Literasi

Gat "Nunukan" Acta Diurna

Minggu, 15 Oktober 2023, 13:58 WIB
Dibaca 416
Gat "Nunukan" Acta Diurna
Buku Gat Khaleb (Foto: dok. Pribadi)

Pepih Nugraha

Penulis senior

"Kehormatan saya tidak pada baju yang saya kenakan, tidak juga pada kursi yang saya duduki. Kehormatan saya adalah ketika saya bisa berteriak atas ketidakadilan, pemiskinan, dan pembodohan. Juga ketika saya bisa duduk bersama masyarakat di sawah, di ladang, dan di warung kopi pinggir jalan.”

Demikian terbaca kata-kata pembuka buku "Catatan Harian Seorang Wakil Rakyat: Gat Khaleb". Sebagai seorang mantan mahasiswa aktivis, penulis buku ini, Gat Khaleb, menyematkan potongan lirik lagu Iwan Fals, "wakil rakyat, seharusnya merakyat, jangan tidur waktu sidang soal rakyat". Buku ini berisi catatan penting hari-harinya selalu wakil rakyat di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara. 

Karena Gat wakil rakyat, tentulah dia seorang politikus. Karena dia politikus, tentulah dia berpartai. Harap diingat, ketika seseorang sudah menjadi wakil rakyat dan duduk sebagai anggota Dewan, dia bukan lagi wakil parpol, melainkan wakil rakyat. Nah, hari-hari sebagai wakil rakyat itulah yang ia tuangkan dalam buku politik pertamanya ini.

Lahirnya buku Gat Khaleb melalui penerbit Lembaga Literasi Dayak ini mengingatkan pada aktivitas anggota parlemen Zaman Romawi yang menghasilkan "Acta Diurna" yang tidak lain "catatan harian itu". Kata "Diurna" (harian) bahkan diadopsi menjadi "jurnal". Koran dalam bahasa Perancis adalah "journal" dengan bentuk jamak "journaux" (dibaca "jurno" yang tidak jauh beda dengan pengucapan "giorno" dalam bahasa Italia). Dalam bahasa Indonesia malah cukup disebut sebagai "harian" seperti Harian Kompas. 

Bedanya "Acta Diurna" Romawi dengan Gat Khaleb, dulu hasil-hasil sidang parlemen bersama Kaisar dicatat oleh siapapun (citizen) dan hasilnya ditempelkan di ruang-ruang publik, sekarang Gat Khaleb selaku anggota Dewan sendirilah yang mencatatnya. Tidak langsung ditempel di ruang publik, tetapi dikompilasi menjadi sebuah buku. Semangatnya sama saja. Dalam buku "Citizen Journalism" (Penerbit Buku Kompas, 2012) yang saya tulis, saya menggunakan aktivias "Acta Diurna" sebagai kegiatan "Citizen Journalism" purba atau awal mula lahirnya warga pewarta.

Apa yang Anda temukan dalam buku ini, tidak lain pikiran, tindakan dan putusan pribadi Gat Khaleb sebagai wakil rakyat.

Maka catatannya pun berisi laporan tentang pengaduan warga masyarakat yang dihadapinya, konfrontasinya dengan eksekutif (pejabat bupati dan jajarannya), seperti tersua dalam berbagai bahasan buku ini, juga mencatat imbauan pejabat eksekutif, seperti Wagub Kaltara Dr. Yansen Tipa Padan dalam judul bahasan "Stop Mengeluh!" (Hal. 88). 

Secara jujur, Gat mengungkap kebiasaan warga Nunukan yang kerap mengeluh menghadapi keseharian seperti harus antri BBM, meski tentu tidak setiap hari. Hanya ada kalanya BBM memang sulit diperoleh rakyat Nunukan, yang di dalam bumi Kalimantan sendiri bergelimang gas dan minyak bumi, tetapi memang sangat ironis penduduknya harus antri BBM. Apalagi, Nunukan berbatasan langsung dengan Malaysia, khususnya Tawau, yang telah dijadikan "kiblat kesejahteraan" oleh warga Nunukan sendiri meskipun adanya di negara Jiran, Malaysia. 

Dalam konteks inilai imbauan "Jangan mengeluh!" dari Yansen Tipa Padan disampaikan, kendati sebagaimana ditulis Gat, tidak lepas dari "olok-olok" warga lewat emoticon tertentu di aplikasi percakapan. Padahal jelas maksudnya baik, meminta warga Nunukan tidak cengeng!

Buku ini bukan yang pertama, yang ditulis seorang wakil rakyat, tetapi kehadirannya setidak-setidaknya menjadi perangsang anggota Dewan lainnya, bahkan mereka yang duduk di lembaga eksekutif, legislatif maupun yudikatif, untuk mencatat keseharian mereka saat bertugas, kemudian dibukukan. Niscaya Indonesia akan dipenuhi aura positif berupa pemikiran cemerlang para pemangku kebijakan.

Sebagaimana diakui Gat sendiri, buku yang ditulisnya bukanlah karya ilmiah. "Isinya lebih tepat disebut ocehan atau keluh-kesah serta kegelisahan tentang berbagai dimensi kehidupan dan realitas yang saya lihat, dengar dan rasakan. Isinya gado-gado. Mulai dari politik, ekonomi, pembangunan, budaya, adat, agama dan isu-isu tranding," katanya.

Arip Senjaya, editor buku ini mengakui, mengedit buku apa pun baginya adalah pekerjaan sambil menyelam minum air. "Buku Gat Khaleb ini mengajarkan saya politik sebagai sikap dan nalar praktisi yang otentik, karena ia tidak sedang menurunkan teori politik mana pun, selain dari apa yang ditubuhinya."

Selamat atas penerbitan bukunya, Pak Gat!