Jelajah Kaltara [13] Berbagi Tips Menulis di Nunukan
Seorang pengembara sebagaimana ternukil dalam berbagai kisah klasik, sering menanamkan benih kebaikan di tempat di mana ia singgah saat harus meninggal tempat itu untuk melanjutkan perjalanan ke tempat lain. Tak peduli apakah benih yang ia tanam itu tumbuh atau malah gugur sebelum bertumbuh. Ia meyakini, kebaikan yang ditanam tak perlu ditunggu atau dilihat hasilnya.
Demikianlah keberadaan saya dan dua pegiat literasi lainnya - Masri Sareb Putra dan Dodi Mawardi di Nunukan, sebuah kabupaten paling utara di Provinsi Kaltara yang berbatasan langsung dengan negara jiran, Malaysia.
Atas inisiatif Bu Meliana Mahmud pemilik Book & Cafe, pada Jumat, 11 Juni 2021 tadi malam, kami bertiga berbagi tips menulis kreatif. Di cafe yang bersih, nyaman dan "nyekolah" itu peserta yang kehadirannya dibatasi (disesuaikan dengan kapasitas tempat) mengikuti "talk show literasi" dengan khidmat dan antusias bertanya saat moderator memberi peserta kesempatan.
Selintas tentang cafe ini, sungguh sebuah tempat yang nyaman untuk "ngupi" dan "ngemil" makanan ringan, namun dengan suasana buku-buku yang mengasyikkan. Tema buku yang sekaligus ornamen cafe bukan sekadar hiasan, tetapi memang diperuntukkan bagi pengunjung cafe. Buku untuk dibaca sambil menyeruput kopi.
Pak Saeful, suami Bu Mei, membuka acara dengan santai, bahwa acara talk show literasi khususnya berbagi tips menulis baru pertama kali dilakukan di Book & Cafe ini -dan karenanya merupakan sebuah terobosan- namun antusias peserta demikian besar.
"Kami berharap memetik kebaikan berupa tips menulis dari para pembicara," katanya sebelum memberikan pelantang kepada Kang Dodi yang malam itu didapuk sebagai moderator.
Tips menulis apa yang bisa kami berikan dalam tempo hanya dua jam?
Saya pribadi lebih menekankan pada niat menulis semata-mata untuk kebaikan yaitu memberi informasi, mendidik, menginspirasi dan menghibur orang lain (pembaca) dalam bentuk tulisan, apapun jenisnya.
Juga sedikit mengungkap bagaimana proses kreatif saya menulis novel "Alena" yang sedang naik cetak sebagai salah satu cara penulisan kreatif. Peserta menyimak dengan khidmat.
Semua pertanyaan ditujukan kepada kami bertiga. Pak Masri dalam waktu yang terbatas mampu menjelaskan tips dan filosofi menulis sehingga sebuah tulisan menjadi bernas. Ia menekankan pentingnya metafora dalam menulis fiksi.
Sedangkan Kang Dodi sedikit menyinggung bagaimana menerbitkan buku yang menarik perhatian orang untuk membacanya.
Demikianlah, waktu juga yang membatasi. Saya lihat ada Pak Jabar hadir, seorang birokrat Kabupaten Nunukan yang sangat memahami bidangnya (saya ketahui usai wawancara sebelumnya untuk penulisan buku sejarah Kaltara). Ia berbaur dengan hadirin lain dan kehadirannya memberi motivasi kepada peserta yang didominasi ibu-ibu dan beberapa mahasiswa itu.
Sungguh malam itu menjadi kenangan tersendiri. Kebahagiaan kami sebagai penulis sekaligus pembicara adalah antusiasme peserta dalam mengikuti paparan dalam menulis dan berliterasi.
Kami sudah keliling Nunukan dan menyeberang ke Sebatik sehingga banyak yang kami lihat dan banyak pula yang kami tulis. Pun ini saya sampaikan sebagai amunisi dalam menulis. Semakin banyak yang kita lihat (dan baca) semakin banyak bahan yang bisa kita tulis. Kuncinya adalah: mulailah menulis.Mengapa? Sebab bagian tersulit dari menulis adalah memuainya.
Sayang, pada keesokan harinya kami harus siap-siap meninggalkan Nunukan setelah tinggal selama tiga malam di pulau yang indah ini.
Sebagai pengembara, kami harus segera meninggalkan tempat yang mengesankan, yang menginspirasi saya pribadi untuk menyusun novel baru dengan tema "cinta di perbatasan" dengan setting Sebatik dan Nunukan.
Insya Allah kami akan kembali lagi jika nurani menuntun kami untuk kembali.
***