Siapa yang Akan Bayar Utang Indonesia???
Utang harus di bayar, meskipun terkadang ada yang utang namun enggan untuk membayarnya. Ya kalau utangnya kecil mungkin orang akan ikhlas untuk menerimanya.
Namun ketika utang itu dalam jumlah yang besar dan dengan persyaratan tertentu. Suka tidak suka mau tidak mau ya harus di bayar. Apalagi jika utang disertai dengan berbunga yang terkadang sangat mencekik sipenghutang.
Tahu kah anda.. sekarang utang luar negeri kita sudah mencapai berapa???
Dilansir dalam suatu situs CNN Indonesia Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia tembus US$418 miliar atau Rp 5.952,63 triliun (kurs Rp14.240 per dolar AS) pada April 2021 kemarin. Data Bank Indonesia (BI), utang itu tumbuh 4,8 persen secara year on year..
Pernahkah anda merasakan uang sebesar itu??? Untuk apa sih utang sebesar itu? Siapa sih sebenarnya yang mengutang Pemerintah atau Swasta? Sejak kapan Indonesia mulai berhutang? KAPAN MAU BAYARNYA/MELUNASINYA?
JIKA KITA BACA DARI BERBAGAI MEDIA hutang kita dipergunakan untuk sektor produktif pendukung pertumbuhan ekonomi, seperti kesehatan, pembangunan, dan pendidikan dan kebutuhan sektor swasta.
Hutang Luar Negeri dari masa kemasa
Tahukah nada bahwa hutang luar negeri kita dari era pemerintahan presiden ke era presiden berikutnya selalu menyisakan atau meneruskan hutang yang ada, mari kita lihat. Berdasarkan sumber berita media online merdeka.com sebagai berikut;
Era Presiden Soekarno
Ketua Koalisi Anti Utang (KAU) Dani Setiawan menuturkan, Indonesia sudah diwarisi utang oleh pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1949.
Warisan utang dari pemerintah Hindia Belanda itu adalah salah satu kesepakatan dalam Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag, Belanda, sebagai syarat kemerdekaan. Pemerintah Indonesia di bawah kepemimpinan Bung Karno juga pernah berutang ke negara lain. Di bawah kepemimpinan Bung Karno, ia mewarisi utang sebesar USD 2,3 miliar atau sekitar Rp32 Triliun. Angka tersebut di luar dari utang Hindia Belanda yang sebesar USD 4 miliar atau sekitar Rp56 Triliun.
Era Presiden Soeharto
Setelah pergantian presiden, Soekarno pun mewarisi utang pemerintah ke tangan Soeharto. Menurut data, utang di masa pemerintahan Soeharto berada di kisaran Rp 551,4 triliun. Sementara PDB saat itu di kisaran Rp 955,6 triliun.
Bedanya, Soeharto tidak memilih utang dari negara blok timur, tapi cenderung ke blok barat dan lembaga asing semisal Bank Dunia dan IMF. Warisan utang dari Hindia Belanda yang sempat dibatalkan oleh Soekarno , justru di re-schedule ulang oleh Soeharto pada 1964.
Era Presiden BJ Habibie
Setelah Soeharto lengser pada tahun 1998, warisan utang negara itupun diberikan kepada Presiden BJ Habibie. Proses akumulasi utang pun terus berlanjut di era Presiden Habibie. Bahkan, Habibie tercatat sebagai presiden yang membuat utang Indonesia makin besar hanya dalam waktu singkat.
Saat itu, rasio utang terhadap PDB berada di level 85,4 persen. Sehingga utang di era Habibie sekitar Rp 938,8 triliun, sementara PDB Rp 1.099 triliun.
Era Presiden KH Abdurrahman Wahid/Gus Dur
Di era pemerintahan presiden Abdurrahman Wahid atau Gus Dur, Indonesia sempat menurunkan utang menjadi 77,2 persen. Saat itu utang pemerintah sebesar Rp 1.271 triliun dan PDB Rp 1.491 triliun.
Era Presiden Megawati
Di bawah kepemimpinan presiden Megawati, rasio utang Indonesia kembali mengalami penurunan. Utang pada era Megawati sebesar Rp 1.298 triliun, sementara PDB Rp 2.303 triliun. Sehingga rasio utang saat itu 56,5 persen terhadap PDB.
Era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)
Setelah mendapat warisan utang sebesar RP 1.298 triliun, utang Indonesia justru semakin membengkak menjadi Rp 2.608 triliun.
Namun, SBY sempat melunasi utang-utangnya pada dana moneter internasional atau International Monetary Fund (IMF) yang telah menjerat sejak tahun 1997. Pada Oktober 2006, sisa utang pada IMF sebesar USD 3,7 miliar yang harusnya jatuh tempo pada 2010 telah diselesaikan oleh BI.
Era Presiden Joko Widodo (Jokowi)
Kementerian Keuangan RI mencatat, sampai akhir Desember 2020 total utang pemerintah mencapai angka Rp 6.074,56 triliun sehingga rasio utang pemerintah terhadap PDB sebesar 38,68 persen.
Secara nominal, utang pemerintah ini mengalami peningkatan dibandingkan periode yang sama di tahun lalu. Hal ini disebabkan, pelemahan ekonomi sebagai akibat dari pandemi Covid-19.
Berdasarkan catatan Bank Dunia, utang luar negeri Indonesia naik lebih dari dua kali lipat dalam 10 tahun terakhir. Posisi utang Indonesia kemudian menanjak menjadi USD 307,75 miliar pada 2015, USD 318,94 miliar pada 2016, USD 353,56 miliar pada 2017, USD 379,59 miliar pada 2018, dan USD 402,08 miliar atau sekitar Rp5.634 Triliun.
Utang luar negeri Indonesia paling banyak berasal dari Singapura yang mencapai USD 67,93 miliar, disusul oleh Jepang sebesar USD 29,03 miliar dan Tiongkok USD 20,03 miliar. Selain ketiga negara itu, Indonesia juga memiliki pinjaman dari Amerika, Australia, Austria, Hongkong, Korea Selatan, Inggris, Swiss, dan berbagai negara lainnya.
Jika kita perhatikan bahwa setiap masa pemerintahan presiden selalu menyisakan hutang, hutang dan hutang. Ingat apapun jenisnya hutang haruslah tetap dibayar. Nah terus kapan kita mau bayarnya??????????apakah anak cucu kita yang harus menanggung, sampai kapan?????.
Pendapatan Negara
Dari berbagai Sumber
Kementerian Keuangan mencatat penerimaan negara tahun 2018 telah mencapai 100% atau sesuai target yang ditetapkan dalam APBN yaitu sebesar Rp 1.894,72 triliun. Berdasarkan data APBN KiTa yang dikutip, Rabu (2/1/2019), sepanjang Desember 2018 ada penerimaan sebesar Rp 231,79 triliun yang didapat pemerintah dari pajak, cukai, PNBP, dan hibah. Sebelumnya, hingga akhir November 2018 telah tercatat penerimaan negara sebesar Rp 1.662,93 triliun.
Realisasi pendapatan negara tercatat mencapai Rp 1.957,2 triliun atau 90,4% dari target APBN tahun 2019. Angka tersebut tumbuh 0,7% dari realisasi pendapatan negara pada tahun 2018.
Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati melaporkan realisasi pendapatan negara sepanjang 2020 mencapai sebesar Rp1.633,6 triliun atau 96,1 persen dari target perubahan APBN dalam Perpres 72/2020 yaitu Rp1.699,9 triliun. Angka tersebut turun 16,7 persen dibandingkan periode sama 2019 sebesar Rp1.960,6 triliun.
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melaporkan pendapatan negara telah mencapai Rp726,4 triliun hingga akhir Mei 2021. Pendapatan negara ini tumbuh 9,31 persen jika dibandinkan pada posisi sama tahun lalu yang sebesar Rp664,6 triliun.
Adapun pendapatan negara sebesar sebesar Rp726,4 triliun ini baru mencapai sekitar 41,66 persen dari target APBN 2021 sebesar Rp1.743,6 triliun.
Jika kita tuangkan dalam bentuk tabel akan tampak seperti berikut;
Pendapatan Negara tahun 2018- mei 2021
No Jumlah Pendapatan (Rp) Tahun Keterangan
1. 1.894,72 triliun 2018 Target 1.894,72 triliun
2. 1.957,2 triliun 2019 Target 2.165,1 triliun
3. 1.633,6 triliun 2020 Target 1.699,9 triliun
4. 726,4 triliun Mei 2021 Target 1.743,6 triliun
Hutang Luar Negeri RI
No Utang Luar Negeri (Rp) Tahun Ket
1 5.952,63 triliun April 2021 kurs Rp.14.240 per dolar AS
Sebenarnya bila kita melihat trend pendapatan Negara rata-rata setiap tahun di atas 1.000 triliun. Apakah dengan trend pendapatan tersebut kita tidak mampu menabung atau menyisihkan sedikit untuk berusaha melunasi utang atau memang kita selama ini di buat agar Negara terus berhutang??.
Jika kita kaitkan dengan jumlah penduduk Indonesia dimana berdasarkan data Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menyatakan jumlah penduduk Indonesia hingga Desember 2020 mencapai 271.349.889 jiwa (jumlah penduduk Indonesia 2021).
(sumber Kompas.com)
Apabila kita asumsikan antara Hutang Luar Negeri dengan jumlah penduduk maka, hutang setiap manusia Indonesia sebesar Rp. 21.937.101,29.
Pada kemana para konglomerat Indonesia, pada kemana para milyarder Indonesia pada kemana pengusaha-pengusaha kaya Indonesia. Dimana kekayaan alam Indonesia yang melimpah ruah, Dimanakah posisi para swasta yang hidup dan mengeruk kekayaan Indonesia. Dimana rasa kepedulian kita terhadap hutang Negara ini.
Inilah yang menjadi kegelisahanku terhadap hutang luar negeri Republik ini, kita di karuniai oleh sang pencipta kekayaan alam yang sangat luar biasa. Namun hutang kita masih saja menumpuk. Berhutang itu tidak tenang, tidak bebas, tidak merdeka. Ada saja ketergantungan kita pada Negara yang meminjami apapun jenis hutangnya. Dulu kita ingin merdeka dari penjajahan. Sekarang apakah kita merdeka dalam Hutang tidak oh tidak, kita tidak merdeka. Kita masih terjajah terjajah dengan kondisi hutang luar negeri yang lahir dari masa ke masa. Maka pesanku kepada siapapun yang menjadi pemimpin negeri ini kedepan berusahalah untuk mendapatkan pendapatan semaksimal mungkin sesuai aturan dan norma yang ada, jujur dalam mengelola Negara dan berusahalah jangan berhutang.