama Siuk dan Bulin Apui yang menyumpit burung, kemudian mereka menemukan sumber garam di sungai yang diberi nama: Arul Main.

Artefak berupa alat-alat pertanian dan keperluan rumah tangga pada zaman batu, ditemukan di Krayan. Didapat dari bawah permukaan tanah, di sawah-sawah penduduk ketika lahan sedang dibajak.

Fakta ini membuktikan bahwa telah "terselam", didapat nova, bahwa peradaban zaman batu dan kehidupan nenek moyang penghuni Borneo telah ada di sini dan di tempat ini. Jadi, asal mula penduduk Borneo tidak dari mana pun juga.

***

Tulisan sebelumnya: The History of Dayak (1)