Politik

Jokowi  Belajarlah Ke Malinau Kalimantan Utara

Selasa, 18 Agustus 2020, 11:19 WIB
Dibaca 702
Jokowi  Belajarlah Ke Malinau Kalimantan Utara
Jokowi akhirnya datang pada 2019. Lima tahun setelah artikel ini dipublsh.

Dodi Mawardi

Penulis senior

 (Tulisan pada November 2014)

 

Pemerintahan Jokowi dalam salah satu program utamanya menyebutkan akan membangun Indonesia dari pedesaan dan pinggiran. Sebuah program yang sangat positif, jika benar-benar dijalankan dan menggunakan strategi yang tepat dalam melaksanakannya. Desa dan wilayah pinggiran akan menggeliat karena terjadi kegiatan dan aliran dana ke sana. Agar mendapatkan strategi yang tepat, saran saya, datanglah ke sebuah kabupaten di propinsi Kalimantan Utara yang berbatasan langsung dengan Malaysia, yaitu Malinau. Bukan Malino, tapi Malinau.

 

Kenapa harus datang dan belajar ke sana?

Terdapat banyak sekali alasan untuk Jokowi untuk datang dan belajar ke Malinau. Mulai dari kondisi masyarakat di sana, sampai tata kelola pembangunan yang sudah dijalankan oleh pemerintah daerah Malinau. Kondisi masyarakat di sana, masih memprihatinkan untuk sejumlah hal terutama akses transportasi dan telekomunikasi. Akses transportasi yang minim menyebabkan berbagai harga komoditas melonjak tak karuan. Harga semen yang sekarang sedang diributkan di Papua, mencapai Rp 1.000.000/sak, maka di sejumlah daerah perbatasan Malinau – Malaysia, hanganya mencapai Rp 1.200.000/sak. Pun demikian harga barang lainnya, mahalnya tak ketulungan. Banyak warga punya HP, tapi tidak digunakan untuk berkomunikasi karena tidak ada sinyal. Mereka gunakan HP hanya untuk selfie dan dengarkan musik!

 

Pemda Malinau sejak 2011 lalu menjalankan program perubahan radikal dalam membangunan wilayahnya. Perubahan itu sesungguhnya sesuai dengan program Jokowi – JK sekarang. Di bawah komanda Bupati Dr. Yansen TP., Malinau menjalankan program pembangunan bottom up yang sesungguhnya. Bukan bottom up rekayasa seperti yang terjadi di sejumlah wilayah. Pemda Malinau memberikan keleluasaan kepada pemerintahan desa untuk membangun desanya. Bentuk keleluasaan itu antara lain menyerahkan sekitar 31 kewenangan pemerintah kepada pemerintahan desa. Sebuah hal yang luar biasa, karena di kabupaten lain, menyerahkan 11 kewenangan saja sudah luar biasa. Bandingkan bedanya.

 

Hal ini pula yang membuat mbahnya Kompasiana, Pepih Nugraha memberikan perhatian khusus kepada bupati Malinau. Menurut Pepih, tidak lazim seorang penguasa justru menyerahkan kewenangannya kepada pemerintahan di bawahnya, apalagi pemerintahan desa. Biasanya, penguasa memegang erat-erat kekuasaannya untuk kepentingan diri dan kelompoknya. Apa yang terjadi di Malinau justru kebalikannya. Sama seperti sosok Jokowi, yang menjadi perwakilan berkebalikan dari penguasa-penguasa sebelumnya. Jadi, Jokowi – JK sangat perlu untuk datang ke Malinau, dan mencermati apa yang dilakukan sang bupati di wilayahnya.

 

Bukan hanya kekuasaan yang diserahkan, Pemda Malinau juga memberikan anggaran yang cukup untuk pemerintahan desa menjalankan kewenangan dan pembangunan. Tahun 2011, pemda Malinau menyediakan anggaran Rp 700 juta per desa. Tahun-tahun berikutnya bertambah, dan pada 2016 nanti setiap desa akan memperoleh Rp 2 miliar. Tahun ini, setiap desa sudah mendapatkan dana Rp 1,2 miliar. Malinau sudah melakukannya. Bukan wacana bukan rencana. Sedangkan pemerintahan pusat, baru merencanakannya.

 

PERCAYA KEPADA DESA

Kunci dari beraninya pemda Malinau melaksanakan program itu adalah kepercayaan kepada pemerintahan dan warga desa. Merekalah yang merencanakan pembangunan, mereka pula yang melaksanakan pembangunan dan tentu mereka jualah yang menikmati pembangunan tersebut. Kepercayaan itu bukan kepercayaan semu. Dan pemda Malinau membuktikan bahwa kepercayaan itu ternyata dapat diemban dengan baik oleh pemerintahan dan warga desa.

 

Di saat para pemimpin di level nasional mempertanyakan kemampuan pemerintahan dan warga desa, pemda Malinau sejak 2011 sudah memberikan pelatihan, pendidikan dan pendampingan. “Kalau mereka kita anggap tidak mampu, ya mari kita mampukan!” demikian pernyataan Bupati Malinau – Yansen TP., menjawab keraguan tentang kemampuan warga dan pemerintahan desa. Sampai saat ini, dari 109 desa di Malinau, lebih dari setengahnya sudah masuk dalam kategori mampu dalam melaksanakan pembangunan, mulai dari perencanaan, pelaksanaan sampai evaluasi dan laporan pertanggungjawaban keuangannya. Mereka mampu karena Pemda Malinau berupaya memampukan mereka lewat pelatihan dan pendampingan.

 

Seluruh SKPD (Satu Kerja Pemerintah Daerah) sudah sejak 2011 itu tidak lagi mengenal ego sektoral. Bupati sudah meniadakan ego sektoral tersebut, dengan berjalankan pola pembangunan yang berbeda. Seluruh SKPD sekarang ini fokus mendampingi desa membangun wilayahnya. Ego sektoral setiap SKPD perlahan-lahan dikikis. Hal yang sekarang baru diteriakan oleh presiden Jokowi. Di Malinau hal itu sudah berjalan. Bupatinya tidak perlu berteriak, namun menyiapkan konsep dan sistem pembangunan yang secara otomatis akan meniadakan ego sektoral tersebut. Itulah saya katakan, Jokowi – JK perlu datanng ke Malinau dan belajar dari bupatinya. Tidak perlu studi banding ke luar negeri, karena ternyata di negeri sendiri sudah ada pola pembangunan yang dimulai dari desa serta daerah pinggiran.

 

Kalau Anda tidak percaya dengan saya, atau menganggap saya hanya berpromosi, silakan buktikan sendiri. Malinau masih di negeri sendiri. Dekat. Hanya selemparan batu dari Samarinda atau Balikpapan. Kalau menganggap jauh, itu karena akses transportasi yang masih belum memadai. Sebelum belajar ke sana, program yang sudah dijalankan Bupati Malinau dengan nama Gerakan Desa Membangun (Gerdema) tertulis dalam buku Revolusi dari Desa, terbitan Elex media Komputindo (Gramedia Grup). Dan program Gerdema, sudah mendapatkan penghargaan dari Kemendagri sebagai program inovatif. Sebelum ke Malinau, datanglah Jokowi - JK ke Hotel Santika Slipi Jakarta pada Sabtu 8 November (jam 9-12). Bupati Malinau Dr, Yansen TP., akan memaparkan konsep dan pola pembangunan Gerdema dalam acara Tokoh Bicara Kompasiana atau Kompasiana Nangkring.

 

Yang paling penting, program pemda Malinau sudah menghasilkan perubahan di desa-desa, termasuk wilayah perbatasan. Di sejumlah wilayahm harga semen tidak lagi Rp 1,2 juta, tapi sudah turun menjadi Rp 600 ribu. Wilayah lain yang sebelumnya tak terjangkau jalur darat, kini sudah terhubung. Pun begitu dengan akses telekomunikasi. Masyarakat di perbatasan tidak lagi menggunakan HP hanya untuk selfie dan mendengarkan musik saja, tapi sudah bisa dipakai untuk berkomunikasi. Warga desa di Malinau sekarang punya banyak dana, karena setiap tahun ada aliran dana besar dari Pemerintahan Kabupaten ke sana.