Literasi

Menaruh Telur dalam Satu Keranjang atau...?

Minggu, 20 Maret 2022, 10:22 WIB
Dibaca 768
Menaruh Telur dalam Satu Keranjang atau...?
Caption sama dengan judul tulisan.

Bertanya dan bertanya. Ini adalah "pekerjaan" filsuf. Yang tidak ada kerjaan. Dalam hal itu, benarlah ungkapan. Bahwa "Primum manducare, deinde philosophari". Makan dahulu, berfilsafat kemudian.

Dengan kata lain. Perut kenyang dahulu, baru berfilsafat.

Akan tetapi, saya tercelik. Ketika menyimak saksama pernyataan sekaligus pengakuan salah satu taipan hebat negeri ini yang saya kagumi. Ia kelahiran Kalimantan Timur. Yang mula-mula bergerak di bidang bisnis kayu (kayu lapis). Kemudian terpaksa dibangkrutkan, karena ketidakdekatannya dengan Pemerintah waktu itu.

Ia miris. Dengan susah payah, dan didera perasaan tidak tega, harus mem-PHK-kan 11.000 karyawan. Namun, ia berkanjang. Kemudian, ditawari pekerjaan. Menjadi CEO perusahaan yang mengelola dan bergerak dalam bisnis pembangunan jalan tol dalam kota Jakarta.

Sosok ugahari. Senantiasa bertanya. Dan memiliki cita-cita "hanya" jadi tukang parkir itu, bernama: Hamka. Kini pemegang 80% saham di perusahaan raksasa itu. Ia bertanya, katanya kepada pedagang.

Intinya, bertanya, dan bertanya. Orang sombong dan congkak. Merasa tahu. Sedemikian rupa, hingga menutup hati dan dirinya untuk apa saja. Namun, orang rendah hati, bertanya. Ia akan mengolah jawaban atas pertanyaan itu, menjadi: pengetahuan dan keterampilan.

***

Saya mulai usaha baru. Yang sebenarnya milenial bingits. Yakni membuka toko buku virtual, toko buku daring. Jualan utamanya buku-buku karya saya (120) dan terbitan Lembaga Literasi Dayak (LLD) kurang lebih 230.

Memulai usaha baru itu, saya coba cari kembali pendasarannya. Penerbit yang saya dirikan pada November 2015 ini, cukup kuat akarnya. Dengan captive market ceruk pasar khusus, segementasinya jelas.

Saya membaca saksama dan mengemulasi buku ini. Saya share saripatinya:

Buku berjudul Focus: The Future of Your Company Depends on It (Harper Business, 1996) sungguh sangat memberikan pencerahan. Dipaparkan di situ contoh perusahaan-perusahaan yang berhasil karena fokus pada inti usahanya (halaman 54-56).

Kita kerap mendengar ungkapan, “Don't put all your eggs in one basket” –jangan sekali-kali menaruh semua telur dalam satu keranjang yang sama. Artinya, jangan pernah mempertaruhkan semua modal usaha dalam satu usaha saja sebab risikonya sangat besar. Jika keranjangitu rusak, maka hancur semua telur di dalamnya. Jadi, amat sangat riskan. Akan tetapi, satu kesaksian dalam buku ini yang mengagumkan soal fokus dan berkanjang pada satu bisnis inti. Dari Andrew Grove, CEO of $10 bilion Intel.  

Mewakili pada CEO hari ini ia menyatakan, “I’d rather have all my eggs in one basket and spend my time worrying about whether that’s the right basket, than try to put one egg in every basket.”

"Saya lebih suka menyimpan semua telur saya dalam satu keranjang dan menghabiskan waktu saya mengkhawatirkan apakah itu keranjang yang tepat, daripada mencoba menaruh satu telur di setiap keranjang," demikian Grove.

Dan intisari buku Al Ries ini, “How to put all your eggs in one basket is what this book is all about” (hlmn. 55).

***

Konsep Al Ries berkebalikan dengan pepatah petitih yang pernah, dan kerap, saya juga ucapkan selama ini.

“Don't put all your eggs in one basket” –jangan sekali-kali menaruh semua telur dalam satu keranjang yang sama. Artinya, jangan pernah mempertaruhkan semua modal usaha dalam satu usaha saja sebab risikonya sangat besar. Jika keranjangitu rusak, maka hancur semua telur di dalamnya. Jadi, amat sangat riskan.

***

Manakah yang benar?

Jangan mendikotomikannya!

Kerjakan! Alami. Anda akan mafhum dengan sendirinya. Bahwa adagium, teori, hipoteis, atau tesis benar dalam konteks.

Selain memamah-biak buku ini.