Budaya

Menggugat Subversi Bultiken 1964

Selasa, 19 Desember 2023, 08:19 WIB
Dibaca 965
Menggugat Subversi Bultiken 1964
Menggugat Subversi Bultiken 1964

Judul: Menggugat Subversi Bultiken 1964

Penulis: Joko Supriyadi

Tahun Terbit: 2023

Penerbit: Karya Bakti Makmur

Tebal: xiv + 267

ISBN: 978-623-499-501-5

 

 

Seiring pendahnya Ibukota Negara dari Jakarta ke IKN, minat terhadap sejarah lokal Kalimantan juga meningkat. Hal ini tentu saja sebuah fenomena yang wajar. Sewajar saat menjelang kemerdekaan dan di awal kemerdekaan Indonesia. Minat untuk menulis sejarah Kalimantan Utara apalagi. Selain Kalimantan Utara berada dekat dengan IKN, provinsi ini juga provinsi baru yang memiliki latar belakang sejarah yang menarik. Latar belakang sejarahnya menarik, tetapi belum benar-benar terang.

Wilayah yang sekarang menjadi Provinsi Kalimantan Utara adalah wilayah yang di masa lalu merupakan wilayah Kesultanan Bulungan. Kesultanan Bulungan adalah salah satu kesultanan yang mempunyai peran penting di masa kolonial dan di masa Republik. Dinamika internal dan hubungan dengan pihak luar begitu menarik. Namun di sisi lain, dinamika tersebut juga membuat penggalan-penggalan sejarah yang bagi beberapa pihak dianggap berseberangan.

Penulisan sejarah Kaltara secara mendalam akan memberikan berbagai manfaat. Manfaat pertama adalah untuk ajang klarifikasi tentang berbagai isu yang masih berbeda persepsi, seperti peristiwa Bultiken, hubungan Tidung – Bulungan, hubungan Kesultanan dengan RI dan sebagainya.

Misalnya tentang isu pemberontakan Bulungan Tidung Kenyah (Bultiken) yang terjadi di sekitar tahun 1964, yang berakibat pada pembakaran istana oleh tentara. Apakah memang benar ada pemberontakan? Apakah ini karena provokasi Partai Komunis Indonesia? Masing-masing pihak mempunyai tafsir tentang kejadian ini. Penelitian mendalam tentang isu ini akan membuat masalah ini terang benderang dan “selesai.”

Manfaat kedua adalah untuk membentuk masa depan Kaltara. Seperti pernah disampaikan oleh Anthiny Reid dalam bukunya “Indonesia dan Masa Lalunya” (2022) penulisan sejarah masa lalu adalah untuk merekonstruksi masa depan.” Seperti halnya Muhammad Yamin yang menulis sejarah Majapahit untuk menggambarkan Indonesia yang dicita-citakan, Kaltara juga bisa menulis sejarahnya sebagai cita-cita Kaltara yang gilang gemilang.

Misalnya tentang hubungan Tidung – Bulungan di masa lalu. Penelusuran topik ini akan membuat persatuan suku-suku di Kaltara akan menjadi semakin kuat.

Manfaat ketiga yang bisa didapat dengan penulisan sejarah Kalimantan Utara adalah mendapatkan tokoh Kaltara yang layak untuk diajukan sebagai Pahlawan Nasional. Kaltara adalah satu-satunya provinsi (kecuali provinsi hasil pemekaran Papua yang baru) yang belum memilik pahlawan nasional. Padahal banyak potensi tokoh Kaltara yang sangat cocok untuk diajukan sebagai Pahlawan Nasional.

Saya sangat senang ketika banyak anak muda di Kalimantan Utara tertarik untuk mengurai sejarah masa lalunya. Upaya yang penuh gairah ini akan memberikan sumbangan bagi kemajuan penulisan sejarah lokal Kaltara. Bahkan para pemuda ini menginisiasi berdirinya Yayasan Sejarah dan Budaya Kaltara. Sebuah Yayasan yang akan berperan dalam mengkonsolidasi rekonstruksi sejarah dan budaya.

Buku “Menggugat Sumbversi Bultiken 1964” ini adalah karya Joko Supriyadi. Joko Supriyadi, adalah penggagas sekaligus Ketua Yayasan pertama Yayasan Sejarah dan Budaya Kaltara. Buku ini bisa menjadi rujukan pertama tentang sejarah Kaltara. Sebab buku ini memberikan pikiran-pikiran tentang peristiwa-peristiwa sejarah yang berhubungan dengan masa lalu Kalimantan Utara. Peristiwa Bultiken 1964, sejarah raja-raja Kerajaan Bulungan, hubungan antara Bulungan dan Tidung di masa lalu danperan Bulungan di masa menjelang kemerdekaan RI (rencana pembuangan Ir. Sukarno ke Bulungan) diulas dengan baik dengan berbagai perspektif yang saat ini muncul. Sayang Joko Supriyadi tidak menyinggung tokoh-tokoh yang berpotensi untuk menjadi Pahlawa Nasional.

Selain dari peristiwa-peristiwa sejarah, Joko Supriyadi juga menyebutkan sumber-sumber yang diacu. Sesungguhnya penulisan sejarah Kaltara tidak akan kekurangan referensi. Buku ini telah membuktikan bahwa banyak bahan yang bisa dipakai untuk merekonstruksi sejarah Kaltara. Berbagai sumber tersebut ada yang dalam bentuk arsip tertulis, foto-foto, situs-situs, cerita-cerita dari para tokoh dan hasil-hasil penelitian, khususnya penelitian antropologi tentang suku-suku asli yang menghuni Kalimantan Utara. Penyelidikan terhadap sumber-sumber ini dengan tekun akan memberikan gambar sejarah yang lebih terang.

Seperti telah saya sampaikan di atas, buku ini adalah buku awal yang bisa menjadi rujukan. Buku ini disajikan dalam bentuk bunga rampai topik-topik yang bisa memicu diskusi yang lebih mendalam tentang topik-topik sejarah Kaltara. Masing-masing topik yang ada di buku ini bisa diperdalam dengan penelitian bukti-bukti sejarah yang ada.

Selain mengungkapkan topik-topik yang berhubungan dengan sejarah masa lalu Provinsi Kalimantan Utara, buku ini juga menyajikan tentang alam dan budaya Kaltara dan isu-isu pembanguna terkini di Provinsi muda ini. Tak lupa Joko Supriyadi juga mendokumentasikan sejarah berdirinya Yayasan Sejarah dan Budaya Kaltara.

Sayang sekali buku ini tidak ditulis dengan baik. Banyak salah ketik di sana-sini. Demikian juga banyak kalimat yang tidak mudah untuk dipahami. Typos dan kalimat-kalimat yang susah dipahami ini sangat mengganggu dalam membaca buku ini. Editing yang cermat sangat dibutuhkan jika buku ini akan diterbitkan kembali. 802

Tags : budaya