Filosofi

Filsafat Nusantara Lahir Kembali di Kaltara

Kamis, 22 April 2021, 10:10 WIB
Dibaca 1.007
Filsafat Nusantara Lahir Kembali di Kaltara
Foto kolase

Dodi Mawardi

Penulis senior

Selalu rindu tempat ini. Sejuk menyejukkan. Teduh meneduhkan. Tenang menenangkan. Seluruh rasa dan pikir menyatu. Penuh kedamaian. Berteman dengan rindangnya pohon. Berkawankan riaknya air. Bersahabat dengan kicau ratusan burung dan fauna. Berkerabat dengan desir angin lembut. Sungguh, jika pun harus pergi pasti ingin kembali.

Sang pemilik menyebutnya Bang Abak. Lokasinya berada di pinggiran pusat kota Kabupaten Malinau Kalimantan Utara (Kaltara). Tempatnya mencurahkan olah rasa dan olah pikir. Merah putih berkibar perkasa di beberapa tiang. Bagaikan representasi pemikiran sang pemilik tentang berbangsa dan bernegara. Termasuk urusan filsafat. Baginya Filsafat Nusantara mesti jadi tuan di negerinya sendiri. Bukan filsafat dari negeri lain nun jauh di sana.

Sore sampai matahari tenggelam begitu dalam, kami mengupas tuntas Filsafat Nusantara. Filosofi luhur bangsa yang sudah lahir dan tumbuh begitu lama. Berkembang pada ratusan suku bangsa. Setiap bangsa punya kebijaksanaannya sendiri.

Filosofi yang jika digali dan ditampilkan kembali pasti akan menjadi kebanggaan negeri. Bukan hanya Yunani yang terkenal dan kerap jadi landasan filsafat sejagat raya. Filosofi Nusantara pun bisa mendunia.

Filsafat adalah kebijaksanaan yang lahir dari proses merenung, bertanya, mempertanyakan, meragukan, dan menggugat. Hal yang biasa kita lakukan (sesungguhnya) dalam kehidupan sehari-hari. Akan menjadi abadi jika dituliskan seperti yang dilakukan Socrates, Plato, dan Aristoteles di Yunani dulu. Atau menjadi legenda melalui lisan seperti mutiara kata Prabu Siliwangi, Sultan Agung Mataram, dan Ronggowarsito. Presiden pertama Indonesia Soekarno pun punya pemikiran filosofis yang luar biasa.

"Kenapa harus selalu dari Yunani kalau bicara tentang filsafat?" tanya Yansen TP., Wakil Gubernur Kaltara yang biasa berdiskusi dengan kami. Silang pendapat berenergi positif sering terjadi antara YTP dengan Masri Sareb Putra, Pepih Nugraha, dan saya. Pun begitu malam itu. Diiringi gelegar petir dari kejauhan dengan kilat berderet-deret, pendapat pun tak mau kalah muncul beriringan. "Kita juga punya filsafat sendiri yang digali dari filosofi bangsa..." tambahnya.

Masri Sareb Putra tertegun sejenak. Seperti biasa. Kepalanya terlihat bagai berputar-putar mencari jawaban. Matanya bergerak lincah menatap Pepih Nugraha di sebelah kanannya bak mencari kongsi. Lalu mengalihkan tatapannya kepada saya. Buat saya, sejak dulu negeri ini penuh dengan kebijaksanaan. Nenek moyang bangsa kita punya filosofi luhur yang luar biasa. Begitu kaya. Hal itu tercermin dalam pantun, pepatah, kata mutiara, dan juga peribahasa. Termasuk juga filosofi begitu agung dalam semboyan Bhineka Tunggal Ika dan Pancasila. Indonesia punya jutaan filosofi itu: Filosofi Nusantara.

Berikut ini beberapa contoh kebijaksaan lokal yang bermakna filosofis sangat dalam yang termuat dalam peribahasa dan semboyan:
"Ipahanrai sasameh punggur." Suatu perbahasa dalam bahasa Dayak Maanyan yang bermakna sangat dalam: "Saling bersandar pada batang kayu lapuk."

"Ka cai jadi saleuwi ka darat jadi salogak." Peribahasa dalam bahasa Sunda yang bermakna: "Hidup selalu seiring sejalan secara harmonis."

"Gemah ripah loh jinawi." Adalah suatu ungkapan bahasa Jawa tentang impian kondisi masa depan bangsa Indonesia yang adil, makmur, dan sejahtera.

Makna kalimat-kalimat itu tidak kalah luhur dibanding hasil pemikiran para filsuf di negeri seberang. Dan pemikiran luhur semacam itu berserak di seantero negeri dari Sabang sampai Merauke. Jika kita kumpulkan seluruh pemikiran dan kebijaksanaan bangsa kita itu, wah... Luar biasa!

Bukit dengan pepohonan hijau nan rimbun di Bang Abak dan gelap malam yang diselingi pijar petir tiada henti, menjadi saksi lahirnya pemikiran untuk kembali mempopulerkan Filsafat Nusantara. Filosofi yang timbul dari perut Indonesia dan tumbuh bersama masyarakatnya dari dulu sampai sekarang.

Kini, tidak hanya Driyarkara yang berfilsafat Nusantara lewat karya tulisnya. Bukan pula cuma Muji Sutrisno yang hadir dengan buku berjudul Filsafat Nusantara. Atau pakar filsafat lain tanah air seperti Frans Magnis Suseno, Gede Prama, dan Komaruddin Hidayat. Anda pun bisa berfilsafat Nusantara dengan menggali kebijaksanaan nenek moyang masing-masing. Lalu tuliskanlah biar abadi.

Anda juga bisa berfilsafat sederhana dalam kehidupan sehari-hari. Dengan bertanya, mempertanyakan, meragukan, dan menggugat setiap realitas. Anda tidak perlu pergi ke Bang Abak di Malinau Kaltara untuk berfilsafat. Berfilsafatlah di beranda rumah Anda masing-masing. Siapa tahu gabungan filosofi kita akan menambah kaya Filsafat Nusantara.

Bolehlah menuliskan semuanya di YTPrayeh.com. Biar abadi seperti Socrates, Plato, Aristoteles, Prabu Siliwangi, Sultan Agung Mataram atau Ronggowarsito.

Selamat berfilsafat!