Berhenti Menulis Artikel: Mengkhianati Keputusan Sendiri
Mengkhianati Keputusan Sendiri.
Sebenarnya, bukan hanya Dr. Yansen TP, M.Si. Semua kita kerap melakukannya. Namun, harap segera digarisbawahi. Keputusan yang dikhianati itu berNILAI dibandingakan jika tetap diteruskan.
Dengan lain kata: Kita bisa merevisi apa pun itu, yang dianggap perlu direvisi. Bukankah juga, pada tiap-tiap Surat Keputusan, senantiasa begini, "... apabila terdapat kekeliruan akan diubah sebagaimana mestinya."
Nah! Tiap Keputusan, ternyata, menyisa celah. Untuk suatu hari, siap dikhianati.
Kembali ke keputusan yang saya khianati.
Sejak 2005, saya memutuskan BERHENTI total menulis artikel. Bukan kenapa-kenapa. Terlalu mudah. Tak ada tantangannya (lagi). Uang dari honor memang penting. Namun, saya ingin naik kelas. Fokus nulis buku saja. Gak mau lagi yang eceran. Meski, tarif terakhir saya di Kompas per artikel a rp2.750.000 dan di Suara Pembaruan a rp1.000.000.
Sejak menulis jadi kolomnis di Kompas 14 Februari 1984, telah terbit di koran lokal, regional, nasional, dan internasional lebih dari 4.000 artikel. Ada beberapa artikel ilmiah. Yang dimuat jurnal terakreditasi Sinta. Ada yang terbit di majalah di Jepang juga. Maka saya memutuskan berhenti. Gantung pena!
Kecuali diminta khusus Redaksi, baru saya sudi menulis artikel.
Maka sejak 2005-2020. Saya emoh nulis artikel lagi. Ogah!
Hingga suatu ketika. Saya harus berkhianat. Gara-garanya. Diajak Pak Yansen, Kang Pepih, dan Dodi Mawardi. Untuk sudi memulai dan mengelola Web kita, yang berkelas ini.