Memilih Jurusan
Beberapa waktu yang lalu, saya diminta untuk mengisi studium generale secara online untuk siswa-siswi SMA Taruna Nusantara kelas X - XII. Tema yang diberikan panitia cukup menarik, memberikan inspirasi dan motivasi kepada para siswa mengenai kehidupan setelah SMA, bagaimana memilih jurusan, bagaimana menghadapi pilihan yang berbeda dengan orang tua, dan sebagainya.
Memilih jurusan, setelah menjalani pendidikan di bangku SMA, memang bisa menjadi hal yang dilematis bagi siswa-siswi SMA. Banyak yang masih belum tahu, setelah lulus SMA akan mau apa. Bagi yang bercita-cita menjadi polisi atau tentara mungkin sudah jelas jalurnya. Begitu juga, bagi yang ingin masuk ke sekolah tinggi kedinasan juga relatif lebih jelas, mengenai apa yang akan dilakukan. Tapi, buat yang mau masuk perguruan tinggi, mereka bingung menentukan pilihan jurusannya, karena begitu banyak pilihan yang ada.
Ada siswa yang menentukan jurusan dari cita-citanya. Ada yang melihat dari trend yang sedang berkembang saat ini dan bagaimana prospeknya di masa yang akan datang. Ada yang mengikuti saja apa kata orang tua atau orang-orang terdekatnya. Ada pula yang ikut-ikutan teman-temannya atau mengikuti pacarnya, mau memilih jurusan apa, maksudnya agar bisa tetap dekat di kala kuliah.
Mengenai pemilihan jurusan, saya berpesan kepada para siswa untuk mampu mengenali potensi diri melalui analisis SWOT, atau strength, weakness, opportunity, dan threat. Mereka harus mengenali kekuatan dan kelemahan diri mereka sendiri. Mereka juga perlu untuk mempelajari peluang di masa depan dan tantangan apa yang bisa terjadi.
Mereka juga perlu mengenali deskripsi mengenai apa yang akan dipelajari di tiap jurusan. Informasi bisa dengan mudah didapat di Internet saat ini. Bisa juga bertanya kepada orang yang dianggap otoritatif, seperti guru, kakak kelas yang sudah kuliah, orang tua, atau orang-orang yang dianggap tahu atau sudah pernah masuk jurusan tertentu. Pengetahuan mengenai jurusan penting supaya tidak asal-asalan dalam memilih atau terperangkap dalam hoax atau anggapan yang salah mengenai suatu jurusan. Punya alternatif juga penting, supaya tidak hanya terpaku pada satu jurusan saja.
Namun, satu hal yang menarik adalah pertanyaan mengenai, bagaimana cara menghadapi permasalahan, manakala pilihan jurusan kita berbeda dengan pilihan orang tua? Ini pertanyaan yang cukup sulit, dan saya pikir hanya ada di masa-masa dahulu, tetapi ternyata di masa kini masih ada. Saya pikir, orang tua zaman sekarang lebih demokratis daripada orang tua zaman dahulu, tapi ternyata tidak juga. Mungkin tergantung tipe orang tuanya juga.
Saya katakan, pada dasarnya orang tua menghendaki kebaikan bagi si anak, jadi orang tua dalam menentukan jurusan pasti berusaha yang terbaik bagi si anak. Namun bagaimanapun, si anak sendirilah yang kemudian akan menjalani kehidupan selanjutnya.
Bisa saja si anak mengikuti saja kemauan dari orang tuanya. Saya menggambarkan ada orang yang S1-nya mengikuti jurusan yang dikehendaki orang tuanya. Ia lulus, kemudian melanjutkan studi pada jurusan yang ia idamkan, dan ia baik-baik saja, jadi orang yang berhasil dan bisa menuruti keinginan orang tuanya, meskipun kemudian ia bekerja pada bidang yang menjadi minatnya.
Kalaupun misalnya memang berketetapan hati untuk mengikuti jurusan pilihannya, hendaknya dibicarakan baik-baik dengan orang tua. Kemukakan argumen dengan baik, jangan menggurui, jangan menentang, apalagi memusuhi orang tua, karena perbedaan pilihan jurusan. Bagaimanapun rido orang tua tetap dibutuhkan dalam mengarungi kehidupan selanjutnya. Dan melakukan pembicaraan dengan baik dalam penyelesaian konflik merupakan ajang latihan untuk penyelesaian permasalahan kehidupan yang semakin kompleks di masa yang akan datang.
Memilih jurusan bukanlah akhir segalanya. Setelah memilih jurusan, masih banyak fase yang harus dijalani. SNMPTN, SBMPTN, atau berbagai macam jenis ujian untuk masuk ke perguruan tinggi.
Ada masa menunggu, masa ketidakpastian, masa deg-degan, masa tidak ngapa-ngapain, masa belajar, masa gembira karena diterima, masa sedih kalau tidak diterima, masa harus belajar lagi, masa kecewa karena tidak diterima di jurusan favorit tapi diterima di jurusan lain, masa pendaftaran, masa gundah, masa bersenang-senang, dan sebagainya.
Apapun yang terjadi selanjutnya, adalah bagian dari pendewasaan dalam hidup. Jangan terlalu terlarut dalam euforia kegembiraan kalaupun sudah diterima dalam jurusan pilihan, karena itu baru awal dari kehidupan baru di perguruan tinggi.
Buat yang belum diterima, atau diterima di jurusan lain yang bukan pilihannya, juga tidak perlu terlalu kecewa. Kejar terus impian dan cita-citamu. Bisa cari sekolah atau jurusan lain, atau mencoba lagi di tahun berikutnya dengan persiapan belajar yang lebih baik dan lebih matang. Dunia belum berakhir, walaupun tidak lolos ujian, masih ada kesempatan selanjutnya.
Tantangan ke depan masih banyak. Bagaimana menyesuaikan diri dengan kondisi lingkungan baru, bagaimana belajar dengan materi-materi baru yang belum didapat sebelumnya, bagaimana membentuk kebiasaan belajar yang efektif dan efisien, bagaimana bisa bersosialisasi dengan teman-teman lain, dengan dosen, dan dengan lingkungan sekitar. Pokoknya, jangan merasa cepat puas dengan pencapaian yang ada saat ini.
Masa depan banyak hal yang menantang. Belajar terus, membaca perkembangan zaman, dan kebutuhan bangsa di masa yang akan datang, bisa mengarahkan pada pilihan yang tepat untuk menentukan jurusan yang sesuai dengan diri kita di masa depan. Tidak ada pilihan yang benar sama sekali 100% untuk semua orang, demikian juga tidak ada pilihan yang salah 100%. Ada orang yang belajar, yang mampu mengubah kesalahan dan kelemahan justru menjadi kekuatan yang bermanfaat di masa depan. Dan sebaliknya, ada pula orang yang sudah mendapatkan begitu banyak peluang dan kesempatan, namun karena kurang pandai untuk memanfaatkannya, malah berbalik menjadi kegagalan. Bersyukurlah dan manfaatkan apa yang ada di diri kita saat ini, untuk bisa menjadi bekal di masa depan.
#inspirasiharian