Cerita Rakyat Sungai Krayan | Delongen dan Dayang Pelawal
Delongen sebutan untuk sekelompok orang yang tinggal di kuala Pe'Nguan (Sungai Rungan). Mereka berkuasa penuh atas kawasan sungai tersebut. Segala tumbuhan di darat, segala isi yang terkandung dalam perut bumi, dan di dalam sungai-sungai serta segala isinya.
Delongen juga berarti orang yang bermukim di kuala,sampai di hulu Pe' Nguan (sungai Rungan). Mereka memiliki ikatan persaudaraan (lon dengan). Dari Komunitas inilah lahir seorang gadis yang sangat terkenal sepanjang pe'ayan (Sungai Krayan).
Gadis itu cantik, mulus putih, hidung mancung, langsing tinggi, ramah, santun dan baik hati. Semua pemuda Delongen bahkan pemuda yang ada di pe'ayan (sungai Krayan) tertarik dan jatuh cinta pada Dayang Plawal. Para pemuda berusaha memberi perhatian khusus pada gadis itu.
Dayang Plawal seorang gadis dan anak tunggal dari sepasang suami istri. Kelaput Ade' adalah ayah dari Dayang Plawal, dan nama ibu Bulen Miret (Bulan yang baru Terbit). Mereka tinggal di kampung, lokasi tanjung Pasir berada saat ini.
Lokasi tanjung Pasir dahulunya bernama kampung Tang Payeh. Tang itu berasal dari hamparan Sungai Krayan yang lurus dari leberou rian (limbu rian) sampai long kilong dan Payeh berasal dari hutan kerangas (Tana'payeh tot) tempat bandara lokasi Tanjung Pasir saat ini.
Dayang Plawal artinya tembus pandang, setiap makan dengan sayur daunnya hijau seperti bahasa daerah, keriep, tengayen, daun ubih, ubud silok setiap dikunyah dan ditelan, akan nampak kehijauan. Sayur tersebut turun dari kerongkongannya dan berputar putar mengikuti posisi usus besar dan kecil Dayang Plawal sangking cantiknya. Hingga pemuda delongen berebutan dan siap bertarung dalam bentuk apapun asal Dayang Plawal dimiliki.
Dayang Plawal akhirnya menjadi rebutan pemuda delongen. Tak satu pun pemuda yang ada berhasil merebut hati Dayang Plawal. Karena kesempatan atau peluang untuk berdua, barang sekejap pun tidak ada. Ini disebabkan gerakan secara masif pribadi para pemuda untuk mendekati putri tunggal Kelaput ade'.
Jika salah satu pemuda berhasil mendekat Dayang Plawal, namun tidak berkesempatan untuk menyampaikan hasrat atau perasaan cintanya. Karena pemuda yang lain juga berada di tempat yang sama. Semua pemuda menaruh perasaan yang tertahan di dalam hati sanubarinya. Hingga para pemuda punya keyakinan masing-masing tidak akan rela jika salah satu di antara mereka memiliki Dayang Plawal. Paras gadis itu sangat menawan hati siapa saja yang memandangnya.
Dengan usaha pendekatan masing-masing pemuda delongen yang terus gagal untuk merebut hati Dayang Plawal. Suatu hari para pemuda duduk bersama untuk mengambil sebuah keputusan yang adil tentang Dayang Plawal. Hasil keputusannya Dayang Plawal harus dibunuh agar sama sama tidak memilikinya.
Keputusan ini sangat berat dan bertentangan dengan norma-norma yang mengatur kehidupan masyarakat adat. Norma adat menitikberatkan pada kewajiban semua pihak memiliki hak yang sama terhadap kehidupan bersama, gotong royong, tidak menyakiti sesama manusia apalagi komunitas sendiri.
Namun mereka penuh kesadaran dan rela menerima resiko seberat apapun hukum adat. Yang penting Dayang Plawal tidak dimiliki salah satu di antara mereka. Pemuda delongen sepakat, merancang semua proses pembunuhan Dayang Plawal.
Melalui menuba di sebuah sungai yang cukup banyak ikannya dengan memohon izin dengan Kelaput ade'selaku ayah dari Dayang Plawal untuk mengajaknya bersama sama pemuda delongen menuba di sungai duk (pe'duk).
Tiba saatnya keberangkatan mereka dari kampung delongen ke pe'duk. Mereka menumpangi 10 buah perahu dayung dan beberapa pemuda jalan kaki berburu membawa anjing untuk mencari lauk pauk kebutuhan mereka. Kemudian mereka mengambil kayu bulat dan panjang dibuat melintang di atas permukaan pe'duk (sungai duk) dari bawah sampai ke atas, percis seperti anak tangga.
Tujuan kayu tersebut, tempat mereka memukul tebayan (akar tuba) agar getahnya jatuh ke sungai dan hanyut ke hilir. Biasanya satu jam kemudian mereka mendapat semua jenis ikan kecil atau (Lawid Lepini) sampai ikan besar ikan Pelian (lawid Luang).
Dalam proses selanjutnya, para pemuda delongen kedinginan memukul tebayan (akar tuba) dalam air dan tangan mereka basah. Sehingga tidak bisa menggulung rokok tembakau (siguk ong)' hingga mereka meminta bantuan Dayang Plawal. Semua pemuda saat itu perokok. Dayang Plawal lah satu-satunya tangan yang kering. Dialah yang dapat menggulung rokok sekaligus menghidup rokok mereka dengan korek api hasil dari penggesekan bambu dengan pecahan batu yang keras.
Berdasarkan kesepakatan pemuda delongen saat merancang pembunuhan Dayang Plawal. Jika Dayang Plawal selesai menggulung rokok tembakau (siguk ong) pemuda yang terakhir atau yang di hulu, tersebut langsung menangkap Dayang Plawal dan dipukul secara bersama sama tebayan (akar tuba) hingga Dayang Plawal menghembus nafas terakhirnya (mate).
Kebiasaan adat istiadat zaman itu, membuang air kecil di sungai yang di tuba atau berbicara sambil menunjuk ikan yang mulai timbul karena mabuk dengan air tuba itu akan sial. Dalam artian hasil menuba kosong atau gagal. Apalagi melakukan pelanggaran besar sampai membunuh Dayang Plawal dengan menyiksanya dengan dipukul dengan akar tuba. Hasil menuba juga kosong dan yang berburu binatang di darat dengan anjing juga kosong atau sial dalam bahasa Lundayeh (muras).
Kembali ke kesepakatan pemuda delongen.Setelah Dayang Plawal tiada, mereka merasa sangat puas dan bangga tidak ada lagi yang menjadi rebutan. Sebelum para pemuda ini pulang ke kampung, mereka sepakat jika ditanya orang tua masing-masing dan khususnya orang tua Dayang Plawal. Jawab tidak tahu. Tidak usah jawaban panjang-panjang.
Zaman itu ada namanya ade'seruyung (hantu menyesat), hantu ini selalu menyerupai manusia atau seseorang. Apakah dia orang tua, om, tante, sahabat, adik atau kakak. Jika kita bepergian jauh dari pemukiman (rumah kita), berpisah dalam waktu sekejap saja. Ade'seruyung ini memanfaatkan kesempatan mengajak kita ke suatu tempat yang sangat menarik hingga kita senang mengikuti ajakannya. Di akhir perjalanan ade'seruyung bersama kita, tiba-tiba dia menghilang. Kita jadinya tersesat di tengah hutan rimba yang tidak kita kenali.
Dalam kesepakatan para pemuda berasumsi Dayang Plawal diajak ade'seruyung (hantu penyesat). Disaat kesibukan mereka memukul tebayan (akar tuba). Selanjutnya, sesampai para pemuda delongen di kampung/rumah, orang tua mereka heran satu ekor pun ikan tidak ada mereka bawa pulang.
Ketika ditanya,mereka menjawab si anu… si… dia yang paling kecil di antara kami dan tidak paham aturan menuba. Ketika mau buang air kecil ngambil gampangnya, langsung kencing ke sungai yang kami tuba jadi siallah. Ikan pun tidak ada yang mati. Semua jawaban para pemuda ketika ditanya, jawaban mereka masuk akal sehingga tidak ada yang mencurigakan.
Minggu tambah minggu hingga sampai sebulan, kesedihan terus melanda kedua orang tua Dayang Plawal. Malam pun susah tidur. Apalagi pagi, siang dan malam tanpa kehadiran dan dorongan keluarga besar masyarakat delongen setiap hari, keduanya tidak mau makan rasanya ingin mati. Siapa pun seperti Kelaput ade'dan Bulen miret, memiliki putri tunggal seperti Dayang Plawal ini, tentu merasa kesedihan yang sama seolah-olah hidup ini tidak ada artinya.
Waktu terus berjalan, salah satu dari para pemuda delongen yang ikut menuba, tidak bisa menahan rasa cintanya kepada Dayang Plawal walaupun dia tahu Dayang Plawal sudah tiada. Akhirnya, pemuda tersebut mendatangi atau bersilaturahmi ke kediaman kedua orang tua Dayang Plawal untuk menceritakan apa yang sebenarnya terjadi dengan Dayang Plawal.
Mendengar cerita pemuda itu, ibu Dayang Plawal langsung teriak dan menangis sejadi jadinya, Namun tanpa orang lain mendengar tangisannya. Kebetulan malam itu kedua orang tua Dayang Plawal tidur di pondok di sawah untuk menghindar bayang bayangan keseharian anaknya.
Sebesar apa pun suara tangisan ibu Dayang Plawal tidak ada yang mendengarnya karena sawah mereka jauh dari pemukiman. Ayah Dayang Plawal juga sedih, mau rasanya membalas dendam. Darah ganti darah tetapi dia berhitung. Jumlah pemuda delongen cukup banyak dan tenaga kuat. Tentu dia tidak mampu dan jelas malah menjadi korban.
Akhirnya ayah Dayang Plawal membuat siasat dan keputusan itu tepat. Ia membuat tuak (burak) untuk memabukkan mereka agar terbalaslah rasa sakit hati selama ini. Kelaput ade' berpesan kepada istrinya Bulen Miret, usahakan pura-pura tidak mengetahui peristiwa yang menimpa Dayang Plawal. Supaya usaha membalas dendam kepergian Dayang Plawal tidak diketahui.
Kelaput dan istrinya mulai menyediakan bahan bahan untuk tuak (burak). Tersedialah dua belas (12) tempayan berturut-turut dari yang kecil sampai yang paling besar.Tempayan urutan ke 11 (sebelas) diisi dengan seekor kodok. Di kaki kodok itu di ikat manik yang berbunyi kring… kring... Jika kodoknya meloncat-loncat. Tuak (burak) 12 tempayan tersebut, sudah berusia 4 bulan waktu yang cukup lama.
Satu keduit (sendok sayur dari buah labu) saja diminum kepala sudah pening. Minum dua atau tiga keduit pasti mabuk. Apalagi minum lebih banyak tenaga jadi lemas. Pandangan jadi kabur sehingga istri atau kawan sendiri pun tidak dikenal.
Dari peristiwa menuba sampai usia tuak (burak) kelaput ade' siap di minum sudah 5 bulan. Dua hari kemudian Kelaput dan istrinya mengundang seluruh masyarakat delongen ke rumahnya untuk minum tuak (burak) dalam rangka pesta ucapan terimakasih kepada masyarakat delongen telah membantu keluarganya selama berduka atas kehilangan anak yang satu satunya begitu cepat pergi meninggalkan mereka.
Tibalah saatnya mereka minum, semua pemuda begitu semangat dan bersaing siapa yang lebih kuat minum sampai batas takaran pada tiap tiap tempayan yang ada. Semua orang sudah mabuk. Kelaput berpesan, setelah memasuki atau minum tempayan yang ke sebelas (11), para pemuda atau jika yang lainnya mau ikut tidak apa-apa. Kelaput mempunyai seekor binatang peliharaannya yaitu Harimau. Kelaput memerintahkan semua untuk menangkap Harimau untuk disembelih dimasak dan dimakan sebagai pasangan minumannya agar lebih sedap dan enak.
Tiba saat membuka tutup tempayan ke sebelas(11). Ketika dibuka kodok pun langsung loncat keluar dari dalam tempayan. Setiap gerakan kodok meloncat kakinya berbunyi kring… kring… kring…, semua peserta undangan tertawa terbahak-bahak. Sambil tertawa dengan gerakan kodok yang lucu, semua pemuda turun ke bawah untuk menangkap Harimau (Baleng) yang berada dalam kandang.
Ketika kandang dibuka, Harimau begitu cepat meloncat keluar kandang. Mereka pun tidak berhasil menangkapnya. Karena mereka mabuk tenaganya lemes. Sambil tertawa mereka mengejar harimau yang lari menelusuri pe' ayan (sungai Krayan) hingga ke hilir.
Pada zaman itu zaman animisme, tidak boleh sembarang tertawa dengan binatang. Pasti terjadi musibah. Hujan batu, angin kencang dan akhirnya semua bisa berubah menjadi batu oleh ade'masab (Hantu pengubah) keluar dari gunung berbentuk macam-macam. Bisa seperti batang kayu besar terbang atau bisa berbentuk gulungan awan putih bercampur hitam yang sangat tebal. Hantu itu terbang ke arah dimana manusia melakukan pelanggaran (tertawa dengan binatang).
Saat mereka mengejar harimau yang terlepas, angin deras menghadang suasana. Hingga banyak kayu yang tumbang dan hujan batu pun turun. Kawasan delongen kampung Tang Payeh menjadi gelap gulita. Ade'maseb (hantu pengubah) keluar dari gunung Taring (Buduk Taring) mengejar mereka hingga semua masyarakat delongen yang mengejar harimau tadi berubah menjadi batu. Dari Lebrau Rian (Limbu Riang) sepanjang pinggir pe'ayan ke arah long Nguan (long Rungan).
Harimau yang dikejar berubah menjadi batu di tengah-tengah pe'ayan (sungai Krayan). Dalam pengejaran harimau ke hilir, Kelaput dan istrinya lari ke hulu menuju pe'aben (sungai Belaban) untuk bersembunyi agar ade'maseb (hantu pengubah) tidak mendapatnya. Sesampainya Kelaput dan istrinya di Long Aben (kuala belaban), kelaput menarik parang dari sarungnya dan memotong pisang hutan (sibek) sepanjang perjalanan sambil berlari. Pisang hutan yang dipotong untuk mengelabui ade'maseb. Biasanya semenit setelah memotong pisang hutan, umbutnya langsung keluar satu sampai dua inci.
Setelah ade'maseb selesai mengubah mereka yang mengejar harimau tadi. Dia kembali ke pemukiman dimana masyarakat delongen minum. tetapi ketika diperhatikan tidak ada orang di rumah sepi. Sehingga rumah panjang kelaput juga berubah menjadi batu dan didorong ade'maseb rumah tersebut hingga terguling ke pinggir sungai Krayan (pe'ayan) pas di posisi asal nama desa Tang Payeh yaitu Tang.
Setelah rumah panjang berubah menjadi batu. Ade'maseb lari ke hulu mengejar Kelaput bersama istrinya. Sesampai di Long Aben, ade'maseb melihat jejak kaki Kelaput berdua lari ke hulu dan melihat pisang hutan (sibek) yang dipotong, umbutnya sudah keluar 3 inci panjangnya, hingga ade'maseb berpendapat, Kelaput berdua ini sudah sangat jauh. Dan waktu juga mendekat siang, ade’maseb kembali ke hilir pe'ayan (sungai Krayan) mau mengejar mereka yang lari ke sungai tubeh. Namun siang semakin dekat ade' maseb tidak jadi mengejar mereka dan ade'maseb kembali ke gunung Buduk Taring.
***
Dalam cerita ini semua masyarakat yang hidup di pe'aben (sungai belaban) adalah keturungan Kelaput Ade'. Masyarakat yang hidup di batu sicein pe'subeh (sungai tubeh) adalah keturunan Baleng Ade' (Harimau hantu) Baleng ade'ini adalah adik kandung Kelaput ade'.
Sungai duk(pe'duk)berubah namanya menjadi sungai tuba (pe'subeh) perubahan tersebut terjadi karena peistiwa kematian Dayang Plawal. Jadi Pe'subeh menjadi pe'duk dan pe'duk menjadi pe'subeh (bertukar nama). Pe'subeh (sungai tuba) sungai yang besar dari pe'duk (sungai duk). Pe'duk numpang milir ke pe'subeh dan pe'subeh numpang milir ke pe'ayan (sungai Krayan) pe'ayanlah membawahi semua sungai yang lain ke hilir.
***
Pesan moral:
1.Kesepakatan atau keputusan bersama seluruh pemuda delongen dalam proses menghilangkan nyawa Dayang Plawal dengan tujuan keadilan, sangatlah keliru dan tidak menguntungkan.
2.Kekuatan cinta ingin memiliki seseorang yang dicintai tidak terpenuhi, resiko seberat apapun rela untuk menanggungnya.
3.Adat budaya yang baik tidak bisa dikalahkan dengan rancangan dendam yang terbuka. Tetapi rancangan dendam yang tersusun rapi dan tersembunyi dapat menghancurkan banyak hal hingga punah (rancangan Kelaput ade').
4.Kekompakan untuk hal yang tidak baik seharusnya tidak tumbuh di tengah kehidupan masyarakat. Karena dalam perjalanan berikutnya pasti terbongkar oleh salah satu yang ikut bersepakat (pemuda yang bersilaturahmi ke orang tua Dayang Plawal).
Jangan membuat kesepakatan jahat dan membalas dendam untuk memuas hati atau keinginan, semuanya sia-sia.
Tunggu cerita berikutnya. Salam literasi!
Ilustrasi gambar: https://www.instagram.com/arbainrambey/