Sosok

Kisah Anak Transmigran yang Bercita-cita Jadi Presiden

Kamis, 21 Januari 2021, 09:56 WIB
Dibaca 709
Kisah Anak Transmigran yang Bercita-cita Jadi Presiden
Sarun (Foto: Dok. pribadi)

Saya adalah anak seorang Transmigrasi, berasal dari Kabupaten Cilacap. Pada tahun 1994 pertama kali kami sekeluarga berangkat ke perantauan, katanya Pulau Kalimantan. Kedua orangtua saya berangkat transmigrasi beserta dengan paman, bibi dan pak de yang juga ikut berangkat transmigrasi. Kami sendiri satu keluarga dengan kakak dan adek-adek kami ikut transmigrasi melalui program pemerintah.

Pada saat itu dikenal dengan zaman Presiden Soeharto. Kami bersaudara 7 orang. Kakak saya ada 3, perempuan semua dan adek saya ketika itu 3 orang laki-laki semua. Saya sendiri saat itu berusia 8 tahun kelas 2 SD.

Tiba saatnya kami berangkat untuk transmigrasi. Kami memang termasuk keluarga yang kurang mampu dengan kondisi rumah bilik beratapkan daun alang-alang yang di buat sedemikian hingga menjadi atap rumah. Dengan mantap dan percaya diri kamipun berangkat menuju tempat penampungan sementara di transito di Kabupaten Cilacap.

Di tempat penampungan tersebut kurang lebih selama 2 hari di transito kabupaten cilacap kami bersama dengan keluarga dari daerah lain yang juga akan ikut transmigrasi kurang lebih sebanyak 20 keluarga. Dengan menggunakan bis kamipun menuju ke kota Semarang untuk berkumpul dengan warga lain yang akan mengikuti transmigrasi. Ini kami tinggal di transito kota Semarang Provinsi Jawa Tengah bersama dengan orang-orang yang akan transmigrasi ke keluar pulau jawa. Ada yang ke sumatera, ke Kalimantan, ke Maluku dan ke irian jaya.

Kami di transito kota Semarang selama kurang lebih  lima hari. Di sana kami sambil menunggu untuk diberangkatkan ke tempat tujuan kami. Ternyata selama kami ditransito kota Semarang kami akan diberangkatkan melalui pelabuhan yang ada di Surabaya. Setelah  beberapa hari di transito kota semarang kamipun diberangkatkan menuju ke transito yang berada di kota Surabaya untuk menunggu sebelum kami diberangkatkan transmigrasi.

Kami di transito Surabaya kurang lebih selama satu minggu dan kami hanya menunggu dan sambil mengenal dengan sesama warga yang akan mengikuti program transmigrasi, kondisi transito yang berada di kota Surabaya dan Kota Semarang tidak ada jauh bedanya sama halnya dengan transito yang menampung dalam jumlah warga yang banyak dan akan berangkat transmigrasi.

Setelah ada pengumuman bahwa yang akan transmigrasi ke pulau  akan diberangkatkan dalam beberapa hari dan kepada para transmigran agar mempersiapkan diri. Setelah kami bersiap-siap kami pun diberangkatkan dengan menggunakan bis menuju kapal yang berada pelabuhan kota Surabaya. Kami pun di arahkan menuju kapal yang saat itu pada senja hari kami masuk dalam kapal yang kapal tersebut beratapkan tenda terpal panjang kurang lebih 100 meter panjang tempat kami naik kapal tersebut.

Dengan kondisi kapal yang sedemikian rupa kamipun berangkat menuju pulau Kalimantan bersama dengan warga lainnya yang asalnya berbeda-beda ada yang dari Salatiga, Cepu, Kendal, Banjarnegara dan Blora.

Selama kami di kapal kami hanya bisa menikmati kondisi kapal dan lautan yang begitu luas, karena usia saya waktu itu masih kecil jadi kami hanya menikmati bermain bersenda gurau bersama dengan adik adik kami dan beberapa kenalan teman-teman seusia kami.

Kami bermain seadanya dalam kondisi yang kapal yang jika malam hari kami kedinginan dan siang hari kami kepanasan. Saya pun berpikir berapa lama kita berada di kapal ini. Pernah suatu saat, pada malam hari dengan kondisi hujan deras dan gelombang laut begitu besar kami terombang-ambing di lautan. Kamipun merasa takut dengan pikiran was-was semoga Tuhan Yang Maha Kuasa menyelamatkan kami. Semua orang terlihat panik. Syukur Alhamdulillah kondisi cuaca membaik dan kamipun merasa bahagia dan tenang meskipun dalam kondisi kapal yang sedemikian rupa.

Setelah 2 hari 3 malam kapal yang kami naiki bersandar di pelabuhan yang saat itu saya tidak tau namanya pelabuhan tersebut. Kami berharap kami turun di pelabuhan tersebut ternyata bukan kami yang turun di pelabuhan tersebut. Mereka yang turun adalah yang memang warga transmigran untuk wilayah tersebut dan menurut kabar bahwa pelabuhan tersebut juga merupkan wilayah Kalimantan dimana namanya pelabuhan Kota Balikpapan.

Namun saya sendiri tidak tahu Kalimantan mana yang kami tau ya pulau Kalimantan saja. Warga yang turun dari kapal tersebut pun selesai dan kami lanjutkan perjalanan menuju tempat kami yang sebenarnya. Perjalanan dengan menggunakan kapal laut dari pelabuhan yang tadi ke tempat pelabuhan kami tuju kurang lebih 2 hari. Sehingga jika di total dari pelabuhan Surabaya kepelabuhan yang kami tuju selama 5 hari 5 malam.

Dalam perjalanan dari pelabuhan sebelumnya kami masih harus mengarungi lautan bersama dengan warga yang lainnya. Dalam hati kami berdo’a semoga kami selalu diberikan keselamatan. Kamipun sampai di Pelabuhan Kota Tarakan namanya. Saat itu sekitar magrib kami sampai dan ternya bukan disitu tempat kami ditempatkan/transmigrasi, kami harus naik kapal yang lebi kecil kapal kayu.

Saat itu setelah dari kapal besar kami dipindahkan ke kapal kayu yang berjumlah dua kapal seingat saya satunya kapal berwarna putih dan satunya berwarna hijau. Kami pun menaiki kapal tersebut malam hari. Menyusuri sungai yang begitu lebar. Jika di jawa setau saya tidak ada sungai yang lebar ternya ta dikalimantan sungainya lebar-lebar.

Malam hari pun kami menyusuri sungai dengan kondisi kami semua masih kelaparan karena belum makan malam. Sekitar jam sembilan malam makananpun datang ternyata makanan dikirim melalui speedboat dari Tarakan. Nasi bungkus dengan lauk ikan dan ayam. Kamipun makan dengan lahap, namun karena banyak yang sudah pada tidur nasi bungkus tersebut pun berlebihan.

Sekitar jam 1 malam kami sampai disebuah pelabuhan katanya dermaga Tidung Pala “Tideng Pale” kami pun bersandar didermaga tersebut sampai pagi. Keesokan harinya, setelah kami sarapan pagi kami melanjutkan perjalanan menuju tempat transmigrasi yang akan kami tuju.

Setelah kurang lebih selama 5 jam kami menyusuri sungai kami terpencar dengan kapal yang satunya karena di sungai tersebut bercabang di Muara Bengalun nama sungainya kapal yang satu menuju arah kiri kami menuju arah kanan kamipun mengikuti saja. Ternyata kapal yang kami naiki kesasar menuju Malinau Kota dan kami bersandar di dermaga Malinau Kota.

Dalam kesempatan itu digunakanlah oleh orangtua kami untuk beli biscuit di warung sekitar dermaga tersebut. Setelah beberapa menit kami di dermaga tersebut kami pun putar arah kearah sungai Bengalun mengikuti arah kapal yang pertama. Dalam perjalanan kondisi sungai yang sedang pasang besar kami terus menyusuri sunga tiba-tiba terdengar suara "prakkkkk".

Ternyata kapal kami menabrak sebuah batang kayu yang cukup besar dan sempat kapal kami miring dan semua orang cemas. Namun dalam kejadian tersebut kami bersykur tidak terjadi kerusakan pada kapal yang kami tumpangi. Setelah kejadian tersebut kami pun terus melanjutkan perjalanan kami.

Waktu menunjukan pukul tiga sore kamipun sampai di tepi sungai yang saat itu belum ada dermaganya dan masih dalam kondisi pembangunan. Ternyata disinalah seharusnya kami turun untuk menuju rumah transmigrasi yang telah disiapkan pemerintah untuk kami.

Setelah kami turun dari kapal tersebut kami menyusuri jembatan kayu ulin sepanjang kuang lebih 200 m. Setibanya kami di suatu bangunan kami pun dikumpulkan oleh petugas transmigrasi yaitu Bpk M. Maksum namanya Kepala UPT Transbangdep Tanjung Keranjang. Kami pun dikumpulkan untuk menerima arahan dan pembagian rumah.

Di sinilah kami mulai hidup dengan status anak transmigrasi. Pada tahun 1997 sayapun lulus SD dan Melanjutkan ke SMP N 1 Malinau lulus pada tahun 2000 dan melanjutkan ke SMAN 1 Malinau dan Lulus tahun 2003. Setelah lulus tahun 2003 saya bercita-cita ingin melanjutkan kuliah yang tidak membebani orangtua karena kondisi keluarga kami yang tidak memungkinkan. Namun dengan usaha dan Do’a akhirnya saya dapat melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi Kedinasan yaitu Sekolah Tinggi Pemerintahan Dalam Negeri (STPDN) yang sekarang berubah menjadi IPDN.

Dalam mengikuti pendidikan di STPDN banyak sekali lika-liku kehidupan yang saya lewati pada awalnya saya sangat minder dengan teman-teman yang lainnya. Jujur saja saya merupakan seorang yang sangat memiliki keterbatasan dalam segi ekonomi namun saya bisa melanjutkan pendidikan sampai kejenjang sarjana yang tidak terbayangkan sebelumnya oleh saya.

Dalam keminderan saya pun terus berdo’a dan suatu ketika saya menemukan sebuah kalimat dalam sebuah buku dengan kalimat jika kamu ingin sukses milikilah kegiatan minimal tujuh kegiatan. Sejak saat itu saya semangat mengikuti kegiatan di STPDN.

Ada beberapa kegiatan yang saya ikuti selama pendidikan di STPDN di antaranya ada Kerohanian Islam (Rohis), Majalah Abdi Praja, Pecinta Alam (Wapamanggala), Grup Drum Band Gita Abdi Praja (GAP), Komando Kepala wilayah, Kepramukaan, Pendidikan SAR (Search and Rescue). Sampai-sampai saya dijuluki sebagai Gubernur Bayangan, Cileunyi Berjalan. Ya itu semua panggilan teman-teman kepada saya.

Tibalah saatnya kami menunggu-nunggu masa wisuda dan dikukuhkan sebagai pamong Praja Muda. Ketika kami dikukuhkan saya termasuk dalam barisan yang mana biasanya kami diwisuda oleh menteri dalam negeri akan tetapi pada saat itu kami di wisuda oleh sekretaris jenderal kementerian dalam negeri.

Ketika dikukuhkan sebagai pamong praja muda kami biasanya di kukuhkan oleh Presiden Republik Indonesia. Karena saat itu ada kejadian yang sangat menggemparkan kampus kami, sehingga kami tidak jadi didkukuhkan oleh Presiden dan hanya dikukuhkan oleh menteri dalam negeri Ad interim yang kalau tidak salah waktu itu bapak Laksamana TNI (Purn) Widodo AS.

Dalam hati kami sedih, kami kecewa, kami berduka karena di saat-saat moment terakhir kami yang seharusnya dikukuhkan oleh Presiden apa hendak di kata kami hanya dikukuhkan oleh menteri dalam negeri yang hanya ad-interim. Dalam hati saya bergumam “kami memang tidak dikukuhkan oleh presiden republik ini akan tetapi suatu saat nanti salah satu dari kamilah yang akan menjadi presiden di Negara ini dan inilah cita-citaku ingin menjadi PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA”.

Seremonial pengukuhan kamipun selesai dengan berbagai macam rasa syukur, rasa bahagia, rasa sedih, semua berkecamuk dalam lapangan parade STPDN.

Terimaksih kepada seluruh keluargaku yang telah memberikan semangat terutama kedua orang tua yang terus mendo’akan diriku hingga aku seperti saat ini, sahabat-sahabatku seperjuangan baik sebagai sesama anak transmigrasi, sebagai pelajar, maupun sebagai mahasiswa/Praja STPDN.

Selama 4 tahun pendidikan Alhamdulillah sayapun lulus dari pendidikan tersebut dengan meraih gelar Sarjana Sains Terapan Pemerintahan (S.STP).

Demikian Kisahku anak Transmigrasi yang bercita-cita menjadi seorang Presiden yang sampai saat ini cita-cita itu terus berproses.

“Gantunglah cita-citamu setinggi langit, raihlah cita-citamu meskipun engkau anak seorang transmigran"

Sarun, anak seorang transmigran.

***

Tags : sosok