Persahabatan baik antara perokok dan kemiskinan di Indonesia
Berdasarkan data BPS (2023) persentase perokok aktif di Indonesia sebesar 28,26 persen. Ada 3 dari 10 penduduk Indonesia adalah perokok. Daftar komoditi garis kemiskinan menjelaskan pengeluaran untuk rokok terbesar kedua setelah beras. Penduduk miskin tetap merokok dengan mengurangi sumber daya untuk kebutuhan dasar seperti makanan, pendidikan, dan kesehatan. Kondisi tersebut jelas berbahaya karena merokok tidak dapat dijelaskan manfaatnya. Dampak buruknya terhadap kemiskinan dan kesehatan jelas. Kondisi yang cukup menyedihkan ketika motivasi perokok yang hidup dalam kemiskinan bekerja untuk mencari uang untuk membeli rokok.
Dampak kesehatan dan modal manusia dari merokok dapat bersifat antar generasi. Dua pertiga anak di Indonesia terpapar perokok pasif di rumah dan bukti menunjukkan bahwa hal ini berkontribusi terhadap stunting dan menghambat perkembangan anak. Merokok juga berimplikasi pada penduduk miskin yang menderita secara tidak proporsional dari dampak kesehatan dan ekonomi dalam jangka pendek dan panjang (WHO, 2020).
Sebagian besar perokok menjadi kecanduan saat masih muda tanpa mengetahui konsekuensi kesehatan yang pada akhirnya akan ditimbulkan oleh merokoko di masa depan yang berdampak menyebabkan tingkat kesulitan ekonomi. Beban ekonomi tidak proporsional pada penduduk pada rumah tangga miskin. Ketika pencari nafkah keluarga jatuh sakit atau meninggal sebelum waktunya karena perokok pada akhirnya seluruh keluarga hancur dan semakin miskin.
Bukti mengkonfirmasi merokok berpengaruh positif terhadap kemiskinan di Indonesia. Persahabatan baik antara perokok dan kemiskinan akan terus berlanjut di Indonesia. Secara sederhana, merokok berkontribusi pada kemiskinan melalui hilangnya pendapatan, produktivitas, penyakit dan kematian. Merokok dan kemiskinan membentuk vicious circle (lingkaran setan kemiskinan dan merokok).
Tantangan cukup sulit untuk keluar dari lingkaran tersebut karena candu. Jalan yang mudah ditempuh pemerintah adalah berani untuk mengontrol perokok dengan meningkatkan cukai hasil tembakau (CHT) dengan signifikan. Ini bukan masalah besarnya penerimaan negara dari cukai rokok. Ini adalah masalah keberanian pemerintah karena kerugian dari hulu hingga hilir akibat rokok lebih besar dari penerimaan cukai rokok.
Sumber:
Kurniawan, K. 2022. Kompleksitas permasalahan kemiskinan dan lingkaran konsumsi tembakau di Indonesia. Sosio Informa : Kajian Permasalahan Sosial dan Usaha Kesejahteraan Sosial, 8 (1). https://doi.org/10.31595/inf.v8i1.2716
World Health Organization. 2020. Raising tobacco taxes and prices for a healthy and prosperous Indonesia. World Health Organization. Jakarta.