Resensi Buku: Kaltara Rumah Kita
Judul: Kaltara Rumah Kita
Penulis: Yansen T.P
Tahun Terbit: 2020
Penerbit: Bhuana Ilmu Populer
Tebal: xiii + 308
ISBN: 978-6230-402-05-0
Saya sudah tinggal di Kaltara lebih dari tiga tahun. Kesan utama saya tentang Kaltara adalah sebuah wilayah yang dihuni oleh multi-etnis dengan sangat harmonis. Kesan kuat saya tentang keharmonisan tersebut telah saya taungkan dalam buku yang saya tulis “Kalimantan Utara di Mata Saya.” Saya menemukan keberagaman di kantor-kantor Pemerintah. Saya menemukan keberagaman dalam pentas budaya. Saya menemukan keberagakan dalam kehidupan sehari-hari, bahkan di warung-warung kopi dan warung makan.
Ternyata apa yang saya tulis tersebut barulah sebagian kecil saja tentang keharmonisan saya ketahui. Masih banyak keharmonisan kehidupan antar-etnik antar-agama yang menjadi salah satu pilar berdirinya Provinsi Kalimantan Utara. Pengetahuan saya tentang keharmonisan hidup antar-etnik di Kaltara ini sangat diperkaya oleh buku “Kaltara Rumah Kita” karya Yansen T.P ini.
Yansen tentu bisa mengungkapkan kehidupan harmonis ini dengan begitu mendalam karena beliau adalah Putra Daerah yang besar dan mengabdi di Provinsi termuda Indonesia tersebut. Pengalamannya sebagai seorang putra daerah dan pengabdiannya sebagai seorang pemimpin, khususnya di Malinau adalah dua kualitas yang membuatnya bisa berkisah dengan sangat mendalam tentang keharmonisan dan bagaimana memanfaatkannya dalam pembangunan di Kaltara.
Buku ini memang berfokus pada keharmonisan kehidupan multi-etnik di Kaltara dan bagaimana memanfaatkannya sebagai modal sosial untuk memajukan Kaltara. Mari kita mulai dengan pemilihan judul dan foto yang ditampilkan pada cover buku.
Pemilihan judul “Kaltara Rumah Kita” adalah sangat tepat untuk menggambarkan hal tersebut. Bukankah dalam sebuah rumah semua pihak harus saling mendukung, saling bekerjasama untuk membuat rumah menjadi sebuah tempat yang nyaman, tempat berlindung dan tempat untuk saling berbagi?
Gambar pelangi yang dipakai di cover buku semakin menunjukkan bahwa Yansen peka terhadap keberagaman. Pelangi yang memayungi sebuah desa menunjukkan bahwa keberagaman itu indah. Pelangi memah indah dan seringkali dipakai untuk menyatakan keadaan damai dan bahagia. Seindah Pelangi sehabis hujan. Keindahan yang menjanjikan kesejahteraan karena hujan yang menyuburkan bumi. Gambar anak-anak yang kelihatan gembira menatap Pelangi adalah sebuah tamsil tentang bagaimana warga Kaltara menatap masa depannya. Umbul-umbul dengan warna merah putih di tempat paling atas menunjukkan NKRI sebagai rumah besar yang menaungi kehidupan berbangsa di Kaltara.
Di sub bab tentang demografi Yansen menunjukkan penghargaan yang begitu besar kepada semua suku yang ada di Kaltara (hal. 20). Yansen menyebut satu per satu suku-suku bangsa yang ada di Kaltara. Baik suku-suku yang sudah lebih lama menetap di wilayah Kaltara maupun yang datang kemudian. Beliau menyatakan bahwa semua suku bangsa tersebut merupakan keluarga dalam sebuah rumah besar, yakni “Rumah Kaltara.”
Meski Yansen menyadari bahwa ada suku-suku yang sudah lebih lama tinggal di wilayah ini, namun beliau tidak menyikapinya sebagai sebuah relasi kekuasaan. Yansen menawarkan hubungan yang lebih pada tataran kualitas dan kesempatan yang sama, sinergi untuk berperan dan bahkan menikmati buah pembangunan secara bersama-sama. Dalam menyikapi keberagaman beragama, Yansen melihatnya sebagai sebuah kesempatan untuk saling menghargai dan saling belajar sebagaimana perilaku kehidupan di Rumah Panjang – Lamin. Pilihan relasi yang setara dan mengutamakan kegotong-royongan ini membuat kebhinekaan menjadi sebuah modal daripada sebagai sebuah persoalan yang harus diselesaikan.
Dalam buku ini Yansen memerinci sumberdaya alam yang ada di Kalimantan Utara. Ia mengungkapkan keunggulan sumberdaya yang ada di Kalimantan Utara yang bisa dikelola untuk kesejahteraan warganya. Menariknya, Yansen tidak menyinggung tambang sebagai salah satu sumber daya utama. Di bab empat, Yansen malah menempatkan sektor Perikanan, Perkebunan dan Pertanian sebagai tiga sektur utama. Pilihan ini sungguh menarik. Meski ketiga sektor tersebut relatif lebih memerlukan kerja keras untuk menanganinya, tetapi ketiga sektor tersebut adalah sektor yang menyentuh langsung ekonomi rakyat. Berbeda dengan perusahaan tambah yang sifatnya lebih ekstraktif.
Sektor lain yang menurut Yansen bisa menjadi andalan Kaltara adalah sektor Pariwisata. Dengan keberagaman etnis, Kaltara sangat kaya dengan budaya yang bisa menjadi bahan bagi pariwisata. Apalagi dengan alamnya yang indah dan relatif masih asli. Parisiwata Kaltara kalau dikelola dengan sangat baik akan menjadi salah satu sumber ekonomi rakyat yang sangat menguntungkan.
Sebagai Kepala Daerah yang menghargai alam, Yansen menawarkan pemanfaatan sungai sebagai sumber energi. Sungai-sungai yang jumlahnya banyak di Kaltara adalah sebuah potensi untuk menghasilkan energi. Pembangunan pembangkit listrik berbasis sungai akan membuat ketersediaan listrik terjamin, sekaligus alam terjaga.
Beliau juga mengungkap peluang dan tantangan pengelolaan sumberdaya tersebut. Namun sangat terlihat jelas bahwa hubungan multi-etnik multi-agama adalah modal terbesar yang dilihat oleh Yansen untuk membangun Kaltara.
Satu lagi, Yansen menempatkan kepercayaan kepada rakyat untuk melaksanakan pembangunan. Ide partisipasi masyarakat dalam pembangunan ini sudah diterapkannya saat menjabat Bupati di Kabupaten Malinau. Uang ditransfer langsung ke desa sehingga rakyat bisa memilih sendiri pembangunan seperti apa yang dipilihnya supaya hidupnya bisa lebih sejahtera.
Apa yang diungkapkan oleh Yansen dalam buku ini sarat dengan penghargaan kepada manusia sebagai makhluk ciptaan Allah. Makhluk cerdas yang cinta damai dan suka bekerjasama. Makhluk yang menyadari akan keberagaman hidup dan menggunakannya untuk membangun bersama. Jika manusia-manusia dengan kualitas tersebut bersinergi, maka kehidupan yang harmoni akan terwujud. Maka keindahan hidup bersama dalam rumah akan terlaksana. Kaltara Rumah Kita.