Budaya

Singer, Hukum Adat Perkawinan Dayak Ngaju, Kalteng

Senin, 8 Februari 2021, 20:15 WIB
Dibaca 2.191
Singer, Hukum Adat Perkawinan Dayak Ngaju, Kalteng
Singer itu denda adat orang Ngaju, bukan penyanyi.

Catatan pembuka:

Di kalangan Dayak Ngaju, Kecamatan Katingan Tengah, Kabupaten Katingan, Provinsi Kalimantan Tengah, perkawinan merupakan urusan kerabat, keluarga, persekutuan, martabat, meski sekaligus merupakan urusan pribadi kedua pasangan. Di masa lalu, perkawinan wajib dilakukan antar-suku di dalam lingkungan sosial yang sama.

Bagi kelompok-kelompok wangsa yang menyatakan diri sebagai kesatuan dalam persekutuan-persekutuan hukum, perkawinan para warganya (pria, wanita atau kedua-duanya) adalah sarana untuk melangsungkan  hidup kelompoknya secara tertib dan teratur, dan sebagai sarana yang dapat melahirkan generasi baru dalam melanjutkan garis hidup kelompoknya. Fungsi perkawinan itu bermanifestasikan di dalam campur tangan kepala-kepala kerabat, orang tua, kepala-kepala desa dengan pilihan kawin, bentuk perkawinan, dan upacara perkawinan.

Proses perkawinan, khususnya kawin pinang, menunjukkan ciri-ciri umum seperti melakukan lamaran dan jika lamarannya diterima biasanya diadakan pertunangan lebih dahulu. Janji kedua belah pihak untuk melangsungkan perkawinan tertentu. Pada masa pertunangan  itu kebanyakan tidak harus ditentukan hari pelangsungan upacara perkawinan, besarnya pembayaran perkawinan dan pembayaran denda sebagai sanksi atas pemutusan pertunangan.

Janji tersebut baru mengikat sesudah terjadi penyerahan hadiah pertunangan, alat pengikat, tanda konkrit, kadang oleh pihak pria kepada si wanita, kadang-kadang pula oleh kedua belah pihak.Nama dan fungsi hadiah pertunangan adalah bermacam-macam sebutan di berbagai masyarakat hukum adat.

Demikian pula mengenai motif dan pendorong ke arah pertunangan juga berbeda-beda satu dengan yang lain seperti misalnya (1) segera mendapat kepastian tentang perkawinan yang dihasratkan, (2) orang kadang-kadang mendapat pertolongan dari calon menantu pria, (3) selekasnya ingin melepaskan si gadis dari pengaruh pergaulan bebas, (4) pertimbangan-pertimbangan sejenis itu yang berhubungan dengan keadaan sosial (Sudiyat, 1981: 109-110).

Apabila terjadi pemutusan pertunangan berdasarkan musayawarah adalah urusan kerabat  dan urusan masyarakat. Pembatalan pertunangan secara sepihak, meliputi:

(a) memberikan alasan-alasan yang patut (masuk akal) kepada pihak lainnya untuk mengurungkan perkawinan, maupun

(b) mengundurkan diri tanpa menyebutkan alasan-alasan yang dapat diakui kepatutannya. Para pihak yang bersalah kehilangan tanda pengikat harus mengembalikannya dua kali lipat atau harus membayar  denda lainnya.  Jumlah uang denda ditetapkan pada saat pertunangan. Jika kedua pihak dianggap bersalah di mana diusahakan pemulihan kepada keadaan semula (misalnya tanda dikembalikan dalam nilai keadaan semula).

Demikian juga perkawinan yang dilakukan di masyarakat Dayak Ngaju di Kecamatan Katingan Tengan, Kabupaten Katingan, provinsi Kalimantan Tengah mengenal tata cara lama tradisi suku Dayak yang melalui tiga proses, yakni: 1) Hakumbang auh atau meminang; 2)Hisek atau pertunangan; dan 3) Pernikahan atau perkawinan.

Perkawinan bukan hanya urusan pribadi kedua mempelai, atau keluarga masing-masing kedua belah pihak. Akan tetapi, perkawinan di kalangan Dayak Ngaju di Kecamatan Katingan Tengah, Kabupaten Katingan, provinsi Kalimantan Tengah melibatkan komunitasnya.

Dari awal hingga akhir proses perkawinan, bahkan setelah berkeluarga dan beranak pinak pun, perkawinan selalu menyangkut  komunitas setempat. Singer perkawinan ialah ujud ikatan sosial masyarakat Dayak Ngaju, Kabupaten Katingan, Provinsi Kalimantan Tengah yang proses dan maknanya akan dibahas.

Oleh karena perkawinan di kalangan masyarakat Dayak Ngaju, Kecamatan Katingan Tengah bukan urusan pribadi dan keluarga saja, melainkan juga urusan sosial, maka setiap tahapannya melibatkan juga pihak-pihak di luar kedua calon pengantin dan keluarganya. Ketiga tahapan itu merupakan sebuah rangkaian sebagai berikut.

Pertama, hakumbang auh atau lamaran awal. Yaknitahap apabila seorang laki-laki berniat mempersunting seorang gadis, maka pihak keluarga laki-laki berusaha untuk mencari tahu lebih banyak tentang asal usul, sejarah keluarga, situasi dan kondisi si gadis. Diteliti pula apakah si gadis idaman masih sendiri atau sudah ada yang punya. Biasanya, pihak keluarga laki-laki mengutus  wakilnya untuk  menemui keluarga pihak perempuan untuk mendapatkan  kepastian.

Setelah jawaban meyakinkan  diperoleh dari pihak keluarga si perempuan dilanjutkan dengan mengadakan  pembicaraan serius pihak orang tua dan keluarga calon pengantin dengan sesepuh kampung  atau orang yang dituakan. Lalu pihak keluarga laki-laki datang berkunjung ke rumah keluarga pihak perempuan untuk  menyatakan niatnya. Apabila niat dan tujuan telah diterima dengan baik sebagai bukti kesungguhan  pihak laki-laki menyerahkan sejumlah uang dan pakaian sinde mendeng atau seperangkat pakaian perempuan yang disebut sebagai batu pisek.

Tahap kedua, isek atau pertunangan ialah tahap ketika pihak orang tua perempuan dengan keluarganya, akan berkumpul untuk mendapatkan kata mufakat menolak atau menerima lamaran tersebut. Apabila lamaran diterima, batu pisek tidak dikembalikan, akan tetapi apabila lamaran ditolak, batu pisek dikembalikan  dalam jangka waktu yang tidak begitu lama. Apabila batu pisek tidak lagi dikembalikan, berarti lamaran awal telah diterima dengan baik, maka dilanjutkan dengan acara pertunangan. Pada waktu yang telah disepakati oleh kedua belah pihak, acara pertunangan dilangsungkan.

Menurut Mantikei R. Hanyi (Basir/Rohaniwan):

Dalam acara pertunangan kedua calon mempelai diawali dengan manyaki atau mamalas calon pengantin perempuan, kemudian pihak laki-laki membuka pembicaraan untuk menjelaskan maksud dan tujuan  kunjungan mereka. Lalu pembicaraan meningkat mengacu pada pembuatan surat perjanjian kawin/nikah lengkap dengan syarat dan sanksi yang harus dilakukan  apabila terjadi sesuatu dikemudian hari. Surat tersebut disebut sebagai surat pelek.

Dalam surat pelek tersebut berisi tentang hak, kewajiban dan tanggung jawab perkawinan, yang dimuat dalam pelek rujin perkawinan yang artinya pedoman dasar perkawinan. Adapun pedoman dasar perkawinan tersebut berisi sebagai berikut:

Surat Pelek:

Pamiar Sangku Ije Solakae

1). Lambayung lapik sangku pelek toh;
2). Bulau singah pelek toh;
3). Lamiang due turus ruji;
4). Dohong tejek pandung;
5). Rawayang kawit kalakai;
6). Gundi lumping tusu;
7). Gahuri nutup sangku.

Pamiar Sangku Ije kadue:

Pertama:

1). Kaleka pedudukan ewen due belum;
2). Lamiang tukang sapau;
3). Bulau singgah pakang;
4). Kaleka sarangan behas;
5). Pinggan panahan hapan ewen due kuman;
6). Pakaian sukup simpan akae

Kedua:

1). Tambasan sinyang entang akan indue
2). Lawung basulam akan bapae;
3). Balui tambayung hapamuntung dengan indue;
4). Kalambie panjang akan bapae;
5). Tutup  uwan andas ije bata akan tambie;
6). Timbuk tangga epat kiping akan uluh are turus;
7). Bulau kandung saratus kiping.

Pamiar Sangku Ije Katelo

Pertama:

1). Saput epat puluh kiping akan nyahae;
2). Pakaian indue, bapae, sinde mendeng;
3). Palakun sawae halamaung ije regae lime ratus kiping;
4). Taloh imbelum korik hai sukup akae;
5). Pulau enyoh gehat sukup akae;
6). Batang panjang imbaji tampajat;
7). Pandohop akan asip tempe akae

Kedua:

1). Arut hai dinding mandui;
2). Bulau singah labehu akae mandui;
3). Arut ije papan hepat hapae mambesei;
4). Uluh due akan mambesei kamburi haluan;
5). Jala ije karambayan;
6). Ayang hapan mohon mandoi;
7). Balai telo ruang akae manjawet.

Ketiga:

1). Huma hai sukup puate;
2). Pilus ije sulep betung;
3). Galas due sangkalan pale;
4). Pinggan tapak penyau paie;
5). Tajau due posak mantiling;
6). Bawin halamaung due, bawin balanga due;
7). Garantung kolok pelek indu sangumang.

Panagih:

Panagih ije solakae:

1). Pinggan pananan
2). Lapik ruji due ringgit;
3). Tambasan sinjang entang.

Panagih ije kadue:

1). Tutup uwan andas;
2). Timbuk tangga telo kiping;
3). Bulau kandung saratus kiping.

Panagih ije katelo:

1). Saput  40 kiping;
2). Pakaian 16 kiping;
3). Palaku balanga ije 1000 kiping

Pelek pakaja :

1). Pinggan tapak penyau paie;
2). Ragam malahui akan sandurung;
3). Balanga pasuke;
4). Garantung tanggoie;
5). Lamiang due sansila lenge;
6). Bawoi ije saki maja empue;
7). Basir ije batun kajae.

Setelah persyaratan dalam surat pelek selesai, dilanjutkan dengan makan bersama. Arman Agan (tokoh adat Katingan) menerangkan bahwa: “Selama masa pertunangan, hubungan suami isteri belum boleh dilakukan, apabila hal tersebut sampai terjadi, perbuatan tersebut dianggap perbuatan zinah. Pelanggaran adat telah mereka  lakukan. Keduanya harus dipalas atau disaki, kemudian jumlah jujuran yang telah disepakai dalam surat pelek pada saat meminang, jumlahnya dikurangi karena keduanya telah membuang kehormatan mereka sendiri” (Wawancara, 13/9/2007).

Oleh karena itu, pada masa pertunangan hendaknya orang tua atau keluarga kedua belah pihak dapat mengawasi secara ketat anak mereka laki-laki dan wanita yang menjalani masa-masa pertunangan agar tidak melanggar adat dan kebiasaan dalam masyarakat.

Dalam hal upacara hasaki atau hapalas pada saat akan melangsungkan  perkawinan atau pada upacara mendamaikan sengketa yang terjadi di dalam masyarakat menempati tempat terpenting dalam kehidupan masyarakat Dayak Ngaju.   

Sehubungan dengan itu, Mantikei R. Hanyi (Basir/Rohaniwan) menyatakan bahwa:

Hasaki-hapalas bagi masyarakat Dayak Ngaju sangat penting artinya karena hasaki-hapalas dalam upacara adat sebagai sarana untuk mendinginkan dan mengembalikan keseimbangan yang terganggu di dalam masyarakat.  Prosesi upacara hasaki-hapalas yaitu dengan mengoleskan darah binatang misalnya darah ayam, darah sapi atau darah kerbau untuk mereka yang beragama Islam, sedangkan untuk mereka yang beragama non muslim selain menggunakan darah binatang-binatang tersebut sudah biasa menggunakan darah babi.  Darah binatang korban tersebut yang ditempatkan di dalam mangkuk/gelas yang dilakukan oleh Damang atau Basir dioleskan pada dahi, tangan, dada dan kaki mereka yang disaki atau dipalas tersebut.

Mengapa harus darah?  Karena darah itu melambangkan eratnya hubungan antar-mahluk dan antar manusia, yang maknanya untuk mendinginkan atau menetralisir hal-hal yang tidak baik (Wawancara, 13/9/2007).Hal ini sesuai dengan pandangan yang dianut oleh masyarakat Dayak Ngaju bahwa manusia harus selalu bersih.  Dengan hasaki-hapalas melambangkan suatu cara pensucian diri, bahwa manusia dibebaskan dari pengaruh-pengaruh jahat baik lahir maupun bathin.  Dalam keadaan bersih lahir bathin, manusia menjadi lebih peka dan mampu menerima karunia dan anugerah dari Yang Maha Kuasa.  Karunia tersebut berupa petunjuk yang akan diberikan kepada orang yang bersih secara lahir dan bathin (Riwut, 2003 : i ).

Ketiga, upacara Perkawinan terjadi pada hari pernikahan sesuai dengan tanggal yang telah disepakati bersama, maka pengantin laki-laki dengan diantar atau diarak oleh keluarga, kerabat  dan masyarakat setempat berangkat  menuju rumah pengantin perempuan.  Upacara ini disebut upacara maja misek atau pinangan resmi. Di rumah pengantin perempuan, rombongan calon pengantin laki-laki lebih dahulu harus melewati lawang sekepeng atau pintu gerbang yang telah berhias. Dengan diiringi suara gong kedatangan calon mempelai laki-laki disambut dengan pantan yang terbuat dari tali dan harus diputus dengan permainan  pencak silat atau manca.  Setelah tali mampu diputus berarti penghalang telah tiada dan kedatangan calon mempelai laki-laki disambut dengan lahap berturut-turut tiga kali. Dan keluarga calon mempelai perempuan menaburkan beras kuning ke segala arah dengan maksud agar Ranying Hatalla turut serta menyaksikan upacara yang sedang berlangsung.

Calon pengantin  laki-laki didudukkan pada sebuah garantung atau gong sendirian karena mempelai perempuan belum diizinkan keluar. Pada malam harinya, dilaksanakan penyerahan  jujuran yang telah disepakai pada waktu pertunangan.

Pada keesokan harinya binatang korban dipotong, kemudian darahnya diletakan di tempat semacam piring, mangkuk yang biasa disebut kandarah. Setelah itu kedua pengantin didudukkan bersanding di atas garantung atau gong dengan arah menghadap matahari terbit atau arah timur dan tangan keduanya bersama memegang ureh bunu dan pohon sawang. Kedua mempelai dipalas oleh para orang tua-tua dengan darah yang telah disediakan di kandarah tadi. Kemudian pada pergelangan tangan keduanya diikatkan lamiang lilies. Dilanjutkan dengan penandatanganan  surat perjanjian kawin adat oleh kedua mempelai. Acara resmi telah diakhiri, dilanjutkan dengan acara santap bersama.                           

Menurut Ilon (1991:135)  benda berupa duit (uang) untuk bukti kematangan pilihannya pada keluarga  wanita pilihan melalui jasa orang ketiga disebut luang (perantara). Melalui perantara tersebut maka terjadi komunikasi antara utusan pihak laki-laki dengan keluarga si wanita dalam suatu acara yang disebut hakumbang auh. Pada acara hakumbang auh tersebut  akan disampaikan segala sesuatunya  dalam hal ini menyampaikan hasrat si laki-laki sekaligus untuk dapat menjajaki keterikatan si wanita yang diinginkannya. Tenggang waktu yang diperlukan kurang lebih satu bulan pihak si wanita wajib menyampaikan  jawaban kepada utusan si laki-laki tadi. Jika lamaran ditolak uang dan benda hantaran dikembalikan, sebaliknya jika lamaran diterima maka dilanjutkan ke tahap maja misek  (datang melamar).

Ilon (1991:136) lebih lanjut mengemukakan bahwa kapan waktu pihak laki-laki datang melamar disebut maja misek dan pihak keluarga si wanita sudah siap menyambut kedatangan para pihak laki-laki melamar disebut manambang paisek.  Pada saat itulah akan dibicarakan berapa besarnya mas kawin dan syarat-syarat adat yang harus ditanggung oleh pihak laki-laki. Bila dalam pertemuan tersebut disepakati besarnya mas kawin dan syarat-syarat adat akan dilanjutkan tentang tanggung jawab biaya dan hari pelaksanaan perkawinan. 

Apabila terjadi pengingkaran/pelanggaran/pembatalan terhadap kontrak paisek oleh salah satu pihak maka bagi yang mengingkari/melanggar/membatalkan dikenakan ancaman denda adat yang disebut singer palekak. Anuth Harantung (Damang Kecamatan Katingan Tengah) menegaskan bahwa:

Dalam hukum adat Dayak Ngaju, apabila tidak jadi kawin dalam pertunangan  maka dari pihak yang membatalkan akan membayar dua kali lipat ongkos pesta pertunangan kepada pihak yang bukan membatalkan atau membayar kontrak pinangan sesuai surat perjanjian meminang berupa denda dengan jumlah jipen 1 atau jipen 2  karena telah mengingkari janji (Wawancara, 13/9/2007).

Adapun perubahan sikap masyarakat sekarang ini menyebabkan palekak pisek tidak lagi diyakini sebagai suatu yang tabu tetapi hanya dianggap sebagai suatu aturan biasa yang terpaksa  dihormati. Adanya sikap yang demikian  berarti reaksi masyarakat terhadap aturan yang seharusnya dijaga dan ditaati sudah semakin melemah/luntur dan pengawasan yang dilakukan oleh tokoh-tokoh adat juga semakin melemah sehingga tokoh-tokoh adat hanya menunggu adanya pengaduan dari salah satu pihak. Keadaan yang demikian itu tidak terlepas dari adanya pengaruh modernisasi dan gencarnya pembangunan dalam masyarakat. seperti yang dikemukakan oleh Riggs (dalam Taneko, 1987:108) bahwa golongan-golongan elite tradisional dalam masyarakat sedang menjalani tekanan-tekanan modernisasi menghadap dilema yang sulit.

 Di sisi lain, dalam kehidupan sosial berkembang sikap dan harga diri dari keluarga akan merasa malu menuntut atau menerima denda adat tersebut sehingga tidak jarang kasus-kasus seperti tersebut tidak diselesaikan. Walaupun kasus tersebut diadukan kepada Kepala Adat maka proses penanganannya atau reaksi dari tokoh-tokoh adat tidak secara cepat menyelesaikannya bagi yang melanggar kontrak pisek dengan menjatuhkan sanksi berupa singer tetapi tetap mempertimbangkan penyebab atau alasan-alasan yang dikemukakan dan ada kemungkinan hanya  dijatuhkan denda ringan saja.

Catatan kritis:

Seiring kemajuan zaman, pengaruh galobalisasi, dan perubahan sosial; kini Dayak Ngaju di Kecamatan Katingan Tengah, Kabupaten Katingan, provinsi Kalimantan Tengahtidak lagi homogen seperti zaman dahulu kala. Banyak pendatang dan lahirnya nilai-nilai baru menyebabka nilai-nilai juga bergeser.

Sebagai konsekuensinya, dalam menerapkan singerperkawinanparatokoh adat mengalami hambatan-hambatan untuk memaksa si pelangggar untuk patuh dan taat lebih-lebih si pelanggar tersebut bukan berasal dari Kecamatan Katingan Tengah. Karena  kepatuhan dan ketaatan merupakan dua unsur penting  kesadaran masyarakat  terhadap peraturan perundang-undangan dan kaedah-kaedah sosial yang berlaku dalam masyarakat khususnya mengenai hukum adat Dayak yang berlaku di Kecamatan Katingan Tengah. 

Kepatuhan dan ketaatan masyarakat merupakan modal sosial yang seyogyanya dilestarikan dari satu generasi ke generasi selanjutnya. Modal sosial tersebut tiada lain adalah nilai-nilai budaya yang dimiliki oleh masyarakat adat di Kecamatan Katingan Tengah.

Di samping kesadaran masyarakat dalam mentaati dan mematuhi apa yang menjadi miliknya sendiri itikad baik juga merupakan faktor yang sangat penting bagi si pelanggar tersebut. Tanpa adanya itikad baik darisi pelanggar pelekakpaisek maka singerpelekak paisek sulit akan dibayar oleh si pelanggar tersebut.

Dengan demikian, kesadaran dan itikad baik dari si pelanggar pelekak paisek tersebut merupakan  dua hal yang sangat menentukan/dominan dalam singer pelekak paisek tersebut. Lebih-lebih dalam menagih denda adat tersebut biasanya diserahkan kepada keluarga  yang merasa dirugikan tanpa disaksikan oleh tokoh-tokoh adat akan sangat sulit terlaksana.

*) Penulis adah Dekan Fakultas Hukum, Universitas Palangka Raya (UPR).

***