Fog Index: Formula Mengukur Keterbacaan Wacana
Mengapa naskah akademik sulit dipahami, lagi panjang kalimatnya? Mengapa buku anak mudah dimengerti? Naskah ilmiah-populer sedang-sedang saja?
Itulah readability. Keterbacaan suatu wacana, bergantung kepada siapa khalayak sasaran (target audience). Ukurannya seperti judul tulisan ini.
Pernahkah Anda membaca suatu wacana yang sarat dengan kata-kata sukar, yang bersuku kata tiga atau lebih, yang untuk memahaminya harus membuka kamus atau bertanya pada orang yang paham?
Jika pemahaman atau keterbacaan (readability) atas wacana itu sukar, membutuhkan waktu lebih lama untuk mencerapnya, dan dahi berkerut ketika membacanya maka itu berarti tingkatan Fog Index-nya tinggi.
Apakah yang dimaksudkan dengan Fog Index? Fog Index ialah teknik untuk mengukur keterbacaan suatu wacana. Ditemukan oleh Robert Gunning, seorang pebisnis Amerika dari Robert Gunning Clear Writing Institute Santa Barbara, California.
Dalam buku The Technique of Clear Writing (1952) Gunning membuat rumusan untuk mengukur keterbacaan suatu wacana. Mula-mula alat ukur ini digunakan untuk mengukur keterbacaan wacana dalam bahasa Inggris, namun diperluas karena prinsip-prinsip dasarnya dapat diterapkan dalam bahasa lain, termasuk bahasa Indonesia. Langkah-langkah untuk menghitung Fog Index seperti yang berikut ini.
Jumlah yang terdapat pada kolom sebelah kanan didasarkan pada suatu wacana yang:
- panjangnya 88 kata,
- jumlah kalimat 6,
- jumlah kata-kata sukar 6 (corruptissima, republica, plurimae, leges, kleptokrasi, kemaslahatan). Wacana ini dipenggal dari artikel “Tanda-tanda Negara Kleptokrasi” dalam Suara Pembaruan, 15 Januari 2009.
(1) Makin korup suatu negara makin banyak pula undang-undang (corruptissima republica plurimae leges).
(2) Demikian pepatah mengingatkan. Indonesia telah menggenapi kebenaran pepatah ini.
(3) Semakin banyak undang-undang ditelurkan wakil rakyat kita makin banyak pula korupsi melanda negeri ini.
(4) Jika itu terus terjadi, pada gilirannya negara kita dipimpin para pencuri.
(5) Inilah yang disebut kleptokrasi. Perkara yang sudah diingatkan Machiavelli pada 1505.
(6) “Apabila partai pelopor, baik dibentuk oleh rakyat, tentara atau kaum ningrat, yang dianggap paling ulung membela martabat dan kemaslahatan bangsa, sudah menjadi bobrok dan melakukan korupsi, hanya menunggu waktu untuk jatuh.”
Langkah menghitung Fox Index sebagai berikut.
1. Hitung jumlah kata pada wacana 88
2. Hitung jumlah kalimat 6
3. Hitung jumlah kata-kata sukar (3 atau lebih suku kata) 6
4. Kata sukar tidak termasuk:
- nomina (nama diri) dan nama tempat
- kombinasi kata-kata gampang seperti “orangtua”
- kata kerja/kata benda manakala mendapatkan prefiks, misalnya mengkambinghitamkan, mengkartumerahkan, menomorduakan
Hitung rata-rata panjang kalimat
Bagi jumlah kalimat dengan jumlah kata
88/6 = 14
5.
Hitung persentase dari kata-kata sukar (big words).
Bagi jumlah kata dengan kata-kata 6/88 = 7%
6. Bagi rata-rata panjang kalimat dengan % kata-kata sukar 7 + 14 = 21
7. Lalu kalikan hasilnya dengan 0,4 21 x .4 =
Fog Index 8.4
Dalam bangun sebuah rumus maka Fog Index diformulasikan sebagai berikut.
Fog Index yang ideal ialah yang berada pada level 7 atau 8. Level di atas 12 mengindikasikan bahwa wacana tersebut sukar dimengerti oleh rata-rata pembaca.
Bagaimana kiat membuat Fog Index kecil atau tulisan yang mudah dimengerti? Caranya dengan mengukur atau mengira-ngira rata-rata pendidikan pembaca, apakah SMP, SMA, atau sarjana.
Andaikan seorang lulusan SMA menguasai 10 ribu kata maka penulis dapat memilih kata yang akrab dengan mereka dan menghindari kata-kata sukar dan asing. Untuk sebuah artikel yang hendak dikirimkan ke suatu media, usahakan memilih kata yang selain mudah dimengerti juga bernas. Ini demi menghindari redaktur bekerja ekstra, memotong tulisan yang panjang. Bila ia merasa repot dan tidak ada waktu, lebih baik tulisan itu tidak dimuat.
Karena itu, agar keterbacaan suatu tulisan baik, penulis sebaiknya menghindari dua hal dan melakukan satu hal yang berikut ini.
Hindari kata sukar dan asing manakala kata tersebut dapat diganti dengan kata sederhana, misalnya:
utilisasi penggunaan
persisten bertahan, ulet, berkanjang
konstruksi bangunan
Hindari tautologi. Gunakan kata yang bermakna ganda dari kata yang sudah digunakan, misanya:
prinsip dasar-prinsip dasar dasar
kerja sama saling menguntungkan kedua pihak kerja sama
pendapat prbadi pendapat
sejarah masa lalu sejarah
masih meneruskan meneruskan
Gunakan padanan kata untuk mengganti ungkapan-ungkapan tertentu yang kurang umum, misalnya:
bertepuk sebelah tangan diacuhkan, ditolak
memancing di air keruh mengambil keuntungan
bagai rusa haus merindukan air ingin
bagai pungguk merindukan bulan menginginkan sesuatu yang musykil.
Dalam buku The Technique of Clear Writing (1952) Gunning membuat rumusan untuk mengukur keterbacaan suatu wacana
Selain Fox Index, masih ada alat lain untuk mengukur keterbacaan suatu wacana. Sayang, dalam bahasa Indonesia belum ada. Alat ukur itu untuk menakar keterbacaan wacana dalam bahasa Inggris yakni “Tools Menu” dalam Microsoft Word yang memuat penghitung kata (word counter), pengecek tata bahasa dan tesaurus yang dapat membantu penulis menulis dengan kata yang mudah dimengerti.
Tiga alat “flesch” yang berikut ini dapat digunakan untuk menanalisis gaya menulis seseorang.
1. Flesch Reading Ease (100 = sangat mudah, 70-80 = rata-rata)
2. Flesch Grade Level (menentukan level peringkat pembaca yang harus dapat memahami tulisan Anda, 6 = rata-rata)
3. Flesch Kincaid (cara lain untuk menentukan level peringkat pembaca)
Pengecek tata bahasa itu juga akan mendata persentase dari kalimat yang ditulis dalam bentuk kalimat pasif. Persentase yang dapat diterima ialah bahwa tidak ada bentuk pasif sebab kalimat bentuk aktif lebih powerful.
Selain itu, alat tadi juga akan menemukan kesalahan dalam penulisan huruf kapital, dan kata-kata yang dobel penulisannya.
Anda juga dapat membuka kamus sinonim atau tesaurus untuk membantu menemukan kata sederhana sehingga tulisan mudah dimengerti.