Literasi

Lagi, Soal Self-Plagiarism (Tanggapan atas Tulisan R. Masri Sareb Putra)

Rabu, 7 April 2021, 16:13 WIB
Dibaca 911
Lagi, Soal Self-Plagiarism (Tanggapan atas Tulisan R. Masri Sareb Putra)
De fakto, tidak ada yang namanya Self-plagiation (R. Masri Sareb Putra)

Saya cukup terhenyak ketika guru dan sahabat saya, R. Masri Sareb Putra di media ini menulis, "Secara de facto, tidak ada self-plagiarism (swa-plagiat), yang ada adalah self-citation (swa-sitasi)." Mengapa secara de facto swa-plagiat itu tidak ada? Plagiasi atau plagiat mengandaikan terdapat pihak lain yang dirugikan sedangkan pada apa yang disebut swa-plagiat tidak ada pihak lain yang dirugikan. Bahkan, kalaupun saya sebagai penulis sebuah karya tulis yang telah terbit dianggap sebagai pihak lain ketika menulis karya tulis baru; apa ruginya bila karya tulis saya terdahulu saya pakai untuk menulis karya tulis yang kemudian?

Berdasarkan kedua fakta di atas, apa yang disebut sebagai self-plagiarism itu adalah contradictio in terminis (bertentangan dengan dirinya sendiri)Plagiat mengandaikan ada pihak lain padahal tidak ada; plagiat juga mengandaikan kerugian pihak lain padahal apa yang disebut sebagai self-plagiarism itu justru menguntungkan "pihak yang diplagiasi."

Berdasarkan kedua fakta di atas, apa yang disebut sebagai self-plagiarism itu adalah contradictio in terminis (bertentangan dengan dirinya sendiri)

De Jure

Secara de jure barangkali lain soal. Ini menyangkut peraturan dan undang-undang secara khusus lagi menyangkut hak cipta. Akan tetapi, jauh-jauh sebelumnya harus dicatat bahwa ide tidak pernah bisa dipatenkan atau di-hak cipta-kan. Yang bisa dipatenkan atau di-hak cipta-kan adalah produk. Apabila ada ide yang kemudian ditulis dan dituangkan dalam bentuk artikel atau buku; yang bisa di-hak cipta-kan adalah artikel atau bukunya bukan idenya. Oleh karena itu, bisa saja dua penulis mempunyai ide yang sama dan tidak bisa salah satu penulis mengklaim bahwa penulis lain itu menjiplak atau memplagiasi idenya. Dengan kata lain, selama ide Anda belum tertuangkan dalam bentuk produk, siapa pun masih boleh memproduksi ide Anda. Dan itu sah!

Ide tidak pernah bisa dipatenkan atau di-hak cipta-kan. Yang bisa dipatenkan atau di-hak cipta-kan adalah produk.

Oleh karena itu, secara de jure pun seorang penulis tidak mungkin bisa dipidanakan karena menggunakan dan menyebarluaskan idenya sendiri dalam berbagai kesempatan. 

Kepentingan Ekonomi

Pertanyaan terakhir adalah, bagaimana apabila seorang penulis mempublikasikan tulisan yang sama hasil karyanya (sebagian atau seluruhnya) ke berbagai media. Untuk sementara, inilah yang dituding sebagai bentuk self-plagiarism itu berdasarkan undang-undang. 

Penulis ingin mengajak kita menggali lebih dalam daripada sekadar aturan formal tersebut. Apabila pada hakikatnya tujuan penulis adalah menyebarluaskan ide; dengan demikian semakin banyak media yang memuat tulisannya berarti semakin tercapai tujuannya; dari manakah gagasan pelanggaran hak cipta itu?

Mudah ditunjuk bahwa apa yang ada di balik pelanggaran hak cipta itu adalah kepentingan ekonomi, termasuk dalam hal plagiarisme. Mau bukti? Artikel atau buku yang hari ini tidak boleh Anda reproduksi (melanggar hak cipta); seratus tahun kemudian artikel atau buku yang sama bisa Anda reproduksi dengan bebas tanpa konsekuensi hukum apa pun. Apakah ide dari artikel dan buku itu berubah setelah seratus tahun? Tidak! Mengapa perlakuannya menjadi berbeda? Diandaikan bahwa seratus tahun kemudian, si penulis artikel atau buku tadi sudah tidak lagi punya kepentingan ekonomi apa pun terhadap artikel dan bukunya tersebut. 

Clear bahwa di balik ide pelanggaran hak cipta itu sesungguhnya adalah kepentingan ekonomi. Hari ini, bahkan, Anda bisa mereproduksi artikel apa pun yang Anda temukan di medsos semisal facebook tanpa ada konsekuensi hukum pelanggaran hak cipta. Apa bedanya artikel di facebook dengan artikel yang terbit di sebuah koran sehingga mereproduksi artikel yang Anda peroleh di facebook memiliki konsekuensi yang berbeda dengan artikel yang Anda temukan di koran? Sekali lagi, kepentingan ekonomi.

Problemnya dalam self-plagiarism adalah, kalau ternyata seorang penulis mereproduksi karya tulisnya bukan demi kepentingan ekonomi dan semata-mata demi kepentingan penyebarluasan ide; apakah hal ini bisa dijerat dengan pasal pelanggaran hak cipta? Silakan direnung-renungkan....