Petakan Wilayah Adatmu Sebelum Dipetakan Orang Lain
Tulisan pada baju tersebut membangkitkan adrenalin saya. Kesadaran saya terbangun. Thanks pak Kasmita Widodo (BRWA) atas ketokan keras pintunya, sehingga saya dan mungkin juga byk org lain terbangun. Kata-katanya menusuk kesadaran siapapun yang tahu, punya kesadaran dan punya kepedulian terhadap masa depan dirinya dan anak cucunya.
Saya lama termenung membaca kata-kata pada baju tersebut. Saya mencoba mencernanya secara jernih. "Pagari hutan adat mu sebelum org lain datang pagari (mengambil)," demikian padanan maknanya. Harus dipagari dgn dokumen peta, dll. Supaya tdk diambil para perampok atas nama kesejahteraan masyarakat/rakyat. Kira-kira begitulah maknanya.
Saya merasa perlu menulis soal ini karena saya akan berdosa apabila tidak mengatakan kebenaran yg saya tahu. Sebab saya tahu, di Kaltara dan khususnya di Nunukan (saya tdk ingin menyebut kabupaten lain yang tdk saya kuasai masalahnya), ada banyak saudara-saudara saya, baik yg ada hari ini dan anak-anak kami serta cucu kami yang akan lahir kemudian sudah tidak punya tempat lagi bawah kolong langit bumi ini.
Ruang hidup mereka sudah diambil oleh kekuasaan dan korporasi atas nama kesejahteraan dan pembangunan. Sudah diambil belasan tahun lalu, jauh sebelum mereka tahu dunia.
Saya tahu persis, ada beberapa titik atau kampung tertentu di wilayah Sebuku, Sembakung dan Lumbis yg sudah kuasai dan atau dijajah Koporasi Sawit dengan bungkusan nama yg sangat sedap terdengar (HGU, dll). Ada puluhan korporasi dalam 3 wilayah tersebut. Praktis, beberapa kampung di sana tidak ada lagi ruang hidup yg tersisa.
Terasa mau menangis membayangkan, ketika kami generasi sekarang sudah jadi tanah, bagaimana generasi setelah kami membangun rumah, bagaimana mereka berkebun, berladang, dst. Untuk kami yg ada hari ini saja, ruang hidup sudah tidak ada. Dunia ini sudah asing dan tidak bersahabat. Apalagi bagi anak dan cucu kami yg akan akan lahir kemudian. Tidak ada lagi harapan hidup layak di muka bumi ini. Mereka sangat mungkin akan jadi budak dan pengemis seumur hidup.
Dan pada saat itu nanti tiba, sudah pasti kami sebagai orang tua, kakek dan nenek mereka yg hidup jaman sekarang akan jadi sasaran omelan sesal mereka. Kami pun tidak mendengarnya lagi. Kami pun tidak bisa membantu. Harapan tersisa, tunggu kemurahan Tuhan yg empunya langit dan bumi saja. Semoga beliau berkenan menyediakan "ruang atau hak hidup" bagi anak dan cucu kami di Sorga.
Masih segar dalam ingatkan saya, 2 tahun lalu, beberapa org masyarakat kami ditangkap kemudian dipenjara atas delik aduan pencurian buah sawit. "Pemilik" tanah dituduh mencuri di atas tanahnya sendiri. Kata seoarang teman, kejadian ini sudah berulang dari masa ke masa. Entah sampai kapan. Saya jawab si kawan: mungkin sampai Terompet Sangkakala Tuhan berbunyi sebagai tanda akhir kehidupan.
Kembali soal Peta Hutan/Wilayah Adat. Saya tahu, saudara² saya di sana (dipimpin dinda Lumbis, dkk) telah melakukan pemetaan sebagian.
Proses sudah berjalan. Namun perjalanan masih panjang dan berliku. Tantangan sangat berat. Yang paling berat adalah dari internal MHA sendiri.
Sebab ada sebagian kelompok masyarakat, berdiri atas nama masyarakat adat berada bersama korporasi. Kelompok masyarakat yg punya orentasi ekonomi jangka pendek untuk kelompok sendiri. Itu yg terjadi minggu lalu saat sekelompok masy datang ke kantor kami atas nama kepentingan masyarakat yg dibungkus dgn nama plasma.
Apa yg terjadi di daerah Kabudaya, juga terjadi di Krayan. Kami tidak dijajah oleh korporasi tetapi dijajah oleh kekuasaan negara atas nama taman nasional, hutan lindung, dll. Tidak ada pilihan lain. Jadikan wilayah Krayan sebagai Taman Adat Nasional (TAN).
Segera dorong gerakan kolektif masyarakat adat. Lakukan pemetaan tematik hutan dan wilayah adat untuk fungsi sosial, ekonomi, konservasi, dll.
Apapun tantangannya, adalah dosa generasi hari ini apabila tidak mau berjuang bersama² utk menyelamatkan hak atas ruang hidup generasi yg akan datang.
Oleh sebab itu, mari kita kumpulkan serpihan semangat, energi dan atau kekuatan gerakan masyarakat sipil dan komunitas adat dalam menghadapi marginalisasi hak-hak masyarakat adat di wilayah Kabupaten Nunukan, khususnya di Kaltara. Rapatkan barisan, buladkan tekad dan kembalikan tanah adat, hutan adat dan sumber daya alam lainnya ke dalam telapak tangan Masyarakat Adat. Semoga leluhur di alam sana mendengar dan ikut menolong!
***
#happyweekend
#GK/4/3/2023🌾🌾