Riset

Panduan Pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas

Senin, 31 Mei 2021, 18:03 WIB
Dibaca 961
Panduan Pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas
Membumikan PTK

Judul: Membumikan Penelitian Tindakan Kelas

Penulis: Tri Marhaeni Pudji Astuti

Tahun Terbit: 2020 (cetakan kedua)

Penerbit: Mimbar          

Tebal: x + 126

ISBN: 978-602-52809-9-3

 

Guru profesional dituntut tidak hanya melaksanakan, tetapi juga harus mengembangkan profesinya (hal. 3). Guru yang senantiasa mengembangkan profesinya akan mempunyai kemampuan mengajar yang semakin baik. Dengan demikian ia juga akan menghasilkan lulusan-lulusan yang semakin baik mutunya. Itulah sebabnya di semua negara, kementerian pendidikannya selalu mempunyai sistem untuk mendorong guru supaya terus meningkatkan profesionalitas mereka. Tak terkecuali di Indonesia. Melalui Permenpan & RB nomor 16 tahun 2009 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya, diatur bagaimana seorang guru bisa mendapatkan kenaikan pangkat. Salah satunya adalah dengan adanya penjenjangan. Kenaikan pangkat tersebut harus melalui bukti-bukti kegiatan ilmiah yang dilakukannya dan dikonversikan ke dalam angka kredit. Salah satu kegiatan ilmiah tersebut adalah Penelitian Tindakan Kelas.

Mengapa Penelitian Tindakan kelas atau lebih sering disingkat menjadi PTK dijadikan salah satu kegiatan ilmiah yang dihargai untuk kenaikan pangkat? Sebab PTK adalah alat yang paling efektif untuk senantiasa memperbaiki cara guru mengajar di kelas. Melalui PTK guru bisa merefleksikan cara dia mengajar dan kemudian memperbaikinya.

Buku kecil karya Tri Marhaeni Pudji Astuti ini adalah panduan yang runtut bagi guru untuk merancang, menyelenggarakan dan melaporkan PTK sehingga layak untuk dikonversi menjadi angka kredit. Tidak hanya memberi panduan langkah-demi-langkah, Marhaeni juga memberikan latar belakang tentang apa saja yang bisa dilakukan guru untuk mendapatkan angka kredit, apa itu PTK pengertian dan karakteristiknya.

Buku karya anggota Tim Penilai Angka Kredit Kenaikan Pangkat Guru dan Pengawas Kemdikbud ini sangat mudah untuk digunakan oleh para guru dalam memilih topik, merancang, melaksanakan, mengevaluasi dan merefleksikan hasilnya serta membuat laporan. Marhaeini secara sistematis menuangkan langkah-langkah secara runtut bab per bab.

Penjelasannya tentang perbedaan penelitian umum dengan penelitian tindakan (action research) sangat membantu bagi para guru memahami hakikat PTK. Penjelasan ini membuat para guru memahami bahwa PTK berguna untuk memperbaiki tindakan yang selama ini sudah dilakukan. Marhaeni juga memberikan jawaban dari 13 pertanyaan yang sering dilontarkan oleh para guru tentang PTK. Penjelasan tentang pertanyaan-pertanyaan yang sering terlontar oleh guru ini membuat para pengguna panduan ini menjadi lebih paham tentang PTK, sebelum mereka merancang, melaksanakan, mengevaluasi hasilnya, merefleksikan kepada tindakan yang selama ini dilakukan dan membuat laporan yang sesuai dengan peraturan untuk layak mendapatkan angka kredit. Marhaeni juga melengkapi bukunya dengan contoh-contoh praktis yang bisa memberi gambaran lengkap tentang berbagai tahapan PTK.

Sebagai sebuah buku panduan, karya Marhaeni ini sangatlah praktis dan mudah untuk digunakan. Namun karena sifatnya panduan tentu saja tak membahas hal-hal yang berhubungan dengan PTK di luar pelaksanaannya. Kita tahu bahwa PTK yang diharapkan menjadi alat bagi guru untuk meningkatkan profesionalitasnya, saat itu telah terjerumus sebagai alat administrasi kenaikan pangkat saja. Ada guru yang tak segan-segan membuat laporan PTK fiktif supaya kenaikan pangkatnya bisa berjalan. Ada juga yang malah meminta pihak lain untuk membuatkan laporan PTK.

Terjerumusnya PTK dari alat untuk meningkatkan mutu guru ke alat administrasi ini bukan sepenuhnya salah guru. Ada beberapa faktor yang menjadi penyebab kurang berhasilnya PTK sebagai alat untuk meningkatkan mutu guru. Diantarnya adalah guru-guru di Indonesia memang tidak disiapkan untuk menjadi peneliti saat periode pra jabatan. Sistem di Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK). Akibatnya keterampilan para guru dalam melaksanakan PTK sangat kurang. Faktor kedua adalah adanya pihak-pihak di tim penilai angka kredit yang tafsirnya terhadap aturan masih berbeda-beda. Hal ini tentu saja menjadi kendala bagi guru yang melaksanakan PTK. Sebab seringkali apa yang dianggap telah benar oleh guru, malah dianggap salah oleh Tim Penilai Angka Kredit di satuan kerja mereka.

Jadi, selain dari buku panduan bagi para guru, sepertinya kita masih punya pekerjaan rumah untuk memperbaiki sistem penyiapan guru di LPTK dan melatih para pihak yang menjadi bagian dari Tim Penilai Angka Kredit guru. Semoga Marhaeini juga tergerak untuk menggarap dua faktor ini. 593