Riset

Histori Kebudayaan dan Pariwisata Suku Dayak, Bulungan dan Tidung dalam Mewarnai Bumi Kalimantan Utara

Senin, 11 Juli 2022, 19:21 WIB
Dibaca 563
Histori Kebudayaan dan Pariwisata Suku Dayak, Bulungan dan Tidung dalam Mewarnai Bumi Kalimantan Utara
Histori Kebudayaan dan Pariwisata Kalimantan Utara

Judul: Histori Kebudayaan dan Pariwisata Suku Dayak, Bulungan, dan Tidung dalam Mewarnai Bumi Kalimantan Utara

Penulis: Wibowo Romadhoni, Y Atung Luhat dan Noviani

Tahun Terbit: 2021

Penerbit: Klik Media

Tebal: xvi + 179

ISBN: 978-623-363-007-8

 

Karya-karya ilmiah tentang sejarah dan budaya Kalimantan bagian utara masih sangat sedikit. Itulah sebabnya semua sumbangsih karya yang berhubungan dengan sejarah dan budaya di wilayah ini menjadi sangat penting. Sumbangsih sekecil apapun akan berkontribusi kepada pemahaman akan sejarah dan budaya di provinsi ke 34 Indonesia ini. Sejarah dan budaya provinsi ini menjadi sangat penting untuk segera didalami. Sebab saat ini Provinsi bagian utara pulau ini menjadi penyangga Ibukota baru negeri ini.

Buku “Histori Kebudayaan dan Pariwisata Suku Dayak, Bulungan, dan Tidung dalam Mewarnai Bumi Kalimantan Utara” karya Wibowo Romadhoni, Y. Atung Luhat dan Noviani ini adalah salah satu buku yang memuat informasi tentang sejarah dan budaya suku-suku utama di Kalimantan Utara. Buku yang terbagi dalam 10 bab ini didonimasi oleh informasi tentang Dayak Kayan, atau Kayan - Kenya. Dalam buku ini juga dimuat juga tentang suku Bulungan dan Kesultanan Bulungan serta sedikit tentang Tidung.

Sumber informasi yang dipakai dalam buku ini kebanyakan berasal dari cerita orang-orang tua yang diwawancarai. Di halaman 176, tertera daftar 17 nama yang diwawancarai. Mereka-mereka ini didata dari tahun 1996. Selain dari wawancara sumber, buku ini juga dilengkapi dengan daftar pustaka (hal. 174). Buku-buku yang ditampilkan dalam daftar pustaka termasuk buku yang sangat sedikit diketahui oleh pembaca umum. Mungkin buku-buku ini lebih tepat disebuat sebagai naskah (yang tidak diterbitkan?).

Karena sumber data yang dipakai oleh buku ini adalah hasil wawancara dan kajian naskah, maka bisa dipastikan bahwa informasi yang ada di dalamnya bisa dikategorikan sebagai informasi primer. Informasi semacam ini menjadi sangat penting untuk dijadikan rujukan dalam penulisan sejarah dan kebudayaan suku-suku utama di Kalimantan Utara.

Sebagai sumber informasi primer, tentu tidak semua dokumen bisa dimasukkan begitu saja dalam sebuah naskah sejarah. Perlu ada kajian lebih mendalam. Termasuk kajian dengan cara menyandingkan dengan sumber lain. Contohnya adalah klaim bahwa suku Punan berasal dari suku Hui yang ada di Yunnan (hal. 3). Dalam buku ini diebutkan bahwa suku Punan adalah orang Hui yang datang dari Yunnan pada tahun 400M. Informasi ini tentu tidak tepat. Sebab suku Hui baru muncul di abad ke 7 (sekitar tahun 600-an) sebagai hasil perkawinan suku-suku dari Asia Tengah yang beragama Islam dengan perempuan Han. Suku Hui mendapatkan peran besar saat Dinasti Yuan (Mongol) berkuasa pada abad 13. Ciri utama suku Hui adalah beragama Islam. Ada dua ketidakcocokan utama dalam klaim bahwa Punan adalah keturunan suku Hui. Pertama, tentau Punan sudah menghuni Kalimantan (Utara) jauh sebelum suku Hui terbentuk di Tiongkok. Kedua, Budaya Punan sama sekali tidak menunjukkan adanya unsur Islam di dalamnya.

Beberapa informasi lain yang perlu dididksuikan lebih mendalam adalah adanya informasi tentang asal-usul suku Kayan dan suku Kenya dari satu keluarga. Demikian juga informasi tentang asal-usul suku Bulungan adalah dari orang Kayan yang tinggal di Sungai Bulu Ngan yang bercampur dengan orang dari Brunai. Ada juga klaim bahwa Kudungga adalah seorang Kayan Benuaq yang memimpin perpindahan suku Kayan ke wilayah Sungai Mahakam tahun 1500M).

Tentang penobatan gelar Sultan Bulungan dibahas di bab VI. Penulis buku ini mengklaim bahwa penobatan Sultan Bulungan dilakukan oleh VOC untuk kepentingan Belanda dalam mencari minyak. Penulis menyampaikan bahwa “Raja Kayan – Bulungan yang berpengaruh, berakal budi, dan ramah dengan rakyat di daerah pantai pada jaman dahulu diangkat dan dinobatkan menjadi Sultan Kerajaan Bulungan yang pertama adalah Sultan Amiril Mukminin pada tahun 1731-177” (hal. 114). Informasi ini seakan-akan mengatakan bahwa kehadiran Kesultanan Bulungan adalah karena kehadiran Belanda di wilayah Kalimantan Bagian Utara.

Satu lagi yang perlu dicermati dalam buku ini adalah tentang penyebutan abad yang salah. Umumnya orang menyebut abad adalah untuk menentukan angka tahun dibawah angka abad. Misalnya abad 5 menunjukkan angka tahun 400+ dan abad 16 untuk menunjukkan angka tahun 1500+. Namun buku ini dipakai abad 4 untuk tahun 400+, dan abad 15 untuk tahun 1500+.

Informasi-informasi di atas menunjukkan bahwa buku ini tidak secara mendalam mengkaji ketepatan tahun kejadian. Oleh sebab itu, informasi di dalam buku ini hanya bisa dipakai sebagai sumber kejadian dan tidak bisa dipakai sebagai sumber penentuan lini masa.

Penulis juga tidak melakukan kajian perbandingan sumber informasi dengan mendalam. Akibatnya banyak informasi dalam buku ini yang tidak selaras dengan sumber informasi yang sudah lebih dulu dikenal secara luas oleh para peminat sejarah dan budaya Kaltara.

Perlu kajian yang sistematis dengan mengabaikan klaim angka tahun dari informasi-informasi yang ada di buku ini. Terutama informasi tentang perpindahan suku Kayan dan Kenya yang sangat banyak dalam buku ini. Dengan kajian yang sistematis, maka informasi yang ada di buku ini bisa dipertanggungjawabkan lini masanya. Analisis sistematis ini juga akan memberi sumbangan dalam memetakan hubungan antara suku Kayan, Kenyah, Bulungan dan Tidung.

Di bab IX dimuat tentang perkembangan adat budaya daerah Kabupaten Bulungan – Kaltara. Bab ini memaparkan berbagai potensi pariwisata di berbagai kabupaten/kota di Kalimantan Utara. Potensi wisata berbasis budaya, alam dan peninggalan masa lalu memang sangat potensial untuk dikembangkan. Bagian ini bisa dikembangkan menjadi sebuah buku tersendiri yang bisa menarik minat wisatawan dari luar Kaltara untuk ikut menikmatinya.

Banyak kelemahan dari buku ini. Namun buku ini memuat banyak sumber utama yang sangat penting untuk dipakai sebagai bahan kajian selanjutnya. Sumber-sumber utama dalam buku ini bisa menjadi pemicu dalam diskusi dan kajian tentang sejarah dan budaya Kalimantan Utara lebih lanjut di masa depan. 689

***