5 Makanan Terunik Dunia, Ada Telu Dayak
Peradaban dunia dibangun mulai dari sistem tiga zaman yaitu dari zaman batu, zaman perunggu dan zaman besi. Zaman sekarang masuk di era millennium yang mencakup dari tahun 2001 hingga tahun 3000 (abad ke-21 hingga ke-30) yang ditandai dengan maraknya penggunaan teknologi modern.
Era millennium didominasi oleh teknologi informasi 4.0 dan 5.0. Hasilnya inovasi dan perubahan besar-besaran yang secara fundamental mengubah sebuah sistem, tatanan dan landscape yang ada berubah ke cara-cara baru.
Namun itu tidak menjadikan manusia melupakan esensi kebutuhan dasarnya untuk makan. Makan adalah aktifitas manusia menguyah dan menelan zat berupa benda yang dapat mengandung nutrisi berupa karbohidrat, lemak dan protein yang diolah oleh tubuh melewati proses pembentukan menjadi energi yang berbeda-beda.
Dari antara ketiganya karbohidratlah yang menjadi sumber energi utama sekaligus sebagai makanan utama bagi otak. Otak manusia adalah sebuah sistem syaraf yang mengendalikan fungsi tubuh manusia mulai dari otot-otot pergerakan, perasaan sensasi dan pikiran.
Bisa dibayangkan jika fungsi tubuh manusia ini tidak dapat berjalan sebagai mana mestinya. Sehingga fungsi manusia yang menjalankan kehidupan bersama alamnya untuk ikut mengatur kondisi dunia dapat terhambat. Apalagi dunia sekarang yang serba terkonektiftaskan satu dengan lainnya ini melalui sistem jaringan teknologi yang canggih. Malahan manusia bisa gagal dijalankan fungsinya karena terhambatnya salah satu kebutuhan dasarnya, tidak makan.
Makanan di dunia sangat bermacam-macam dari segi jenis varian, bentuk dan cita rasanya. Dan kemunculannya didasari oleh sejarah, budaya dan tempat yang mempengaruhinya. Sehingga untuk setiap manusia dalam kelompok tertentu atau suku bangsa lainnya memiliki ciri khas makanan yang menjadi pembeda antara makanan satu dengan lainnya.
Banyak cara manusia untuk mendapatkan dan mengolah makanannya selama ini. Pada zaman prasejarah dimana manusia baru mengenal penggunaan api untuk kehidupannya, makanan yang didapatkan umumnya dibakar atau dipanggang. Kemudian setelah pengetahuan manusia semakin berkembang maka manusia sudah mampu mengembangkan teknik menyimpan, mengolah dan memasak dengan menggunakan bahan-bahan dari garam, minyak, rempah-rempah.
Sementara peralatan penyimpanan, pengolahan dan memasak makanan yang terus berkembang sampai saat ini. Berikut disajikan beberapa Negara yang berasal dari Eropa dan Asia yang memiliki makanan tradisional. Karena budaya yang masih dipertahankan oleh warga negaranya.
Fokus tentang makanan tradisional ini lebih kepada makanan yang dianggap unik atau ekstrim bagi sebagian orang. Akan tetapi memiliki ciri khas tersendiri karena tidak biasanya ada di tempat lain. Ini justru dapat dijadikan ikonis kearifan lokal yang dilestarikan. Selain itu, memiliki nilai ekonomi yang tinggi jika sudah dikemas dengan baik.
Adapun makanan kelima Negara yang dimaksudkan tersebut diatas adalah:
1. Surstomming swedia
Surstromming adalah ikan herring baltik yang difermentasi, disimpan lebih dari satu sampai enam bulan dalam campuran garam dan asam laktat. Surstromming bisa dibeli di beberapa supermarket besar di Swedia.
Namun, ikan kaleng ini tidak bisa dijadikan oleh-oleh. Sebab beberapa maskapai melarang penumpang membawa ikan ini karena fermentasi ikan herring yang berlangsung setidaknya selama satu bulan, menyebabkan bagian atas dan bawah kaleng membengkak, serta bertekanan besar.
Untuk membuka kaleng ikan asam ini harus di bawah air agar tidak tumpah. Ada banyak teori yang menceritakan tentang awal mula Surstromming menjadi bagian dari budaya kuliner Swedia di kota Malby.
Konon, para nelayan Swedia kehabisan garam untuk mengawetkan makanan, dan ikan haring mereka mulai membusuk. Akhirnya ikan-ikan itu dijual kepada penduduk setempat di pelabuhan Finlandia.
Satu tahun kemudian saat para pelaut kembali, orang Finlandia justru meminta lebih banyak ikan haring busuk karena mereka menikmatinya. Inilah yang membuat nelayan Swedia membuat lebih banyak ikan haring busuk.
Dahulu hidangan herring merupakan makanan sehari-hari para petani serta bekal bagi para penggembala. Cara tradisional memakan hidangan ini adalah dengan menjadikannya isian sandwich ‘roti tipis’ atau klamma. Manis-asin dari kentang dan bawang akan melengkapi rasa herring asam tersebut.
Selain itu, ada juga yang mengoles roti tipis tersebut dengan keju whey dari susu kambing atau mentega, baru dicampur ikan herring asam. Uniknya, walaupun memiliki bau menyengat, ikan herring yang difermentasi dengan baik memiliki rasa khas pedas dan gurih. Tetapi sekarang hidangan ini telah menjadi warisan kuliner dunia dan merupakan makanan khas dari Swedia yang terbilang unik.
2. Casu Marzu, keju yang melewati proses menjijikkan dari Italia
Keju asal Pulau Sardinia di Italia yang bernama casu marzu, pada 2009 disebut sebagai keju paling berbahaya di dunia oleh Guinnes World Record. Casu marzu adalah keju tradisional yang terbuat dari susu domba yang dipanaskan, lalu diendapkan dan diawetkan selama tiga minggu.
Setelah jadi, keju dibiarkan dikerubuti lalat hingga bertelur di permukaan keju. Kemudian, keju dibiarkan selama berminggu-minggu sampai telur menjadi larva dan membuat keju membusuk dan menghasilkan rasa seperti mengingat padang rumput di Mediterania dan pedas.
Casu marzu berarti "keju busuk" dalam bahasa Sardinia dan keju ini juga dikenal sebagai keju belatung. Casu marzu memiliki rasa yang tajam dan tekstur yang sangat lunak. Keju ini mengeluarkan cairan yang disebut lagrima yang berarti "air mata" dalam bahasa Sardinia.
Bagi para ahli entomologi lagrima ini dikenal sebagai "pembusukan hitam" dalam tahap dekomposisi. Satu potong keju casu marzu dapat dipenuhi dengan ribuan belatung hidup. Menurut warga lokal Sardinia, casu marzu hanya boleh dimakan ketika belatung-belatungnya masih hidup.
Casu marzu terdaftar sebagai prodak tradisional Pulau Sardinia dan oleh karena itu dilindungi secara lokal meski dianggap illegal oleh pemerintah Italia sejak tahun 1962 dan Keju ini dilarang dikonsumsi di Uni Eropa karena tidak memenuhi standar kesehatan, tetapi dapat ditemukan di pasar gelap di Sardinia. Keju ini sering dihidangkan pada acara khusus seperti pesta ulang tahun, pesta bujang, dan pernikahan.
Menurut penduduk lokal, keju ini merupakan aphrodisiac atau perangsang nafsu. Dikatakan bahwa pengkonsumsian casu marzu berbahaya bagi kesehatan hal ini dikarenakan belatung yang ada pada keju dapat bertahan dari gigitan dan menciptakan myiasis, perforasi mikro di usus untuk beberapa waktu.
Hal ini dapat mengakibatkan luka yang serius pada dinding usus dan menyebabkan sakit perut, mual, muntah-muntah, dan diare. Namun sejauh ini tidak ada kasus seperti itu yang dikaitkan dengan casu marzu.
3. Kimchi
Kimchi adalah makanan tradisional khas Korea Selatan yang terbuat dari sayur-sayuran dan berbagai bumbu yang difermentasikan. Tradisi pembuatan kimchi dimulai sebagai cara untuk memfermentasi sayuran seperti kubis dengan garam dimasukkan ke dalam gentong guci tanah liat.
Lalu di pendam di dalam tanah sebagai persediaan makanan di musim dingin. Ditandai pada saat angin dingin mulai bertiup sekitar awal bulan November sampai pertengahan bulan Desember dan bertahan sampai musim semi tiba.
Pada awalnya Kimchi Korea ini diawetkan dengan garam, namun kemudian terbentuklah inovasi dari berbagai macam bumbu untuk mengawetkan Kimchi Korea selain garam, antara lain asinan seafood, daging dan juga cabe merah. Di zaman dulu, kimchi diucapkan sebagai chim-chae yang berarti “sayuran yang direndam”.
Pada awalnya kimchi berwarna hijau karena pada saat itu cabai belum dikenal dikorea. Literatur tertua yang memuat tentang kimci adalah buku puisi Tiongkok berjudul Sikyeong (hangul: 시경 hanja: 詩經). Pada waktu itu, kimci disebut "Ji" sebelum nantinya dikenal sebagai "chimchae".
Asinan berwarna hijau merupakan bentuk awal kimci sewaktu cabai belum dikenal di Korea. Orang Korea baru mengenal cabai diabad 16 setelah pedagang portugis datang dari Jepang. Tahun 1498 kapal-kapal Portugis berlayar melewati Tanjung Harapan di Afrika hingga sampai di India. Selanjutnya cabai asal Amerika Selatan dibawa ke Asia melalui pelabuhan-pelabuhan di Afrika atau bisa juga langsung menyebrang ke Samudera Pasifik.
4. Hakarl
Hakarl adalah salah satu makanan paling berbau busuk yang ada di dunia, makanan ini adalah hidangan khas dari Islandia merupakan hidangan wajib dalam Thorrablt, festival pertengahan musim dingin Islandia yang berawal dari abad 19.
Makanan ini terbuat dari daging ikan hiu Greenland. Ikan ini terkenal mengandung konsentrasi racun yang sangat tinggi. Untuk membuat hakarl, daging ikan hiu dikubur dalam timbunan batu kerikil untuk menghilangkan semua cairan, difermentasi, kemudian dipotong-potong, dan digantung agar benar-benar kering di sebuah ruangan selama enam bulan hingga kandungan racun di dalam daging lenyap.
Proses pengolahan yang berlangsung lama ini akan menghasilkan bau seperti ikan busuk dan amonia. Meski begitu makanan ini tetap populer hingga sekarang karena sudah menjadi tradisi dan budaya orang-orang Islandia. Biasanya untuk memudahkan memakan hakarl disediakan pula minuman khusus.
Banyak orang yang percaya bahwa ikan hiu mengandung banyak vitamin dan nutrisi yang dibutuhkan tubuh. Makanan ini terbilang kontroversial karena perburuan hiu sekaligus disebut sebagai salah satu makanan dengan rasa paling ekstrem di seluruh dunia dan membuat penasaran chef kelas dunia Anthony Bourdain yang sudah mencoba dan mengatakan jika hakarl adalah makanan paling parah, jorok dengan rasa yang mengerikan.
5. Telu
Telu adalah makanan khas orang dayak yang dibuat dari bahan dasar ubi atau nasi, daging babi atau ikan sungai dan garam kemudian dicampur dan disimpan dalam wadah yang tertutup rapat selama beberapa minggu atau bulan sampai mengeluarkan aroma yang khas tanda proses fermentasi berjalan dengan baik.
Sebagai makanan khas orang dayaknya telu telah lama diperkenalkan oleh nenek moyang menjadi hidangan utama yang biasa dikonsumsi dalam rumah tangga maupun pada acara-acara adat.
Pada zaman dulu kala orang dayak ada yang biasanya menyimpan telu dalam wadah dari bambu betung yang ditutup rapat ditaruh ditempat yang bersuhu agak dingin atau dapat juga menggunakan tempat penyimpanan dari jenis tong kaleng atau plastik yang biasanya digunakan para pembuatnya sekarang ini.
Kebiasaan menyimpan makanan berupa telu pada orang Dayak ini merupakan bentuk pengetahuan pertahanan hidup. Di samping itu ada kebiasaan menyimpan daging buruan dari hutan dan tangkapan dari sungai yang di panggang di atas tempat memasak menggunakan kayu api (tetel tempat memasak tradisonal Dayak). Daging ditaruh pada tempat yang dibentuk untuk menaruh kayu api di atasnya dan dedengan/potongan daging model sate (narar dalam bahasa lundayehnya) dibawanya dikala tidak ada makanan atau adanya kelebihan bahan makanan berupa hasil panen padi berupa beras. Dan terutama musim perburuan babi hutan agar bahan makanan yang lebih ini tidak mubazir. Maka dibuatlah teknik fermentasi makanan yang diawetkan menggunakan garam.
Bahan utama dalam pembuatan telu memiliki variannya tersendiri yang dapat dibedakan tujuan pembuatannya, baik untuk kebutuhan konsumsi tumah tangga maupun untuk dipasarkan.
Untuk bahan dasar telu yang dikonsumsi dalam rumah tangga biasanya bahannya lebih simple yaitu nasi, daging babi atau ikan sungai dan garam. Sedangkan telu yang dibuat untuk dipasarkan biasanya bermacam-macam bahan campurannya seperti nasi atau ubi, daging babi atau ikan sungai, jagung tua dan garam.
Teknik pembuatannya yang disampaikan dalam tulisan ini lebih fokus kepada telu yang dijual karena cara pembuatannya lebih rumit dibandingkan telu yang dibuat untuk kebutuhan rumah tangga. Di mana berdasarkan pengalaman seorang penjual telu yang ada di desa wisata Pulau Sapi Kecamatan Mentarang Kabupaten Malinau. Cara membuat telu sebagai berikut:
a. Daging babi hutan mentah yang dipotong kecil-kecil ukurannya sesuai selera,
b. Ubi (yang bisa dikonsumsi) dikupas lalu diiris tipis-tipis lalu dijemur sampai kering (biasanya cuaca panas 2 hari) kemudian ditumbuk/digiling kering menggunakan blender sampai menjadi tepung dan setelah itu disangrai sampai berwarna agak kecoklatan.
c. Biji jagung (tua) digiling sampai agak halus lalu siap disangrai sampai mengeluarkan aroma jagung bakar.
d. Garam untuk bahan pencampur rasa.
Setelah semua bahan olahan telu berdasarkan kebutuhan ini disiapkan. Maka langkah selanjutnya adalah melakukan proses pencampuran bahan-bahan. dimulai dengan mencampurkan daging yang sudah dipotong kecil-kecil dengan garam. Kemudian ditambahkan dengan tepung ubi dan jagung yang sudah disangrai secara merata.
Terakhir adalah proses memasukan olahan telu kedalam wadah berupa tong yang ukurannya menyesuaikan dengan banyaknya telu yang dibuat kemudian ditutup rapat agar tidak mudah dimasuki oleh serangga atau udara langsung. Simpan ditempat yang teduh selama 2-3 minggu atau sampai beberapa bulan tergantung proses fermentasinya matang dengan tanda aromanya yang kuat.
Untuk mengkonsumsi telu harus dimasak dan baiknya diatas perapian yang menggunakan kayu bakar agar mendapatkan aroma dan cita rasa yang khas agak asam dimana hal ini tergantung lidah masing-masing orang bagi yang terbiasa tidak terlalu mempermasalahkannya malah semakin merangsang nafsu makan, apalagi jika ditambah dengan bawang putih atau cabai.
Pada saat sekarang ini orang dayak yang masih mengkonsumsi telu umumnya dikarenakan ikatan emosional yang kuat dengan budaya Dayak. Ikatan yang terbangun oleh karena kebiasaan yang dilakukan secara turun-temurun. Dan adanya preferensi menikmatinya terutama dikalangan perempuan Dayak yang umumnya mengelola dapur.
Sebagai makanan khas yang juga biasa diperjualbelikan saat ini pemasarannya sudah melalui sistem online karena stok yang terbatas. Dalam komunitas Dayak telu sangat digandrungi justru karena keunikan aroma dan cita rasanya yang menghasilkan sensasi tersendiri bagi penikmatnya. B
udaya makanan khas telu ini dapat juga sebagai tanda masih melimpahnya daging binatang di hutan. Terutama daging babi dan sejenisnya serta hasil tangkapan di sungai dan pertanian. Kebiasaan memakan makanan tertentu di kalangan masyarakat pada zaman sekarang ini bukan lagi menjadi sebuah tradisi yang tabu. Dibicarakan dan dimunculkan karena berawal dari mengenal kebiasaan makan inilah kita bisa mengetahui tentang sejarah dan pengetahuan lokal.
Pada beberapa orang, kelompok maupun suku bangsa tertentu dalam menggunakan garam, misalnya sebagai bahan dasar mengawetkan dan memfermentasikan makanan yang bukan saja garam dari laut akan tetapi garam digunung. Garam gunung ada di wilayah Krayan Kabupaten Nunukan Provinsi Kalimantan Utara dapat juga digunakan sebagai bahan campuran rasa membuat telu.
Dengan mengetahui tentang makanan tradisional Dayak lundayeh ini. Maka akan menambah wawasan kita tentang jenis-jenis makanan tradisional yang ada didunia. Dan di Indonesia yang masih banyak untuk digali dan dipertahankan karena memiliki nilai khas dan unik sebagai perekat budaya.
Dan menjadi gambaran sosial dan ekonomi masyarakatnya. Termasuk pula dapat menjadi parameter dalam melihat kelestarian hutan adat Dayak yang terjaga sampai hari ini. Karena mampu menyediakan dan menyimpan segala sumber makanan dan pengetahuan lokal bagi orang Dayak terutama untuk membuat telu.