Politik

Jelajah Kaltara [3] Berbagi Peran Sekaligus Kehormatan

Minggu, 18 April 2021, 09:46 WIB
Dibaca 379
Jelajah Kaltara [3]  Berbagi Peran Sekaligus Kehormatan
Zainal Palliwang (Foto: Pepih Nugraha)

Pepih Nugraha

Penulis senior

Selain berbincang dan menyapa warga Dayak di desa Long Pari, Tanjung Palas Barat, Bulungan, Kalimantan Utara, Kamis 15 April 2021, kesempatan ini saya manfaatkan untuk melihat bagaimana relasi antara gubernur Kaltara terpilih Zainal Palliwang dengan wakilnya, Yansen Tp dalam memimpin Provinsi Kaltara.

Pada Pilkada 7 Desember 2020 lalu, pasangan ini mendapat mandat dari rakyat Kaltara untuk memimpin provinsi baru hasil pemekaran Kalimantan Timur. Zainal berlatar belakang jenderal polisi bintang satu, sedangkan Yansen Tipa Padan merupakan seorang birokrat yang sebelumnya menjabat bupati Malinau selama dua periode. 

Kombinasi antara polisi yang lekat dengan gaya kepemimpinan otoriter (komando) dengan birokrat bergaya kepemimpinan demokratis inilah yang akan mewarnai pemerintah provinsi Kaltara selama kurang lebih tiga tahun ke depan, sampai berlangsungnya Pemilu serentak 2024.

Saya pribadi baru berjumpa dengan Zainal Palliwang saat bersamuh ke ruang kerjanya terkait penyusunan buku sejarah Kaltara yang sedang saya dan tim kerjakan. "Saya ingin sejarah Kaltara ini diluruskan," pesannya.

Sedangkan dengan Pak Yansen, kami sudah sering bertemu dan berinteraksi terkait kegiatan literasi dan portal literasi yang kami kelola bersama, yaitu YTPrayeh.com. 

Saya mendengar kabar, dalam beberapa kesempatan Pak Zainal sering memberi kesempatan kepada wakilnya, yaitu Pak Yansen, untuk memberi sambutan atau pengarahan baik kepada aparatus pemerintahan maupun kepada masyarakat langsung.

Di Desa Long Pari, saya menyaksikan langsung kebersamaan mereka, khususnya saat menyapa warga dan menyampaikan pesan politik mereka.

Ada beberapa kemungkinan kalau tidak ingin dikatakan spekulasi terkait "tradisi baru" dalam gaya kepemimpinan di lingkup Pemprov Kaltara;

Pertama, Pak Zainal selaku gubernur ingin memberi kesempatan dan penghormatan kepada Pak Yansen sebagai wakilnya.

Kedua, tradisi baru berpemerintahan sedang dibangun di mana antara gubernur dan wakilnya memiliki kekuasaan setara meski dengan tugas dan peran yang berbeda.

Ketiga, selaku orang baru di pemerintahan yang memimpin langsung rakyatnya, Pak Zainal melakukan adaptasi dengan melihat bagaimana pemerintahan seharusnya dijalankan. 

Keempat, mereka berdua ingin menunjukkan kepada warganya bahwa mereka berdua adalah "Dwitunggal" dalam memimpin Kaltara.

Karena Pak Yansen sebagai wakilnya sudah berpengalaman selama satu dekade memimpin rakyat Malinau, tidak salah kalau Pak Zainal melakukan semacam "bencmarking" dalam memimpin rakyat Kaltara yang lebih luas. 

Maka hal menarik saat Pak Zainal dan Pak Yansen sama-sama menghadiri acara “Syukuran Selesai Panen Masyarakat Desa Long Pari Tahun 2021", berbagi peran sekaligus penghormatan itu terjadi di depan publik.

Saat pembawa acara memberi kesempatan kepada Pak Zainal selaku gubernur memberi sambutan, ia maju ke podium dan tidak kurang dari dua menit untuk mengucapkan terima kasih, kemudian setelah itu meminta Pak Yansen "menyapa" warga dengan sambutan.

Tentu saja Pak Yansen sangat "fasih" dalam bertutur-kata di depan publik, sebab selama 10 tahun sudah terbiasa bicara taktis dan ekonomis. Usai memberi sambutan, giliran Pak Yansen yang meminta Pak Zainal memberi arahan. 

Benar-benar sebuah gaya kepemimpinan baru yang tak lazim tetapi cukup memikat dan menjadi sebuah terobosan. Gubernur dan wakilnya berbagi peran, sebab pada umumnya seorang gubernur jarang atau malah tidak pernah memberi peran kepada wakilnya. Wakil sering dijadikan "ban serep" semata, karenanya sering menganggur.

Di Kaltara tidak. Tugas wakil gubernur menjadi sama beratnya, intensitas pekerjaan menjadi sama sibuknya dengan gubernur. Namun selagi pembagian tugas dan wewenang itu diberikan dalam kerangka konsensus bersama, pemerintahan niscaya akan berjalan secara baik-baik saja.

Bagi warga desa Long Pari, kedatangan gubernur sekaligus wakilnya ini sebuah penghormatan luar biasa, sebagaimana yang disampaikan tokoh adat/masyarakat, sebab sebelumnya tidak pernah ada gubernur yang hadir, bahkan bupati pun tidak pernah.

 "Kami tidak pernah menduga Bapak Gubernur beserta Wakil hadir di desa kami. ini penanda kebersamaan kita di masa mendatang, mengingat Long Pari merupakan desa terisolir," katanya. 

Ia menambahkan, di desa Long Pari belum ada lampu penerangan, "Jika ada kegiatan seperti ini pakai genset, karena tidak ada PLN.Tidak bisa berhubungan dengan desa tetangga kami, belum ada internet."

Sebagai penghormatan warga desa Long Pari kepada "dwitunggal" pemimpin mereka, sebuah tandu yang biasanya hanya diisi satu orang, kini dibuat dan dipersiapkan untuk dua orang. 

Alhasil, tandu itu menjadi lebar dan besar, yang harus ditandu oleh beberapa pria dewasa. Pengusungan tandu dimulai dengan upacara adat dan gamelan mengiringi. Saat tandu bergerak, para "pagar ayu" perempuan Dayak Kenyah pun berjalan mengikuti iring-iringan.

(Bersambung)

***