Merayakan Keragaman Budaya Kita
"Kekuatan terletak pada perbedaan, bukan pada kesepakatan." - Stephen Covey
Di dalam suatu momentum budaya di Jakarta. Setiap peserta mahasiswa/i berasal dari berbagai daerah, kebetulan saya mewakili salah satu kampus di Yogyakarta ikut dalam kegiatan tersebut. Melalui undangan yang diedarkan ke kampus, ada satu sesi acara wajib menggunakan atribut budaya.
Pada saat itu, kampus sudah menyiapkan baju adat jawa, lengkap dengan aksesorisnya. Atribut budaya itu diberikan kepada saya untuk dikenakan pada saat sesi budaya di acara nanti. Saya bawa baju beserta aksesoris tersebut.
Singkat cerita, sesampai di kost, saya buka atribut yang diberikan. Lalu saya kenakan di tubuh saya. Saya coba melihat diri saya di cermin, dari ujung kepala sampai ujung kaki. Saya merasakan ada hal yang berbeda melekat pada diri saya.
Berbeda dalam benak saya, lebih kepada jati diri saya sesungguhnya. Seketika pikiran ini mulai menepis cara pandang saya tentang apa yang saya kenakan saat itu. Saya sadar bahwa identitas asli saya adalah Dayak. Maka seharusnya saya lebih bangga pada budaya Dayak. Kesadaran akan identitas diri sendiri membuat saya memutuskan untuk mengenakan atribut Dayak di acara tersebut.
Saya sadar betul, keberadaan tempat dimana saya berada tidak bisa mengubah identitas diri saya sebagai manusia Dayak. Justru ketika saya mengenakan atribut khas Dayak membuat derajat diri saya tinggi ketika berada di tengah-tengah ragam kebudayaan lainnya di Nusantara ini --termasuk budaya Jawa.
Walaupun saya wakili kampus asal di Yogyakarta, ketika saya tampil sebagai orang Dayak membuat keberagamaan budaya itu indah. Saya lebih lancar menjelaskan apa yang melekat pada diri saya kepada tamu-tamu yang hadir, dan mereka yang bertanya kepada saya tentang manusia Dayak di Dataran Tinggi Borneo.
Dari kesadaran akan jati diri tersebut, saya tidak malu lagi mengenakan aksesoris khas Dayak. Di acara-acara kebudayaan saya berani tampil dengan baju, topi, dan aksesoris khas Dayak dengan sangat bangga. Bahkan saya berani memperkenalkan nama Dayak saya, Rasat Gituen Buduk Naret kepada teman-teman saya, kadang ada yang mulai bertanya arti nama tersebut, dengan cara menjelaskan arti nama tersebut, saya memperkenalkan identitas diri saya. Pengalaman di atas mewakili pandangan saya tentang apa makna Dayak bagi saya.
Selain itu, kesadaran akan literasi mulai saya tumbuhkan sejak kuliah. Salah satunya melalui kecakapan menulis, melalui menulis saya memperkenalkan budaya manusia Dayak. Dimulai apa yang saya tahu tentang jati diri saya. Dengan cara mulai menulis hal-hal yang berkaitan dengan kehidupan Dayak Lundayeh, salah satunya sub etnis Lengilo'.
Disela-sela menempuh pendidikan di pulau Jawa, saya menulis tentang Dayak Lengilo', yang kemudian melahirkan karya buku Mengenal Budaya Dayak Lengiu di Dataran Tinggi Borneo. Sebagai salah satu upaya untuk tambahan wawasan, pengetahuan, warisan, dan rasa bangga akan nilai-nilai kearifan lokal yang telah lama mengakar dalam diri masyarakat lokal di sepanjang sungai Kerayan sampai hari ini.
Pada akhirnya, hari ini saya menceritakan sekelumit pemikiran dan pengalaman yang saya alami akan identitas diri sebagai pemuda perbatasan, asli Dayak. Kita harus pupuk terus kecintaan kita akan budaya, serta berani menyuarakan budaya positif itu kepada orang lain. Dan dapat memperkenalkan kebudayaan kita melalui karya-karya lokal. Kita masih muda, apapun yang kita rasa itu baik Lakukan dan Jadikan.
"Kita semakin mengakui dan menerima, menghormati dan merayakan, keragaman budaya kita." −Julie Bishop
Buiii...Buiiii...Buiiii....
***