Sosok

Mencari Dayak: Pelajaran dari Panglima Jilah

Jumat, 2 Desember 2022, 18:48 WIB
Dibaca 1.208
Mencari Dayak: Pelajaran dari Panglima Jilah
Panglima Jilah (kanan) mendampingi Presiden Joko Widodo. (Foto: YouTube Setpres)

Jarang-jarang Presiden hadir dalam acara Ormas. Apalagi Ormas lokal. Kayaknya belum pernah. Tapi kemarin Jokowi hadir dalam acara sebuah Ormas di Pontianak, Kalbar. Tuan rumah acaranya, Panglima atau Pangkalima Jilah, demikian mereka menyapa Ketua Tariu Borneo Bangkule Rajankg (TBBR) atau biasa juga disebut Pasukan Merah. Kemarin sore ramai di Medsos. Khususnya tik tok, twitter dan FB.

Bahkan sempat trending di twitter sekitar jam 11 malam. Dari media online yg saya baca, acaranya meriah. Merah!

Karena trending, saya pun tertarik cari tahu lebih jauh. Riset kecil dgn baca dan nonton beberapa video penggalan acara. Benar, acaranya agak istimewa. Unik dan langka. Oleh sebab itulah saya terdorong menulis analisa dan pendapat saya siang ini. Kebetulan juga ada waktu 1 jam dalam pswt ke Long Layu hari ini.

"Pasukan Merah jaga Negeri, jaga Pancasila," demikian penggalan Pernyataan Sikap Panglima Jilah di hadapan orang nomor satu di negeri ini. Juga hadir Kapolri, dll. Suara khas baritonnya menggelegar. Membuat merinding setiap org mendengarnya.

Secara personal saya tidak kenal Pangkalima Jilah. Saya tahu namanya. Sering diberitakan. Melalui media cetak, media online dan kanal youtube. Jujur, saya mengikuti sejak 2 tahun lalu. Saya suka, saya tertarik dgn pilihan diksi atau pilihan katanya ketika menyampaikan sambutan. Jarang pakai teks. Saya yakin orisinil. "Dia hebat dan langka", demikian komentar saya ketika Pak Masri Sareb Putra, salah satu penulis Dayak paling produktif, meminta testimoni tentang Sang Panglima.

Sejak minggu lalu, namanya jadi topik diskusi dalam group WA terkait kehadiran Jokowi dalam acara Pasukan Merah. Semua org maklum, tidak mudah menghadirkan seorang Kepala Negara. Inilah mungkin pangkal soal kenapa jadi topik dalam diskusi group. Termasuk saya.

Siapa dia dan apa aktivitasnya, menarik utk ditelusuri. Kehadiran Jokowi juga menarik utk dianalisa. Kenapa Jokowi, pemimpin negara dgn penduduk 275 juta jiwa "menghormatinya". Hadiri acaranya. Dia bukan "siapa-siapa". Bukan tokoh politik. Bukan pejabat. Bukan juga org kaya. Dia hanya seorang anak kampung, anak petani.

Dia hanya seorang Panglima Ormas. Agustinus Jilah, demikian nama kecilnya. Lahir 19 Agustus 1980 di Desa Sambora, Menpawah Hulu, Kabupaten. Kapuas, Kalbar. Biasa saja, bukan! Karena dia biasa-biasa saja itulah Presiden Jokowi hadir. Biasa-biasa tapi punya pasukan banyak. Pasukan militan. Pasukan loyal atau setia. Satu komando.

Konon katanya, pengikutnya lebih dari 15 ribu. Tersebar di 5 Propinsi yg ada di tanah Borneo. Jumlah yg sangat banyak utk ukuran sebuah Ormas tingkat daerah, lintas Propinsi. Ibarat tentara atau polisi, mereka adalah pasukan organik. Pasukan yg hanya menunggu titah sang Panglima. Koq bisa. Pasti ada apa-apa dgn dirinya. Itulah alasan Jokowi hadir.

Panglima Jilah punya kekuatan real. Kekuatan nyata. Ancaman kalau tidak didekati, tidak "dihormati". Kita harus rangkul dia utk sukseskan IKN. Mungkin kira² demikian masukan para pembisik, mata² negara kepada Presiden. Ia pun manut dan hadir di Pontianak.

Dari salah satu video yg saya tonton, dia memang punya magnet. Dia cerdas. Tidak kalah cerdas dgn anak buah Presiden memberi nasehat hadir. Siapa memanfaatkan siapa. Dia tidak mengundang utk ceremonial saja. Tetapi ada pesan penting diselipkan. Kepada Jokowi dia "bertitah": Harus ada jatah dayak masuk sekolah Polisi dan TNI jalur jenderal. Dan Saat doorstop media, dia juga berbisik soal Dayak Center di IKN kepada Presiden. Jokowi mengamininya saat Konpers. Sebatas ini, dia sudah menang. Dia sudah dihargai. Kata²nya, didengar, paling tidak terlihat dari gesture Jokowi.

Itulah Panglima Jilah from zero to hero. Membangun kekuatan tdk selalu atau harus dgn uang. Tidak harus dengan kekuatan politik, dll. Tapi cukup dengan menyatukan emosional. Mengikat dgn roh persatuan. Cukup dgn doktrin loyalitas, militansi dan komitmen terhadap nasionalisme kedaerahan. Oleh sebab itu komunitas Dayak se-antero Borneo layak belajar dengan Pangkalima Jilah. Belajar soal karakternya, soal personalitasnya dan keberaniannya. Juga belajar soal konsistensi sikapnya atas tujuan atau visi TBBR. Dia anti penindasan. Dia anti kemiskinan. Dia anti kebodohan. Dia gandrung persatuan Dayak se-tanah Borneo.

Mungkin berlebihan, tetapi paling tidak itu beberapa kekuatan yg ada pada dirinya yg secara kasar mata bisa dilihat dari beberapa video yg ada di Medsos.

Bagi Panglima, kekuatan Dayak ada pada persatuan dan kesatuan. Kekuatan Dayak ada pada keberagaman sub-sukunya. Kekuatan Dayak ada pada keberagaman bahasa dan budaya. Keberagaman sub-suku merupakan keniscayaan, merupakan kodrat Tuhan. Kita tidak memilih dilahirkan sebagai Dayak apa. Kita adalah Dayak sampai ajal menjemput. Itulah argumentasi paling layak, kenapa Jilah mempunyai banyak pengikut setia tanpa syarat yg membuat Presiden mempertimbangkan hadir. Artinya keberadaan dan kekuatan Panglima Jilah diperhitungkan.

Demikianlah upaya memahat kata merangkai kalimat utk memaknai dan mendapatkan makna sesuatu dari suatu peristiwa dari Sudut Mata GK.

***

#SM-GK/1/12/22🌱