Sosok

Catatan Guru Daerah Terpencil [3] Gaji Tetap Utuh

Minggu, 24 Januari 2021, 11:20 WIB
Dibaca 580
Catatan Guru Daerah Terpencil [3] Gaji Tetap Utuh
Saya, sebagai kepala SMP dan guru, tidak malu jadi petani.

Gaji utuh sebagai pegawai negeri sipil (PNS) di daerah terpencil.

Tidak perlu mengucek-ucek mata. Hal itu benar adanya. Bagaimana bisa? Ada catatan kakinya. Begini!

Saya orang yang tidak pernah gengsi bekerja, keluar keringat, berusaha, asalkan halal dan baik tentunya. Semua pekerjaan itu mulia. Bukankah itu hakikat homo faber, manusia yang bekerja.

Jangan malu jadi petani. Petani itu mulia. Bayangkan, jika tidak ada petani. Kita makan apa? Sayur apa? Lauk apa?

Dalam hal ini, saya suka dengan figur Bob Sadino. Kisah hidupnya yang ditulis salah satu penulis top pengasuh Web ini, sungguh menginspirasi. Saya suka itu. Memotivasi, sekaligus menginspirasi!

Hal itu membuat saya berpikir: Lebih baik kaya dikira miskin. Daripada sebaliknya: miskin tapi bergaya, atau dianggap kaya@

Itu prinsip! Itu filosofi. Bukankah itu ilmu padi? Makin berisi, makin menunduk!

Jika kreatif, menjadi guru daerah terpencil di pedalaman Kalimantan, gaji utuh!

Di luar ngajar dan manajemen sekolah, saya adalah petani.

Saya berkebun. Saya menyadap karet. Saya berladang! Saya tidak malu. Bahkan, saya bangga.

Jika saja kreatif, gaji sebagai pegawai itu UTUH! Di Kalimanan, hutan memberi banyak kehidupan. Jika mau sayur, ke hutan saja. Mau lauk, tinggal ke sungai bawa pancing. Mau nasi, tinggal berladang.

Bagi kami, orang Dayak, hutan itu KULKAS HIDUP. Jadi, jangan pernah merusak hutan. 

Setiap hari, sehabis jam kantor, saya senantiasa bekerja, sebagai petani. Saya bangga. Bahkan, saya merasa multi-tasking ini wajib. Saya ingin mengajar dengan contoh.

Kini, di kampung kami, banyak pegawai seperti saya. Kami mengubah mental menunggu dan dimanjakan alam. Kami harus bisa menabung untuk masa depan.

Saya hanya mau katakan: jika kreatif, menjadi guru daerah terpencil di pedalaman Kalimantan, gaji utuh!

***

Tulisan sebelumnya: Catatan Guru Daerah Terpencil [2] Mengapa Saya Menulis dan Membukukan Folklor

Tags : sosok