Literasi

Esplindo

Minggu, 13 November 2022, 19:07 WIB
Dibaca 620
Esplindo
Esplindo itu.

Esplindo

Akronim itu muncul dalam WAG kami: Yansen TP (YTP), Pepih, Dodi, dan saya - Masri.

Semula, saya gak "ngeh". Langsung tancap gas saja menanggapi WA YTP yang saya hanya pahami, secara naluriah, bahwa kami adalah pegiat literasi nasional.

Namun, tatkala bertemu-muka. YTP bertanya. "Pahamkah bapak-bapak apa itu Esplindo?"

"Saya hanya memahami kita berempat, pegiat literasi, Indonesia," sahut saya sekenanya saja.

Sementara Pepih dan Dodi pun terdiam. Seperti baru menyadari. Ada hal  penting, namun kurang kami perhatikan. Apalagi sadari sebagai hal mendasar. Kami pun tak bertanya.

"Itulah ciri orang Indonesia. Tidak mengkritisi apa yang perlu dikritisi. Juga tidak bertanya," kata YTP. Membuat kami bertiga terhenyak. Mengaku salah, dengan diam.

"Saya given saja. Menerima apa yang otoritas ilmu sajikan," kata saya mencoba berkilah. Namun, YTP tak putus mencecar. Meski esensinya menangkap, tapi sebagai akronim, saya belum sepenuhnya mengerti apa itu: Esplindo.

"Apa pak?" Pepih memberanikan diri bertanya.

"Empat Sekawan Pelopor Literasi Indonesia," terang YTP.

"O..... itu!" kata saya.

"Bagus itu!" cetus Dodi.

Kami pun, sehabis itu, masih tercenung. Diam. Bercampur malu.

Jauh di lubuk hatinya. YTP menyimpan kenangan sangat dalam. Ia mampu mengingat tahun dan kapan mulai bertemu kami bertiga. Sedemikian rupa, sehingga kami bukan 4 persona melainkan: 4 serangkai.

Demikianlah yang kemudian tertera dan diabadikan pada Batu Literasi, Batu Ruyud di Krayan Tengah, Kalimantan Utara. Nama kami berempat dipahat pada Batu Literasi Utama.

Hal itu sebagai penanda. Bahwa berempat telah lama menggagas olah-literasi. Menggeliatkannya di Kalimantan Utara, sebagai sebuah gerakan bersama. Yang seperti setitik riak pada gelora lautan. Makin lama kian berpusar besar membentuk lingkaran yang mengempaskan gelombangnya ke tepian pantai. Lalu mempengaruhi dan menggerakkan apa saja  yang diterpanya.

Dari 11-13 November 2022 di sebuah hotel di jantung kota Jakarta. Empat serangkai berdiskusi literasi. Sepakat untuk makin menggeliatkan literasi. Memantapkan niatan untuk menyelenggarakan Hari Literasi dalam waktu dekat ini di Bentara Budaya, milik Kompas-Gramedia.

Sekaligus pameran foto hasil memindahkan realitas perbatasan ke dalam tangkapan kamera hasil jepretan fotografer andal, Arbain Rambey. Serta pada puncaknya diadakan peluncuran dan bedah buku Menjelajahi Misteri Perbatasan. Buku sarat informasi dan kajian strategis mengenai masalah perbatasan, yang sedianya disampaikan kepada pihak terkait sebagai bahan pertimbangan di dalam pengambilan keputusan.