Menjaga "Passion" dalam Menulis
"Nggak usah iri dengan rezeki orang. Kalau mereka bisa menjadi penulis hebat, mengapa Anda tidak? Percayalah, suatu saat nanti, Anda bisa menikmati perjuangan menjadi penulis asalkan Anda mempertahankan passion menulis" ujar narasumber itu di hadapan peserta.
Ya, sebelum terjadi pandemi Covid-19, saya sering berkesempatan berbagi pengalaman tentang strategi menjadi penulis. Saya katakan kepada peserta, penulis hebat berawal dari menulis yang sederhana. Masalah-masalah yang terjadi di lingkungan sekitar diceritakan secara runtut, menarik, dan unik. Dengan sendirinya, keelokan tulisan itu kelak akan menjadi daya tarik bagi pembaca tersendiri.
Tulisan-tulisan itu bisa berbentuk artikel, puisi, cerpen, hingga buku. Percayalah, pembaca akan mencari penulis idolanya. Tidak akan berpaling muka meski disodori buku orang lain yang harganya mungkin relatif murah. Pembaca setia itu tidak keberatan membeli buku yang ditulis penulis pujaannya meski lebih mahal. Di sinilah ceruk pembaca ditemukan.
Saat sudah mendapatkan segmen pembaca, tekuni itu. Tak usah rakus dengan genre tulisan yang mungkin laris di pasaran. Mengalir saja dan pertahankan passion tulisan. Suatu ketika, pasti ada penerbit besar yang akan memberikan kesempatan kepada Anda untuk berkarya.
Pun demikian saya. Pada 1991, saya mulai belajar menulis artikel. Awalnya dimuat di majalah kampus tanpa honor. Lalu, mulai belajar menulis artikel di Koran Kedaulatan Rakyat Yogyakarta. Tulisan bisa dimuat setelah puluhan kali ditolak. Kala itu, honornya 35.000. Wah, senengnya minta ampun....
Mulai 2005, saya menjadi penulis modul atau LKS SMP, SMA, dan SMK untuk mata pelajaran bahasa Indonesia. Pada awalnya, dikasih honor Rp350.000 per naskah. Seiring kualitas modul makin dikenal pelanggan, honornya naik drastis hingga Rp2 juta per jurnal. Dari honor jadi penulis modul itulah, saya bisa menyelesaikan kuliah Pascasarjana di UNS Solo.
Mulai 2008, saya menjadi penulis buku teks di penerbit besar melalui proses yang sangat ketat. Tak terhitung lagi jumlah edisi hasil revisi. Buahnya manis karena hasilnya bisa ditukar dengan beberapa properti, kendaraan, umroh, hingga haji 2019 lalu.
Tahun 2009, berhasil meraih Juara I Nasional Sayembara Naskah Buku Pengayaan. Buntut dari prestasi itu, order naskah mengalir deras. Puncak-puncaknya kabar baik adalah informasi dari penerbit tahun lalu ketika 5 buku pengayaan lolos penilaian buku proyek dan dicetak 400.000 eks. Wow, bisa satu kontainer dong....
Tahun 2020 kemarin berhasil meraih Juara 2 Nasional Lomba Esai Perpustakaan Nasional. Berawal dari kegagalan di tingkat provinsi, tetapi ternyata diganti Allah di tingkat nasional. Pandemi Covid-19 ternyata bukan jadi penghalang untuk tetap kreatif.
Awal 2021, satu naskah buku pengayaan lolos penilaian. Artinya, kini sudah ada 6 naskah buku pengayaan yang lolos penilaian. Makin komplit pencapaian awal tahun dengan lulusnya ujian kompetensi penulisan buku nonfiksi dan editor yang diselenggarakan Lembaga Sertifikasi Profesi atau LSP. Tak disangka, dinyatakan KOMPETEN melalui jalur portofolio.
Kini, kesehariannya dinikmati seraya menjaga passion sebagai penulis dan editor. Teringat pesan bijak, "Jika Anda bukan raja yang bisa mewariskan kerajaan, bukan hartawan yang bisa mewariskan kekayaan. Maka jadilah penulis yang bisa mewariskan pengetahuan. Kelak sejarah akan mencatat perubahan yang pernah Anda tuliskan."
***