Perjalanan Data Dian (2) Nyaris Tertinggal Pesawat Gara-gara "Delay"
Perjalanan panjang dimulai Senin, 5 September 2022, saya mendapat tiket pesawat Garuda Jakarta-Balikpapan untuk penerbangan pukul 14.20 WIB. Lumayan agak siangan, jadi tidak terburu-buru berangkat dari rumah di kawasan Bintaro.
Saya biasa menyediakan waktu tiga jam untuk urusan ke Bandara Soekarno-Hatta, meski sekarang waktu tempuh jauh lebih cepat dengan telah dibukanya gerbang tol Parigi. Perjalanan dari rumah ke Bandara menggunakan taksi kurang dari satu jam saja.
Sisa dua jam saya manfaatkan untuk check-in, menyimpan bagasi dan selebihnya nongkrong di warung kopi setelah semua syarat penerbangan terpenuhi. Apalagi untuk penerbangan ke Balikpapan ini panitia pengundang sudah mempermudah dengan membantu proses check-in saya dari Jambi.
Atau kalau perut sedang minta diisi, di Terminal 3 Soeta saya biasa makan "all you can eat/drink" di resto Saphire, memanfaatkan fasilitas gratis kartu debit prioritas yang saya pegang. Kalau harus membayar perorangan, tarifnya bisa mencekik leher pensiunan, yaitu Rp200.000.
Sambil menunggu, saya bisa menikmati black coffee Americano atau Cappucino asli bolak-balik sampai perut gembung, lalu minta dimasakkan mie kuah tomyam yang segar. Masih bisa pula menikmati kacang dan jagung rebus manis serta pisang goreng. Gembul juga, ya!
Pada masa lalu jika memperoleh kesempatan rileks seperti ini, MacBook sudah pasti dibuka untuk menulis. Sekarang, laptop "borju" sisa-sisa kejayaan masa lalu saat masih bekerja di Harian Kompas itu sudah tiga tahun lebih banyak menganggurnya. Ponsel di tangan kini menjadi andalan saya bekerja.
"The medium is the message", teringat kembali wejangan Marshall McLuhan saat masa-masa kuliah di Komunikasi Universitas Padjadjaran dulu saat memegang ponsel, bahwa gawai di telapak tangan itu sudah menjadi media "omnibus", segala hal ada di situ.
Saat menikmati Cappucino itulah pesan masuk dari Mbak Sukmareni Rizal , mengabarkan bahwa pesawat Garuda Jambi-Jakarta mengalami penundaan (delay). "Kami baru boarding dari Jambi, mudah-mudahan terkejar ke Balikpapan," tulisanya melalui pesan WhatsApp.
Wah, gawat juga, pikir saya, penerbangan Jakarta-Balikpapan tidak selamanya tersedia di hari itu, apalagi mbak Sukmareni tentulah terbang bersama "pasukannya". Tetapi di 20 menit sebelum batas waktu boarding sampai, mbak Sukmareni mengabarkan bahwa dia dan tiga koleganya sudah di ruang tunggu. Rupanya bagasi sudah diurus sejak di Jambi. Selamatlah!
Pertemuan pertama dengan rombongan Warsi dari Jambi itu terjadi di ruang tunggu Gate 15 saat menanti keberangkatan.
Saya tahu Mbak Sukmareni karena sebelumnya telah berbicara di zoom bersama Yul Qari, yang di Warsi menjabat sebagai manajer pengelolaan hutan berbasis masyarakat, mengenai kesiapan teknis perjalanan ke Data Dian ini.
Terlebih lagi, mbak Sukmareni adalah salah seorang pemesan dua novel yang saya tulis beberapa waktu lalu, "Alena" dan "Perempuan Penyapu Halaman". Kata orang, tidak ada yang kebetulan di kolong langit ini.
Barulah saya tahu bahwa Mbak Sukmareni yang menjadi koordinator di divisi komunikasi datang bersama tiga koleganya, yaitu Ari Subarsih (staf keuangan), Refsi Qumaira (fasilitator omunitas dan kabupaten), dan Qorry Oktaviani (fasilitator komunitas dan kabupaten).
Mereka berempat akan bertugas juga ke Data Dian bersama tim Warsi lainnya dari Malinau. Data Dian adalah salah satu desa yang terletak di pedalaman Kalimantan Utara, masuk wilayah administrasi Kabupaten Malinau, Kecamatan Kayan Hilir. Desa Data dian adalah ibu kota dari kecamatan Kayan Hilir itu.
Di kecamatan Kayan Hilir ini terdapat terdiri lima desa, yaitu long Metun, Sungai Anai, Desa Data, Long Sule dan Long Pipa. Data Dian berada di bagian paling hilir sendiri. Uniknya, meski desa-desa ini berada di pedalaman hutan Kalimantan, namun sudah memiliki website (situs di Internet) sendiri.
Nah, selama empat hari di Malinau inilah, mulai Kamis 8 September hingga 11 September 2022 ini saya didapuk untuk memberi pembekalan tentang teknik menulis berita dan feature kepada para warga pewarta (citizen reporter) dari 12 desa termasuk 5 desa yang sengaja "turun hutan" ke Malinau.
(Bersambung)