Sastra

Tea Bag Story | Cerita Pendek Lebih Pendek dari Cerita Pendek

Senin, 3 Mei 2021, 18:05 WIB
Dibaca 869
Tea Bag Story |  Cerita Pendek Lebih Pendek dari Cerita Pendek

Cerpen. Idealnya, berapa kata panjangnya?

Ideal antara: 1.000 - 3.500 kata.

"Kurang dari itu, Tea Bag Story. Lebih dari itu, novelet," jawab saya. Ini teori terkini. Namun, ada seorang pujangga kenamaan Malaysia. Seorang novelis. Juga cerpenis. Tidak tanggung-tanggung. Ia pemenang pertama Sayembara menulis Cerpen se-Malaysia.

"Di Malaysia. Peraduan sekitar 10-15 pages," begitu Jaya Ramba, cerpenis andalan Malaysia itu, dalam tulisannya yang masuk ke WA saya. Saya memang membaca saksama Cerpen berjudul "Tongkat Martabat". Dan memang cukup panjang. Alurnya tidak tunggal. Peristiwanya juga. Bagian Intro cukup panjang. Baru pada alinea ketiga, pembaca bertemu dengan protagonis, lakuan utamanya. Lanjaran cerita lumayan panjang.

Barangkali inilah, "Lain padang lain belalang. Lain lubuk, lain ikannya." Artinya, panjang cerpen di negeri Jiran dikehendaki antara: 3.500 - 5.000 kata. Namun, ada pula kaidah dan pakem yang sama.

Agaknya, cukup kepanjangan juga cerpen di sana! Untuk lomba, atau sayembara, usahakan maksimal panjang Cerpen: 3.500 kata. Lain kali, saya ulas tentang itu. Kali ini, fokus kita tentang kisahan yang lebih pendek daripada Cerpen.

Baiklah di sini saya berkisah mengenai bentukan cerpen yang mahasingkat: Cermin (Cerpen mini). Sedemikian rupa, sehingga Cerpen yang ideal itu: antara: 1.000 - 3.500 kata.

Kisahan mahasingkat. Namun,  bernas itu, disebut: Tea Bag (TB) story. Ia solusi bagi penyuka sastra, mikro-sastra. Tentu, tantangannya ada pada penulis yang harus mahir memadatkan kata. Sedemikian rupa, sehingga bernas. Namun, kaidah dan nuansa sastranya harus tetap ada.

Kisahan mahasingkat, namun bernas itu, disebut "tea bag story." Ketika kita menikmati hidangan secangkir, atau sepoci, teh; selama itu pula kita bisa menikmati kisahan padat berisi. Lebih pendek dari cerita pendek.

Menulis kreatif salah satu industri yang berkembang di era digital. Seiring perkembangan masyarakat dan zaman, karya sastra pun berkembang. Genre kepenulisan pun tak luput dari penyesuaian.

Turut larut dalam perubahan itu, apa yang disebut "content" dalam bingkai teori media, yakni: tools, content, society, and industry.

Salah satu content media, yakni genre tulisan fiksi. Cerpen, selama ini, dianggap jenis kisahan prosa paling pendek: habis dibaca sekali duduk, menurut Edgar Allan Poe.

Namun, kini muncul genre tulisan fiksi yang lebih pendek, bahkan sangat pendek lagi. Diperkenalkan penulis kondang dari Sri Lanka, Ashok Ferrey. Memang, secara teknis novelet atau novel lebih menantang. Bukan saja bagi penulis, melainkan bagi pembaca dan penikmatnya. Sebab memerlukan waktu khusus membaca ," katanya. Ia mendorong bentukan sebuah mikro-fiksi, yang lebih pendek lagi, agar populer.

Kisahan mahasingkat, namun bernas itu, disebut "tea bag story." Ketika kita menikmati hidangan secangkir, atau sepoci, teh; selama itu pula kita bisa menikmati kisahan padat berisi.

Apakah yang dimaksudkan dengan cerita pendek (cerpen)?

Banyak definisi tentangnya. Namun, semua sepakat bahwa cerpen habis dibaca sekali duduk, pelaku cerita tidak banyak, dan kisahannya tidak kompleks.

 Edgar Allan Poe, cerpenis hebat sejagad menyebut cerpen sebagai "prose tales and could be read in a single sitting” (kisahan prosa yang dibaca dalam tempo sekali duduk). Rata-rata orang sanggup duduk manis maksimal 15 menit, sehingga “sekali duduk” setara 5-7 halaman. Apabila satu halaman terdiri atas rata-rata 335 kata maka panjang sebuah cerpen antara 1. 675 – 2.345 kata. Panjang cerpen ini hampir sama seperti yang ditulis Wikipedia bahwa cerpen “…no longer than 20,000 words and no shorter than 1,000.”

Tentu saja, senantiasa diperbarui perkembangan setiap genre tulisan fiksi. Selama ini, cerpen adalah karya prosa fiksi terpendek. Nanti, bukan lagi cerpen. Tetapi Tea Bag Story, atau disingkat: TB Story.Yakni kisahan fiksi yang habis dibaca sembari minum teh.

TB Story solusi bagi penyuka sastra, mikro-sastra. Tentu tantangannya ada pada penulisnya yang harus mahir memadatkan kata.

Tentu itu peristilahan. Sebab, biasanya, minum teh tidak lama. Yang lama: bincang dan ngobrolnya jika diminum bersama orang lain. Tetapi jika minum sendiri, paling kurang 5 menit selesai.

Meski demikian, kita dikenalkan genre baru prosa fiksi terpendek. Sebuah gagasan brilian yang menjawab kebutuhan zaman. Ketika orang makin tergesa, tidak punya banyak waktu, serbacepat, bahkan serbainstan.

Maka TB Story solusi bagi penyuka sastra, mikro-sastra. Tentu, tantangannya ada pada penulisnya yang harus mahir memadatkan kata. Tidak mengulur-ulur peristiwa. Bahkan, opening dan ending TB Story bisa sangat berbeda dengan Cerpen. Bisa jadi, klimaksnya ada di muka.Tidak lagi berstruktur, sesuai gaya hidup zamannya. Yang pasti, tokohTB Story tidak banyak. Lazimnya: tunggal.  Alur kisahaan, atau peristiwanya, pasti akan tunggal.

Jika 50 atau lebih, TB Story dapat dikumpulkan. Dapat dipilah-pilah per topik.

Buku kumpulan cerpen (K.C.) sudah biasa. Namun, buku kumpulan TB Story belum ada.

Siapa hendak mulai?

 

Tags : sastra