Jelajah Kaltara [1] Menulis di Atas Kapal Dinas
Pagi ini saya menulis di dalam kabin kapal dinas Kaltara 2, sebuah "yacht" milik Pemerintah Provinsi Kalimantan Utara. Kami beranjak dari Dermaga Pelabuhan Pemrov Kaltara menuju Long Pari.
Dulu sebagai jurnalis, saya pernah merasakan "mewahnya" meliput menggunakan moda jet kecil "Gulf Stream" keliling Indonesia tahun 1997 selama sebulan penuh di saat Kampanye Pemilu. Kini setelah pensiun dari jurnalis, ternyata tidak pernah pensiun dari kegiatan literasi, khususnya menulis.
Saya bersama Dodi Mawardi dan Masri Sareb Putra berada di "Yacht" Kaltara 2 ini, mengikuti kegiatan penyusunan buku Sejarah Kaltara. Kami bersama Prof Asvi Warman Adam dari LIPI mencoba untuk "meluruskan" jalan cerita Kaltara sebagai provinsi baru hasil pemekaran Kalimantan Timur.
Mengapa sejarah ditulis oleh orang luar Kaltara, tidak lain untuk menjaga objektivitas dan netralitas dalam menggali data, fakta dan menarasikannya.
Demikian semangatnya, maka saya dan rekan satu tim berada di ujung Utara Pulau Kalimantan ini.
Di sela-sela kerja menyusun "puzzle" fakta, kami mengikuti acara pesta panen padi di Long Pari. Beberapa menit sebelumnya "Kaltara 1" yang ditumpangi Gubernur Kaltara Zainal Palliwang dan wakil gubernur Yansen Tp sudah meluncur.
Perjalanan satu jam tidak terasa, sebab di sepanjang Sungai Kayan, kami disuguhi pemandangan berupa tepian sungai menghijau kiri dan kanan.
Dalam perjalanan membelah sungai, sesekali kami berpapasan dengan kapal besar atau kapal penyeret log kayu. Tapi saya gagal menemukan orang mandi di sungai, sebagaimana yang saya baca dalam cerita-cerita lama.
Kami harus menangkap suasana Kaltara dengan Tanjung Selor yang berada di Kabupaten Bulungan sebagai jantung ibukota Kaltara. Tentu saja dengan denyut nadi sebuah kota baru.
Saya akan melanjutkan tulisan ini ketika berhasil menangkap suasana berbeda dari perjalanan di atas kapal pesiar yang menyusuri Sungai Kayan ini.
(Bersambung)
***