Menjadi Guru yang Suka Membaca dan Menulis
Sekolah Kristen Kalam Kudus Jakarta memiliki program pengembangan guru melalui Learning Center. Nah, salah satunya mengada webinar (web seminar). Pada Jumat, 19 Maret 2021 webinar mengangkat tema “Menjadi Guru yang Suka Membaca dan Menulis”.
Topik yang sekilas biasa namun menarik dan sangat penting.
Menarik bukankah ini kebutuhan untuk memenuhi kecakapan tugas guru namun sering diabaikan. Penting sebab terkait dengan kekinian dan masa depan. Bukankah guru berperan dalam mempersiapkan siswa agar mampu menghadapi kehidupan hari ini dan meraih masa depan.
Masa ini kita telah memasuki era Revolusi industri 4.0. Era yang menekankan pada digitalisasi. Sebuah era dengan peradaban baru. Dalam peradaban baru ini membaca dan menulis bukan menjadi hal eksklusif (milik orang-orang tertentu).
Boleh dikatakan dunia kita hari ini adalah literasi. Jika dulu menulis harus menyiapkan kertas dan pulpen. Sedang membaca harus mencari buku di perpustakaan. Kini keduanya tersedia di smartphone (telepon pintar). Atau gadget.
Sederhananya membaca dan menulis adalah literasi. Lebih tepatnya literasi dasar. Lebih lanjut literasi berkenaan dengan kemampuan untuk menyerap (dengan membaca) sumber-sumber pengetahuan dalam segala bidang kemudian menerapkannya untuk memecahkan berbagai persoalan kehidupan. Inilah salah satu alasan mengapa topik di atas sangat penting.
Tampil sebagai pembicara Mr. Adhi Kristijono seorang penggiat literasi.Acara yang dihadiri sekitar 200 guru dari seluruh unit SKKK Jakarta.
Membangkitkan kebiasaan menulis dan membaca. itulah coba diuraikan dari topik ini. Kata kebiasaan lebih tepat daripada minat sebab sesungguhnya minat sudah ada dalam diri seorang guru.
Untuk menulis dapat memanfaatkan program Cloud atau Cloud Computing. Selain praktis tidak perlu menggunakan Infrastruktur yang besar dan memiliki media penyimpanan, fleksibel dan efisien. Selain itu dapat juga memanfaatkan blog atau website.
Soal menulis pada intinya menulis saja dan tentang apa saja yang penting memiliki nilai positif. Bisa mulai dengan hal-hal dilakukan sehari-hari dengan menulis diary (buku harian) - kisah pengalaman harian. Sebuah catatan pengalaman sebagai peristiwa sejarah akan memberi pembelajaran. Nilai-nilai dapat kita petik dari setiap pengalaman.
Tulisan tentang pengalaman dapat dimanfaatkan untuk menginspirasi peserta didik. Menulis adalah puncak dari literasi. Sebab mampu menuangkan gagasan yang sistematis dan menginspirasi pembaca.
Kebiasaan akan membuat terampil. Sebab menulis tak sekedar bakat tapi lebih pada keterampilan.
Sedangkan soal membaca penekanan pada teknik dan sumber/bahan bacaan. Teknik membaca disesuaikan saja dengan kebutuhan. Tergantung tujuan yang diperoleh dari bahan bacaan. Apakah hanya mencari ide atau mencari pemahaman akan kedalaman sebuah topik? Terserah pembaca. Tak kalah penting dengan membaca maka akan memperkaya kosa kata. Bahkan untuk seorang penulis profesional pun terus menambah kosa kata. Dan itu dilakukan dengan membaca.
Bahan bacaan tentu saja di era digital ini banyak tersedia e-book. Buku digital bisa kita cari di internet yang tersedia dalam perpustakaan digital (digital library). Silahkan searching sesuai kebutuhan.
Sebenarnya ini hanya soal waktu. Investasi waktu! Baik untuk membaca maupun menulis. Ala bisa karena biasa. Begitulah kata pepatah yang masih relevan hingga zaman ini.
Harus diakui persoalan membaca dan menulis di negeri ini masih menjadi pergumulan. Walaupun telah ada upaya yang dilakukan berbagai pihak untuk menjawab persoalan tersebut. Bukankah guru bagian penting dari solusi problem ini. Guru sebagai ujung tombak perubahan tak mungkin tanpa literasi.
Akhirnya kegiatan ini menjadi alarm bagi guru akan pentingnya literasi. Lebih lagi harapannya guru suka membaca dan menulis. Sungguh ironi kalau seorang guru tak suka atau bahkan tak mau ber-literasi.
Apresiasi tentunya untuk tim SDM Sekolah Kristen Kalam Kudus Jakarta untuk kegiatan yang sangat bermanfaat ini. Sederhana tapi penting atau bahkan sangat penting.
Salam literasi!