Sosok

Menghitung Hari - Pengalaman Arswendo Atmowiloto Di Dalam Penjara

Senin, 23 September 2024, 17:44 WIB
Dibaca 226
Menghitung Hari - Pengalaman Arswendo Atmowiloto Di Dalam Penjara
Menghitung Hari

Judul: Menghitung Hari

Penulis: Arswendo Atmowiloto

Tahun Terbit: 1994

Penerbit: Pustaka Utama Grafiti

Tebal: xiv + 186

ISBN: 979-444-289-5

 

”Kalau orang di luar ”penjara” mengatakan bahwa hidup sebagai napi itu menyenangkan dan enak, orang itu perlu diragukan kewarasannya. Sebaliknya, kalau napi tak bisa menciptakan hidup yang menyenangkan dan enak selama di dalam, ia dipastikan bakal tidak waras.” Demikianlah dua kalimat yang mengawali buku ini. Kedua kalimat tersebut memberikan gambaran bagaimana sang penulis -Arswendo Atmowiloto, menjalani kehidupannya di dalam penjara selama setengah dari vonis 5 tahun penjara.

Arswendo Atmowiloto tersandung kasus Majalah Monitor pada tahun 1990, yang dianggap menista agama. Ia divonis 5 tahun penjara. Selama dalam penjara ia membuat catatan-catatan kecil yang kecut tapi lucu. Catatan-catatan tersebut dikumpulkan dalam buku ini.

Isi catata-catatan tersebut adalah tentang kesalahpahaman karena ketakmengertian dia tentang penjara. Meski di saat awal dia mempunyai persepsi yang salah tentang bagaimana hidup dalam penjara, namun pada akhirnya ia bisa menjalaninya dengan tabah sukacita. Tabah sukacita karena kalau menjalani kehidupan penjara dengan menderita maka ia akan berakhir dengan ketidakwarasan.

Ketakmengertian tentang apa yang dibutuhkan untuk hidup di dalam sel penjara membuat Arswendo mengalami kesulitan. Bahkan di hari pertama saat dia masuk. Alih-alih membawa piring sebagai alat makan, Arswendo malah membawa buku. Tentu dia tidak berpikir bahwa buku bisa menjadi tempat nasi. Buku memang bermanfaat sebagai makanan rohani. Tapi di penjara, piring nasi lebih penting daripada buku. Sebab tanpa piring yang dibawa sendiri, bagaimana ia harus menampung cadongan (jatah) makan?

Selain mencatat kekonyolan karena ketidakmengertian diri sendiri, Arswendo juga mencatat kekonyolan-kekonyolan yang terjadi dari teman-teman sepenjara. Kekonyolan-kekonyolan tersebut sangat jarang terjadi di luar penjara. Sebab mereka yang dipenjara memang orang-orang yang konyol hidupnya.

Kisah-kisah para napi yang sok kuasa, yang sok menang sendiri, sok menjadi yang ter... direkam oleh Arswendo. Ada juga kisah-kisah solidaritas, empati sesama napi dan kisah berbagi. Jadi di dalam penjara pun sifat-sifat manusia yang kita temukan di kehidupan masyarakat pada umumnya tetap ada. Bahkan perwujudannya menjadi lebih ekstrim dan kontras.

Dalam buku ini, Arswendo berkisah tentang para napi. Isi buku ini berbeda dengan buku keduanya yang berjudul Surkumur Mudukur. Di buku kedua, Arswendo berkisah juga dengan para petugas yang menjaga para napi. (Kebetulan saya membaca buku kedua lebih dulu dari buku pertama.)

Penjara memang tempat yang tidak nyaman. Tapi jika dijalani dengan reflektif, hidup di dalam penjara bisa memberi pelajaran hidup yang sangat berharga. Itulah yang dialami oleh Arswendo. Alih-alih meratapi nasipnya, Arswendo belajar banyak dari 2,5 tahun hidup dalam bui.

Ada pun bisa belajar banyak dari buku ini. Tulisan-tulisan Arswendo memungkinkan Anda untuk belajar dari pengalamannya. Tidak perlu harus menjalani hidup sendiri di dalam bui. 865

Tags : sosok