Literasi

Self Plagiarism itu - De Facto Tidak Ada!

Rabu, 3 Februari 2021, 09:26 WIB
Dibaca 564
Self Plagiarism itu - De Facto Tidak Ada!
Topik yang sudah saya tinggalkan sebenarnya. Namun, mesti turun gunung lagi.

AUTO-PLAGIAT, atau SELF PLAGIARISM.

De facto, hal itu tidak ada!
Mengapa? Sebab "saya sudah memberi izin pada diri saya, ketika mengutip karya tulis saya itu. Dengan sadar!"

Pencantuman sumber, atau referensi, hanya untuk: PEMBACA YANG MUNGKIN PERNAH MEMBACANYA. Dia akan merasa (dirugikan -- sebenarnya bukan dirugikan, karena diingatkan kembali). Jika segmennya berbeda, TIDAK PERLU DICANTUMKAN. Itu publication style (Blair, 2007) namanya.

Jika sudah sesuai kaidah, maka TIDAK ada AUTO-PLAGIAT. Itu hanya akan merendahkan diri sendiri!

Saya tidak suka istilah itu! Sebab, hanya merendahkan diri sendiri!

Mulailah menggunakan istilah berbeda, yang lebih positif. Mengapa bukan self-citation --mengutip (karya) diri sendiri? Ini istilah yang lebih pas! Atau swa-kutip. Atau, bahkan tidak usah ada istilah, seperti itu. Apa tidak merasa malu dengan publik, terlebih menyangkut harga diri,  kualitas serta integritas diri-sendiri?

Memang, sejauh yang saya pelajari topik ini (sejak 2011, jadi saya sebenarnya sudah meninggalkan topik ini). Namun, merasa perlu turun gunung untuk meluruskan.

Sekali lagi. Lagi - lagi sekali lagi. Pencantuman sumber dari diri sendiri itu hanya berlaku untuk kepentingan ilmiah --sekali lagi karya akademik, tidak berlaku untuk bisnis. Jika banyak mengutip karya-sendiri, nilainya akan berkurang, sebab kurang proses penyaringan. Jika banyak mengutip karya sendiri, dianggap terlalu lempang jalan-ilmiahnya.  Karena itu, dalam karya ilmiah, dianjurkan, paling banyak: 3 saja! Dalam berbagai jurnal Indonesia, hal itu dicantumkan dalam: Gaya Selingkung.

Namun, jika saya yakin bahwa segmen Pembaca berbeda, tidak perlulah mencantumkan. Saya mempelajari, yang dihindari oleh Penerbit yang membuat Gaya Selingkung tadi adalah: PAMER PUSTAKA, SELFI, SEAKAN-AKAN BANYAK MEMBACA. Dan menjadi ajang promosi diri padahal tidak revelan.

Jujur pada sumber adalah keniscayaan baik untuk karya akademik, maupun non-akademik. Fairness dan beretika, berlaku untuk semua karya literasi. Ini prasyarat! Tidak bisa ditawar-tawar.

Tapi mengambil/ mengolah milik sendiri? Mari kita bicara soal Hak Cipta yang berada pada SAYA!

Jika sudah sesuai kaidah, maka TIDAK ada AUTO-PLAGIAT. Itu hanya akan merendahkan diri sendiri!

Mengapa bukan self-citation --mengutip (karya) diri sendiri? Ini istilah yang lebih pas! Atau swa-kutip. Atau, bahkan tidak usah ada istilah, seperti itu.

Yang kita kutip itu, bukan karya orang lain. Tapi karya diri sendiri. Dan kita, sebagai pemilik hak cipta, dengan sadar menggunakannya. Karena itu, tidak perlu izin siapa-siapa lagi.

Mari menggunakan logika!

Tags : literasi