Ekonomi

Belajar Bisnis dari Usaha Toilet Umum

Jumat, 12 Februari 2021, 07:39 WIB
Dibaca 1.459
Belajar Bisnis dari Usaha Toilet Umum
Kreatifitas dalam bisnis toilet umum masih sangat luas kemungkinannya

Sejak dulu saya ingin mengajari anak-anak saya bisnis. Bukan supaya mereka harus jadi pengusaha, tapi supaya mereka ngerti bahwa kerja pada orang lain bukan satu satunya pilihan mencari nafkah. Mereka bisa cari uang tanpa harus jadi pegawai atau buruh nantinya, mereka paling tidak akan punya pilihan dan bisa mulai mencari ketrampilan mendukung pilihannya itu; mau jadi pegawai, atau pengusaha, atau pegawai sekaligus pengusaha...

Eits.. nanti dulu. Pengusaha itu bukan cuma pedagang saja lo. Banyak lah macamnya pengusaha. Malah beberapa ahli dengan jelas membedakan Pedagang dan Pengusaha atau Pebisnis.

Pedagang adalah orang yang memperjualbelikan suatu barang atau jasa. Sederhananya ia mencari barang semurah-murahnya dan menjual semahal-mahalnya yang memungkinkan. Keuntungannya dari margin harga pembelian dengan penjualan, dan segera diperoleh. semacam barter barang/jasa dengan uang.

Pengusaha adalah orang yang memiliki kemampuan melihat dan menilai kesempatan kesempatan bisnis. Mengumpulkan sumber daya yang dibutuhkan guna mengambil keuntungan dari padanya serta mengambil tindakan yang tepat, agar memastikan kesuksesan. Pengusaha memiliki risiko investasi yang lebih besar karena belum tentu bisa mendapatkan untung langsung. Pengusaha menghitung perkembangan keuntungan di masa depan. (kutipan dari www.beecloud.id).

Contohnya: pedagang mendapat harga discount sepeda listrik sebesar 20%, dan bisa membeli sebuah sepeda listrik seharga 3 juta. Dia menemukan pasar dan menjual sepeda tersebut 4,5 juta perbuah. Keuntungannya mencapai 50% dari modal. Dia kemudian membeli sepeda lagi dan menjualnya. Dia bisa menjual 10 sepeda, keuntungannya segera diperoleh; 15 juta.

Jika seorang pengusaha mendapat discount dan harga yang sama, dia mungkin akan menjual sepeda-sepeda itu seharga hanya 3,5 juta. Lebih murah dan lebih laku, walau keuntungannya tidak sebesar pedagang tadi. Selain membeli sepeda baru, dia juga membeli assesories dan sparepart yang diperlukan sepeda tersebut. Akibatnya walau keuntungan langsungnya tidak sebesar sang pedagang, di masa akan datang pembeli sepeda listrik itu akan kembali untuk mencari sparepart dan assesoris pelengkap dari dia. Untungnya bisa lebih besar dan lebih bertahan lama.

Itu tentu saja contoh dengan terlalu banyak penyederhanaan, tapi semoga bisa menggambarkan perbedaannya pedagang dengan pengusaha atau pebisnis.

Seorang teman saya sesama dosen (dulu), mengatakan bahwa bisnis itu sangat bergantung pada inovasi. Seorang pengusaha akan memastikan usahanya terus menerus menemukan sesuatu yang baru untuk meningkatkan hasil dan sustainability nya. Berhubung dia memang dosen manajemen, maka saya dengarkan penjelasannya.Hebat dia, bisa menjelaskan sesuatu yang rumit menjadi sangat sederhana, itu menurut saya adalah tanda-tanda seseorang benar-benar mengerti permasalahannya.

Sebagai penutup, ia menceritakan sebuah kisah menarik tentang seorang pengusaha yang mencari penerus kerajaan bisnisnya.

Sang pengusaha adalah orang Medan keturunan China, pemilik ratusan rumah dan gudang yang disewakan. Bermula dari penjual minyak eceran, pria beranak satu dari istri utamanya itu menjadi taipan di bidang pergudangan. Di sudut-sudut kota, di daerah penyangga dan pinggiran wilayah industri dia membangun pergudangan sekaligus rumah rumah kontrakan dan kost bagi buruh gudang itu. Saat ia tua, ia pun mencari penerus yang bisa memastikan kerajaan bisnisnya terus berjalan. Sederhananya mencari orang yang bisa meneruskan usahanya.

Ada dua calon yang dianggap potensial. Sebut saja namanya Mawar dan Melati, oh iya walau namanya demikian keduanya pria. Nilai mereka sama, kemampuan manajemennya setara. Sebagai ujian terakhir, sang pengusaha pun memberi tes berupa tugas pada mereka; bagaimana menaikkan pendapatan dari beberapa toilet umum di wilayah pergudangannya.

Tentunya toilet itu bukan satu toilet kecil. Masing masing mendapat 14 pintu toilet di dua lokasi berbeda yang kira-kira mirip potensinya. Di sekitar toilet itu banyak pergudangan, beberapa kantor dan kost-kostan buruh.

Mawar langsung memulai pembaharuannya, ia meminta tambahan modal 35 juta dan mengubah toilet umum itu menjadi toilet modern. Keran otomatis yang menghemat air. Closet duduk canggih dan ergonomis. CCTV pengaman. Sistem wastafel dengan koin, dan sistem higienis otomatis. Perbaikan berikutnya adalah memecat para penjaga toilet umum untuk menghemat gaji pekerja.
Dua minggu pertama tolilet canggih Mawar menjadi trend. Toilet itu sangat ramai di bulan pertama, orang orang berkunjung hanya untuk mencoba berbagai alatnya. Beberapa media juga datang membuat liputan. Penghasilan bulan pertama melonjak tinggi.

Sementara itu, Melati meminta modal 9 juta. Perbaikan pertama memisahkan toilet pria dan wanita. Di toilet wanita dibuatkan tulisan: BAYAR DULU SEBELUM MASUK. sementara di toilet pria ditulis: BAYAR SAAT KELUAR. Melati justru merekrut penjaga toilet yang rapi, tampan (untuk toilet wanita) dan cantik (untuk toilet pria). Terakhir; ia membeli Tissue Alas Toilet dalam jumlah banyak dengan harga grosir.
Tidak ada penambahan jumlah pengunjung signifikan, tapi penghasilan bulan pertama naik cukup tinggi.

Di akhir bulan pertama mereka dipanggil sang pengusaha untuk memberi penjelasan. Mawar dengan yakin memulai presentasinya, intinya bahwa dengan modernisasi ia melakukan penghematan: "air, sabun dan biaya petugas kebersihan bisa dihemat karena semua serba otomatis. Orang tak bisa sengaja membuang-buang air dan tisue. Biaya penjaga di depan toilet juga tidak ada. serba murah.." kata Mawar bangga. "pengguna hanya tinggal menukar koin di vending mesin, jadio tidak bisa bohong mereka mau buang air kecil atau buang air besar."

Sang pengusaha mengangguk-angguk, Mawar makin semangat, "Belum lagi tehnologi canggih membuat banyak media meliput."

"Berapa lama kira-kira toiletmu populer sebelum media bosan?" Pertanyaan pertama dari sang pengusaha membuat Mawar kebingungan. Sang pengusaha terdengar tak puas. Mawar tercenung mendengar tanggapan yang berbeda dengan harapannya.

Apalagi kemudian ada pertanyaan lain dari sang mentor:

"Saya lihat di pencatatan ada biaya awal menyewa instruktur yang stand by untuk mengajari cara menggunakan tehnologi baru ini pada pelanggan. Berarti walau tak bayar penjaga, ada pengeluaran overhead lain yang kamu bayar.."
"Tapi itu cuma untuk di bulan-bulan awal-awal..."
"Lalu kalau ada pelanggan baru datang bagaimana?"
Mawar terdiam...

"Sekarang kamu, Melati!"
Melati pun maju melakukan presentasi:
"Saya mengganti penunggu toilet yang kumuh menjadi rapi. Selain itu ada percobaan sistem yang akan membuat pelanggan mengeluarkan uang lebih."
"Sistem apa maksudnya? perempuan bayar lebih dulu dan lelaki bayar setelah selesai itu?" Mentornya itu mendengus. "apa pengaruhnya?"
"Kenyataannya penghasilan meningkat, pak. walau jumlah pengunjung tak berubah."
"Kamu beruntung saja mungkin..."
"Silahkan di tinjau langsung pak.."

Dua hari kemudian sang mentor mengunjungi langsung kedua toilet itu. Di toilet Mawar, sang pengusaha kagum dengan kerapian dan keindahan toilet itu. Masuk ke toilet, pilih salah satu kloset dan begitu selesai buang air, langsung ada guyuran air membersihkan. Air dihemat.

Canggih. Sang pengusaha tersenyum, tapi di kepalanya ia langsung berhitung berapa biaya listrik, dan perawatan yang dibutuhkan.

"Mawar, ini keren sebetulnya, tapi di masa depan mungkin lebih besar biaya perawatan daripada keuntungannya."

Di toilet Melati, kesan yang ditangkapnya berbeda lagi. Toilet itu juga rapi dan bersih, tapi sederhana. Di toilet perempuan tampak seorang pria menjaga deretan kamar-kamar kecil sewaan. Di atas kepalanya ada tulisan besar: BAYAR DULU SEBELUM MASUK, dan sebuah anak panah menunjuk meja sang penjaga. Di meja tersebut ada tulisan lebih kecil tapi di warnai dengan cerah:

Buang Air Kecil dan Besar Rp. 2000,-
Bayar Rp. 4000,- GRATIS! tissue pelapis toilet.

Tulisan Gratis yang besar dan cerah, tampak kontras di atas meja putih bersih. Sang Pengusaha tersenyum. Banyak wanita yang memilih membayar 4000 rupiah, dan menerima selembar tissue pelapis toilet dari penjaga toilet yang ramah. Sang Pengusaha tersenyum.

"Berapa kamu beli Tissue toilet itu?" tanya sang pengusaha.
"Satu Lusin 14000 rupiah, karena saya beli banyak ada diskon juga."
"Hahaha.. kamu tahu yang diperlukan pelanggan... good.. " Sang pengusaha menepuk pundak Melati. "Saya juga suka tulisan 'Gratis' itu... sentuhan yang manis. Tapi bagaimana dengan toilet Pria? kita kan nggak perlu tissue?"
"Mari, pak.. silahkan ke Toilet pria.."

Sang pengusaha dengan yakin berjalan ke toilet Pria. Di bagian luar tergantung gagah tulisan di papan besar; BAYAR SAAT KELUAR.. di bawahnya ada tulisan kecil; Silahkan Masuk, dan panah menunjuk ke pintu masuk.

Dengan gagah sang Pengusaha masuk ke toilet itu. Di pintu dia melihat seorang wanita cantik berpakaian rapi duduk di dekat pintu. Di sisinya ada sebuah keropak tempat uang.

"Itu penjaganya... cantik juga.." Lirik si pengusaha. "Tapi sepertinya malas. Dia bahkan tidak mendekat untuk mengumpulkan uang dari pelanggan, hanya mengawasi dari jauh. Tampangnya juga 'ngeselin, cuma ngeliatin pelanggan yang keluar dari toilet."

Sambil masuk ke toilet, si pengusaha berjanji menyinggung kemalasan sang penjaga pada Melati. Saat masuk, toilet itu biasa saja, bersih tapi tak ada yang istimewa. Berhubung si pengusaha memang ingin buang air, maka ia segera menunaikan hajatnya.

Saat keluar dari toilet, sambil membereskan celana si pengusaha merogoh kantongnya. Dari sudut mata ia melihat gadis penjaga itu memandanginya dari atas ke bawah dengan sorot mata aneh. Tatapan itu membuatnya jengah. Pipinya agak memanas.

Saat ia mendekati keropak yang ada beberapa langkah dari kursi gadis penjaga itu, ia membaca tulisan cukup besar di atas keropak itu;

BUANG AIR TARIF SAMA.
Alat Kelamin kecil Rp. 2000,-
Alat Kelamin Besar Rp. 5000,-

Sang pengusaha sejenak ragu, 2 ribuan di tangannya tak jadi dimasukan. Dari posisi di depan keropak, jelas terlihat gadis penjaga itu memperhatikannya. Dengan menarik nafas panjang dan tersenyum kesal, sang pengusaha pun mengganti 2 ribuan di tangannya dengan 5 ribuan.

Saat mengangkat kepala, ia melihat gadis itu tersenyum sedikit.

Sang pengusaha membalas dengan senyum lebar, walau tak selebar senyum Melati yang mengawasi dari arah sebaliknya.

Begitu cerita dari teman saya sang dosen manajemen. Kalau kamu sudah baca hati-hati dan mengerti ceritanya, tentu saja jelas bagi kamu, siapa yang akan mendapatkan warisan seluruh usaha sang pengusaha kaya itu. Bisakah kamu menebak?

Mawar? wah kamu nggak baca tulisan ini pelan pelan ya... ayo baca ulang.
Ah kamu menebak Melati? ya... kamu salah lagi.

Orang yang mendapat warisannya sang pengusaha ya sudah pasti anaknya sendiri yang semata wayang. Mawar dan Melati itu paling-paling juga naik pangkat menjadi General Manager.

Terima kasih sudah membaca tulisan ini.

***