Budaya

Kesetaraan, Akankah Lekas Tercapai?

Senin, 14 Maret 2022, 08:12 WIB
Dibaca 437
Kesetaraan, Akankah Lekas Tercapai?
Kesetaraan Disabilitas

Penyandang Disabilitas adalah mereka yang memiliki keterbatasan fisik, mental, intelektual atau sensorik dalam jangka waktu lama yang dalam berinteraksi dengan lingkungan dan sikap masyarakatnya dapat menemui hambatan yang menyulitkan untuk berpartisipasi penuh dan efektif berdasarkan kesamaan hak.

Bagaimana mengubah cara pandang individu-individu baik itu masyarakat normatif maupun masyarakat yang disabilitas, terkait dengan membangun cara pandang yang berkeadilan.

Seperti yang dilakukan oleh PerDIK (Pergerakan Difabel Indonesia untuk Kesetaraan), mereka kerap kali berkegiatan melakukan pelatihan-pelatihan untuk masyarakat. Seperti apa yang dikatakan Gusdur ketua PerDIK berikut kutipan wawancaranya:
“selain upaya untuk mengubah struktur atau regulasi yang tidak berpihak kepada penyandang disabilitas, kami juga bertujuan untuk mengubah prespektif masyarakat yang selama ini memandang kami sebelah mata dan menganggap kami tidak berkemampuan dan tindakan-tindakan diskriminasi masih sering saja terjadi dan menimpah kami, sehingga menjadi penting bagi kami untuk menanamkan kesadaran toleransi dan keadilan dalam Masyarakat. selain kepada masyarakat umum, teman- teman disabilitas juga perlu untuk disadarkan dan diwadahi kemampuan khusus yang dimilikinya agar tidak minder dari lingkungan sosialnya dan merasa tidak ada yang berbeda terhadap dirinya. jadi salah satu bentuk real dari upaya itu yaitu intens melakukan kegiatan pelatihan atau membentuk kelas-kelas belajar yang melibatkan anak-anak yang masih SMA dan teman-teman difabel lainnya. Misalnya kegiatan yang dekat- dekat ini yg ingin kami selenggarakan yatu Kelas Belajar di Bulukumba, kami akan melibatkan peserta dari berbagai daerah yang masih duduk di Bangku SMU/Sederajat yakni bagaimana menanamkan pemahaman tentang bagaimana seharusnya memperlakukan dan memandang kelompok difabel. Hal ini menjadi penting untuk menamkan sedari awal bagaimana membentuk kesadaran inklusi dan keadilan sejak dalam fikiran di kalangan muda”.
Gusdur sebagai ketua menyatakan gerakan yang didorong selain bertujuan untuk mendorong regulasi, juga untuk membangun kesadaran di lingkungan masyarakat pada umumnya, karena kelompok difabel di pandang sebelah mata dan kadang mendapat perilaku yang diskriminatif dari masyarakat. Cara untuk membangun kesadaran yaitu dengan membentuk kelas belajar dengan sasaran kaum muda dengan alasan membentuk cara pandang yang inklusif dan berkeadilan sejak dini.

Kontradiksi-kontradiksi dan konflik-konflik sosial merupakan sesuatu yang melekat dalam hakekat pembentukan masyarakat manusia dan organisasi sosial. Kehidupan masyarakat yang beragam, khususnya dalam hal kualitas fisik,
mental, maupun kognitif konflik seakan menjadi cerita yang melekat didalamnya. Perbedaan kualitas fisik, mental, maupun kognitif menjadi salah satu alasan munculnya konflik dalam kehidupan masyarakat. Akibatnya kelompok yang cenderung minoritas dalam hal kualitas fisik maupun mental semakin terpinggirkan, salah satunya adalah kelompok difabel. Namun, kelompok difabel tidak tinggal diam dan terpuruk dengan berbagai stigma negatif yang cenderung memojokkan eksistensinya sebagai manusia yang berhak untuk hidup, sebaliknya, para aktivis difabel berhimpun dan mengorganisasikan dirinya melakukan gerakan sosial guna untuk mengakui dirinya sebagai manusia yang layak untuk hidup dan mampu mengubah nasibnya sendiri.

Pembangunan ideologi gerakan difabel terus berlanjut dengan melakukan diseminasi pemikiran bahwa difabelitas bukan sekedar soal kondisi fisik yang dipandang tidak normal, namun difabel harus dipandang sebagai bentuk ketidak adilan sosial yang dilakukan oleh mayoritas kelompok “normal” terhadap kelompok minoritas dalam hal ini difabel. Masa ke masa gerakan difabel terus berkembang sampai kedaerah-daerah di seluruh Indonesia khususnya daerah, isu yang baru yakni mendorong regulasi terkait dengan jaminan layak bagi penyandang disabilitas (aksesabilitas) dan juga mensosialisasikan perspektif bagaimana memperlakukan penyandang disabilitas secara umum (inklusifitas)

Pandangan umum atas keterbatasan dan ketidak mampuan ini yang dianggap menjadi masalah bagi kelompok difabel/disabilitas. Pandangan atau perlakuan masyarakat normatif yang kerap kali menganggap penyandang disabilitas/difabel tidak memiliki kemampuan dan tidak mampu disandingkan dengan orang-orang pada umumnya. Selain itu regulasi negara maupun daerah yang tidak merepresentasikan kepentingan dari kelompok disabilitas/difabel. Sehingga kelompok ini menganggap bahwa negara tidak menjamin kelayakan hidup bagi teman-teman disabilitas/difabel.
Ada dua permasalahan pokok yang dirasakan kelompok disabilitas/difabel di Indonesia pada umumnya. Pertama, pandangan negatif atas perbedaan bentuk fisik atau struktur mental yang dimiliki, sehingga mengganggu aktivitas kehidupannya. Kedua, masih kurangnya perhatian dari pemerintah atas keinginan bagi kelompok disabilitas/difabel untuk disetarakan dengan masyarakat pada umumnya.

Ketidaksetaraan atau anggapan atas marginalisasi kelompok disabilitas merupakan dampak dari tidak begitu seriusnya pemerintah setempat dalam menjamin keberadaan kelompok disabilitas ini. Maka dari itu dengan kesadaran kolektif atas nasib yang serupa beberapa orang yang sadar akan nasibnya ini menghimpun kekuatan dalam berbagai macam disabilitas untuk melakukan resistensi yakni mengupayakan seruan kepada pemerintah untuk menjamin kelayakan hidup bagi kelompok disabilitas yang ada.

Keberadaan atau hadirnya wadah kolektif bagi penyandang disabilitas atau orang-orang yang memperjuangkan nasib disabilitas merupakan faktor pendukung hadirnya gerakan disabilitas. Wadah kolektif ini bisa hadir tentu tidak terlepas dari keberadaan sosok pelopor dalam mempelopori hadirnya gerakan ini, kepeloporan tentunya dimiiliki oleh orang atau individu yang memiliki kesadaran atau pengetahuan yang maju sehigga mampu berinisiatif dalam menghadirkan dan merangkul individu-individu yang berkesadaran kedalam sebuah wadah yang bernama organisasi yang bertujuan untuk mendorong atau memperjuangkan kesetaraan bagi kelompok Disabilitas secara khusus dan keadilan bagi seluruh elemen masyarakat secara umum.

Difabel (people with different ability) merupakan istilah yang diperkenalkan pada tahun 1999 oleh para aktivis untuk menyebut penyandang cacat, yaitu orang-orang yang menjalankan aktivitas hidup dengan kondisi fisik dan atau mental yang berbeda dengan orang kebanyakan. Istilah difabel dianggap sebagai langkah mengubah persepsi di masyarakat yang cenderung memiliki persepsi menyudutkan kaum difabel, yang di mana menekankan artinya dengan orang yang mempunyai kemampuan berbeda. Namun pada tahun 2010, oleh pemerintah Indonesia penyebutan difabel diubah menjadi penyandang disabilitas.

Menurut Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2011 Tentang Pengesahan Hak-Hak Penyandang Disabilitas yaitu:
penyandang disabilitas yaitu orang yang memiliki keterbatasan fisik, mental, intelektual atau sensorik dalam jangka waktu lama yang dalam berinteraksi dengan lingkungan dan sikap masyarakatnya dapat menemui hambatan yang menyulitkan untuk berpartisipasi penuh dan efektif berdasarkan kesamaan hak.

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1997 Tentang Penyandang Cacat Dalam Pokok-Pokok Konversi Point 1 (Pertama) memberikan pemahaman yakni;
setiap orang yang mempunyai kelainan fisik dan/atau mental, yang dapat mengganggu atau merupakan rintangan dan hambatan baginya untuk melakukan secara selayaknya. Yang terdiri dari penyandang cacat fisik; penyandang cacat mental; penyandang cacat fisik dan mental

Orang berkebutuhan khusus (disabilitas) adalah orang yang hidup dengan karakteristik khusus dan memiliki perbedaan dengan orang yang ada pada umumnya. Karena karakteristik yang berbeda inilah memerlukan pelayanan khusus agar mendapatkan hak-haknya sebagai manusia yang hidup di muka bumi ini.
b. Jenis-jenis disabilitas
Terdapat beberapa jenis orang yang dengan kebutuhan khsus (disabilitas). Ini berarti bahwa setiap penyandnag disabilitas memilikidefinisi masing-masing yang mana kesemuanya memerlukan bantuan untuk tumbuh dan berkembang secara baik. Jenis-jenis penyandang disabilitas adalah sebagai berikut:
1) Disabilitas mental. Kelainan ini meliputi beberapa macam, yaitu:
a) Tunalaras ialah individu yang mengalami hambatan dalam mengendalikan
emosi dan kontrol sosial.
b) Tunagrahita ialah individu yang mengalami hambatan atau keterlambatan
dalam perkembangan mental (fungsi intelektual di bawah usia teman-teman seusianya) disertai ketidakmampuan atau kekurangmampuan untuk menyesuaikan diri. Seseorang dikatakan tunagrahita apabila memiliki keterhambatan fungsi kecerdasan secara umum atau di bawah rata-rata.

2) Disabilitas fisik. Kelainan ini meliputi beberapa mcam, yaitu
a) Kelainan tubuh (Tunadaksa) ialah individu yang memiliki gangguan gerak yang disebabkan oleh kelainan neuro-muskular dan struktur tulang yang bersifat bawaan, sakit, atau akibat kecelakaan (kehilangan organ tubuh), polio, dan lumpuh.

b) Kelainan indera penglihatan (Tunanetra) adalah individu yang memiliki hambatan dalam penglihatan. Tunanetra daoat diklasifikasikan ke dalam dua golongan yaitu: buta total (blind) dan low vision
c) Kelainan pendengaran (Tunarungu) adalah individu yang memiliki hambatan dalam pendengaran baik permanen maupun tidak permanen. Karena memiliki hambatan dalam pendengaran, individu tunarungu memiliki hambatan dalam berbicara sehingga mereka disebut tunawicara
d) Kelainan bicara (Tunawicara) ialah seseorang yang mengalami kesulitan dalam mengungkapkan pikiran melalui bahasa verbal, sehingga sulit bahkan tidak dapat dimengerti oleh orang lain. Kelainan bicara ini dapat bersifat fungsional dimana kemungkinan disebabkan karena ketunarunguan dan organic yang memang disebabkan adanya ketidaksempurnaan organ bicara maupun adanya gangguan pada organ motoric yang berkaitan dengan bicara.
3) Disabilitas Ganda (Tunaganda) ialah penderita cacat lebih dari satu kecacatan

khususnya bagi para penyandang disabilitas mendapatkan rahmat dari Allah swt. Terlepas dari berbagai stigma maupun stereotipe yang masih berkembang dalam cara pandang masyarakat yang cenderung bersifat diskriminatif. Cara pandang tersebut tentunya akan berdampak pada terhambatnya pemenuhan hak-hak bagi penyandang disabilitas.
Penyandang disabilitas harus diperlakukan secara sama dan diterima secara tulus tanpa diskriminasi dalam kehidupan sosial, secara tegas dalam QS An-Nuur/24:61.