Literasi

Penilaian Kemampuan Membaca

Selasa, 2 Maret 2021, 19:50 WIB
Dibaca 961
Penilaian Kemampuan Membaca
EGRA

Judul: The Early Grade Reading Assessment

Editor: Amber Gove dan Anna Wetterberg

Tahun Terbit: 2011

Penerbit: RTI Press                                                                                                  

Tebal: viii + 294

ISBN: 978-1-934831-08-3

Kegagalan dalam mengembangkan kemampuan kognitif siswa biasanya bermula dari saat anak-anak tersebut belajar membaca. Sebab kemampuan kognitif hanya bisa dicapai oleh para siswa apabila mereka mempunyai kemampuan membaca yang memadai. Kegagalan dalam menguasai keterampilan membaca membuat murid-murid gagal dalam menguasai mata pelajaran lainnya.

Artinya kemampuan membaca adalah suatu keterampilan esensial bagi orang untuk bisa belajar seumur hidupnya. Pendidikan dasar adalah kendaraan utama dalam memberikan keterampilan membaca bagi anak-anak. Saking pentingnya keterampilan membaca ini, Ellen Johnson Sirleaf, Presiden Liberia sekaligus pemenang nobel perdamaian sampai memberikan nasihat bahwa para pengambil kebijakan harus menggunakan data dalam mengembangkan program pendidikan, khususnya dalam hal mengajar membaca. Guru dan komunitas tidak bisa berperang sendirian. Kepemimpinan dan dukungan nasional sangat dibutuhkan untuk menjamin pendidikan bagi semua (hal. vi).

Kegagalan mengajarkan kemampuan membaca ini terjadi di banyak negara. Utamanya negara-negara miskin dan negara-negara berkembang. Termasuk Indonesia. Kegagalan mengajarkan kemampuan membaca bisa disebabkan oleh kebijakan kurikulum yang terlalu menekankan kepada konten pengetahuan, bisa juga disebabkan oleh guru-guru kelas awal yang kurang piawai dalam mengajar membaca. Ada faktor lain yang bisa menjadi penyebab, misalnya kurang gizi dan proses belajar yang terganggu; misalnya absennya guru.

Di Indonesia sendiri - menurut pengamatan saya, kesadaran akan pentingnya fokus kepada pengajaran membaca mulai muncul di tahun 2006. Hasil PISA yang jelek membuat beberapa ahli pendidikan di Indonesia memberikan analisisnya tentang hal-hal yang mungkin menjadi penyebabnya. Salah satu dugaan penyebab hancurnya skor PISA Indonesia adalah karena kegagalan anak-anak di SD kelas awal dalam menguasai kompetensi membaca dan numerasi. Maka sejak itu program-program pemerintah dan donor yang bekerjasama dengan pemerintah fokus kepada masalah kompetensi membaca dan numerasi.

Supaya persoalan kemampuan membaca yang rendah ini bisa dipecahkan, diperlukan alat yang bisa memberikan gambaran sesungguhnya tentang kemampuan anak membaca. Alat tersebut harus juga bisa menunjukkan dimana persoalan-persoalannya sehingga proses pelajaran membaca kurang efektif. Salah satu alat yang bisa menggambarkan kemampuan membaca anak secara rinci dan akurat, serta bisa menunjukkan persoalan-persoalan di sistem pelajaran membaca adalah Early Grade Reading Assessment (EGRA).

Buku ini berisi tentang metode penilaian kemampuan membaca di kelas awal. EGRA adalah salah satu alat untuk mengukur kemampuan siswa membaca. Di Bab 1, buku ini memberikan pengantar tentang ap aitu penilaian membaca serta tata cara melakukan penilaian membaca. Di halaman 10, dijelaskan tentang fase kemampuan membaca, mulai dari pengenalan huru dan bunyi huruf, kemampuan decoding dan pengenalan kata, kelancaran membaca dan memahami apa yang dibacanya.

Berdasarkan urutan kemampuan membaca tersebut, EGRA mengusulkan beberapa level kemampuan membaca (hal. 13). Ada tiga level yang diusulkan, yaitu (1) Emergent literacy (kemampuan awal literacy), (2) Decoding (mulai membaca), dan (3) Confirmation and fluency. (kelancaran dan pemahaman) Pada level kemampuan awal, EGRA menyarankan tiga alat tes, yaitu konsep tentang cetak (concept about print), kesadaran akan bunyi (phonemic awareness), perbendaharaan kata secara oral (oral vocabulary) dan kemampuan menyimak (listening comprehension).

Di level kedua, yaitu mulai membaca, EGRA memperkenalkan empat carat es, yaitu mengenal nama huruf dan/atau bunyinya (letter identification name or sound), membaca suku kata (syllable naming), membaca kata (familiar word reading) dan membaca kata tanpa makna (nonword reading). Membaca kata tanpa makna ini sangat penting untuk mengukur kemampuan anak mengenali suku kata. Kemampuan ini dibutuhkan oleh anak untuk belajar kata baru. Anak-anak akan belajar kata baru sebelum mengetahui makna dari kata tersebut. Semakin lancar dia membaca rangkaian suku kata, meski belum paham maknanya, maka akan semakin cepat si anak belajar kata baru melalui membaca.

Di level ketiga, yaitu kelancaran membaca dan pemahaman, EGRA menyodorkan tiga alat tes, yaitu kelancaran membaca sebuah paragraph (oral reading fluency with comprehension), dikte (dictation) dan mengerjakan tes untuk melengkapi huruf yang hilang (mase or close). Kemampuan siswa untuk memilih kata yang tepat dalam sebuah kalimat yang tidak lengkap katanya, bisa menjadi indikasi sejauh mana anak paham akan arti kalimat tersebut.

Selain menjelaskan berbagai alat tes sesuai dengan level membaca anak, buku ini juga menjelaskan gunanya tes membaca dalam menarik perhatian para pengambil kebijakan, mendiagnosis sistem pelajaran membaca secara nasional dan evaluasi dampak. Hasil tes (EGRA) membaca bisa dipakai untuk kampanye dan advokasi supaya ada perhatian serius dari para pengambil kebijakan dan masyarakat tentang pentingnya mengatasi masalah ini.

Hasi EGRA juga bisa dipakai untuk melihat sejauhmana sistem di pendidikan kita terhadap kecepatan dan ketuntasan kemampuan membaca anak. Tes EGRA bisa memberikan diagnosis yang baik untuk mengetahui kelemahan sistem pengajaran membaca, sehingga sistem tersebut bisa diperbaiki melalui pelatihan guru. Hasil EGRA juga bisa dipakai untuk menguji sebuah cara baru atau program untuk memperbaiki kemampuan membaca. Tes awal dan tes akhir akan memberikan gambaran sejauh mana efektivitas cara baru/program tersebut dalam memperbaiki kemampuan membaca anak. Selain itu EGRA juga bisa digunakan oleh guru untuk memonitor perkembangan kemampuan membaca anak didiknya.

Buku ini memberikan tips-tips yang sangat detail dalam merancang tes kemampuan membaca dengan berbagai skala, menyiapkan enumerator dan mengelola pelaksanaan dan analisis data serta bagaimana mengemasnya untuk tujuan-tujuan yang berbeda.

Selain dari penjelasan teknis bagaimana menyelenggarakan tes kemampuan membaca siswa (EGRA), buku ini memberikan contoh implementasinya di berbagai negara. Di bab 2, dijelaskan bagaimana Nicaragua dan Senegal menggunakan EGRA sebagai alat diagnostik terhadap sistem pelajaran membaca. Di bab 3, disampaikan pengalaman penggunaan EGRA untuk melihat efektivitas program membaca di Afrika Selatan dan Mali. Di bab 4, EGRA dipakai oleh guru di Liberia untuk mengetahui perkembangan membaca anak didiknya. Di bab 5, membahas penggunaan EGRA dalam program bahasa ibu sebagai pengantar di Afrika Timur. Di bab 6 dijelaskan tentang pemanfaatan teknologi informasi untuk melaksanakan EGRA. Di bab 7 didiskusikan isu-isu institusional dalam memanfaatkan EGRA.

Buku yang sangat rinci menjelaskan penilaian kemampuan membaca anak ini sangat penting untuk dibaca dan dipelajari oleh para guru, kepala sekolah, staf Dinas dan para peneliti yang berkecimpung di isu Literasi dasar. Sebab buku ini bukan hanya menjelaskan konsep, tetapi juga secara gamblang memandu langkah-demi-langkah bagaimana mempersiapkan, melaksanakan dan memanfaatkan tes EGRA. (578)

***

Tags : literasi